"Tringgg." bunyi itu merupakan pertanda tibanya waktu istiahat, istirahat merupakan salah satu hal yang paling ditunggu-tunggu oleh anak sekolahan setelah bel pulang.
"Akhirnya." desah Icha lega.
Icha membereskan semua alat tulisnya dan memasukkannya ke tas, terdengar suara ribut-ribut dari arah belakang, "Ada apaan tuh, ribut amet." tanya Icha tanpa menoleh kebelakang.
"Sik Marhun sama sik Gita, ngerayain satu minggu jadian mereka."
"Apa." Icha langsung noleh ke belakang, di sana dia melihat sik Marhun bersama dengan Gita tengah pegangan tangan sambil senyum-senyum gaje, alay banget deh mereka, dimeja mereka terdapat kue lengkap dengan lilin yang sudah dinyalakan, "Lebay banget sieh mereka, baru juga satu minggu jadian, besok putus baru tau rasa, nangis-nangis kejer deh tuh."
"Jomblo kayak lo mending tutup mulut deh, gak usah komen-komen."
"Lo ngomong gitukan karna sama lebaynya sama mereka."
"Memang susah ngomong sama jomblo akut kayak lo."
"Dih, ngatain gue jomblo, lha terus lo apa namanya."
"Hehehe." cengengesan deh tuh sik Lea, "Yang pentingkan gue ada gebetan dan ada usaha gitu buat ngedapetin Aslan."
"Mandangin punggungnya itu yang lo namakan usaha." skak Icha membuat Lea gak bisa berkomentar lagi.
"Cha, kantin yuk." ajak Lea begitu dia sudah selesai membereskan perlengkapan tulis menulisnya.
"Ntar, ada yang perlu gue selsaiin dulu." Icha berdiri dan berjalan kebelakang tempat dimana terjadinya kehebohan, tepat ketika Marhun dan Gita akan berbarengan meniup lilin, Icha mendahului mereka, dalam satu tiupan tuh lilin yang ada diatas kue langsung padam, tangan Icha tidak tinggal diam, dengan tangan kosong langsung mencaplok kue tersebut dengan tangannya dan memasukkannya ke mulut, "Selamat anyversary ke satu minggu semoga hubungan lo langgeng." ujarnya jail dan langsung berlari.
Marhun dan Gita yang menyadari perbuatan Icha langsung menjerit, "Ichhaaaa, dasar landak betina."
Temen-temen kelas mereka pada mentertawakan Marhun dan Gita yang gagal merayakan aniversary mereka.
Di luar Icha tertawa ngakak sambil menjilati sisa krim yang tersisa dijari-jari tangannya, Lea sudah menunggunya diluar, "Iseng banget sieh lo Cha, kasian tuh sik Marhun dan Gita acaranya lo rusak."
"Biarin aja, lagian seru gitu gangguin mereka."
"Emang dasar lo kurang kerjaan."
Icha membelokkan langkah kakinya, "Cha, arah ke kantin kan kesini, bukan kesana."
"Siapa yang mau kekantin, orang gue mau ke lapangan basket kok."
"Lapangan basket, ngapain."
"Shoping, ya main basketlah."
"Main basket, jam segini, kan panas Cha, ntar kulit lo gosong lagi."
"Elah, ngapain lo nyamain gue dengan lo, gue gak takut panas, lagian juga gue kangen banget sama basket." Icha memang menyukai basket, sayangnya di SMA PERTIWI tidak ada team basket cewek, fakta tersebut membuatnya menyesal masuk SMA PERTIWI, tapi apa mau dikata dia sudah terlanjur masuk kan.
"Gue gimana."
"Ya gak gimana-gimana, lo tinggal jalan lurus aja sampaikan ke kantin."
"Maksud gue, gue jadi gak ada temennya Cha."
"Manja amet sieh lo."
"Mmm, ya udah deh, gini aja, gue kantin dulu beli makanan dan minum, ntar gue nyusulin lo ke lapangan oke."
"Nah itu baru cakep."
Lea merupakan satu-satunya temen perempuan yang dimiliki oleh Icha, kebanyakan temennya adalah laki-laki, dia cewek, tapi gak suka bergaul dengan cewek, bikin repot katanya makanya dia lebih suka bergaul dengan cowok, perkenalannya dengan Lea merupakan sesuatu hal yang tidak disengaja, ketika mos, karna keluguan dan kepolosannya, Lea sering menjadi sasaran bully, Icha yang melihat hal tersebut gak mungkin donk diam saja, dengan gaya ala Wonder womennya Icha maju membela kaum yang lemah dalam hal ini adalah Lea, dan sejak saat itu Lea sering membuntuti Icha, Icha risih, tapi dia kasihan melihat Lea yang mirip anak kucing minta makan, akhirnya dengan niat memanfaatkan Lea, Icha mau deh tuh berteman dengan Lea karna Lea anak orang kaya, tapi lama-lama Icha sayang beneran sama Lea, dan bener menganggap Lea sebagai sahabat bukan untuk memanfaatkannya lagi.
Ditengah teriknya sinar mentari, Icha mendrible bola berwarna orange tersebut, dan memasukkannya ke ring, Icha tersenyum puas, dia kembali memasukkan dari jarak yang lebih jauh dan masuk kembali, "Gue emang hebat, tapi sayang bakat gue gak tersalurkan." gumamnya.
Ketika dia tengah asyik bermain sendiri, tiba-tiba seseorang mengambil bola yang tengah di driblenya, hal tersebut tentu membuatnya gusar, cowok yang merebut bola tersebut ternyata adalah Laskar, murid baru yang merupakan teman sekelasnya, dengan sekali sentakan Laskar melempar bola dan langsung masuk ring.
Icha berkacak pinggang, matanya berfokus menilai permainan Laskar, "Hmm, boleh juga dia."
"Heh jangan bengong aja, rebut nieh bola kalau lo bisa."
"Sial, dia ngeremehin gue."
Icha langsung bereaksi, dia berusaha merebut bola dari Laskar, dilihat dari tehniknya, Laskar sepertinya pemain yang berbakat.
Icha masih berusaha merebut bola tersebut dari kungkungan Laskar, tapi sayangnya Laskar tidak semudah itu membiarkan Icha merebut bola, hal tersebut membuat Icha frustasi.
"Apa tuh." tunjuk Icha.
Laskar otomatis donk mengarahkan matanya pada sesuatu yang ditunjuk Icha, disaat lengah begitu, Icha langsung merebut bola, berlari dan memasukkannya ke ring.
"Curang." gumam Laskar.
Icha menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum sinis.
Tidak tahu sejak kapan, tapi sekarang banyak siswa terutama cewek pada berkerumun dipinggir lapangan menyaksikan pertandingan tidak resmi tersebut. Kalau anak cowok yang nonton sih kalem, hanya mata yang fokus, tapi kalau anak cewek beuhhh, heboh, pakai jerit-jerit segala lagi, gak percaya, ini buktinya.
"Laskar, hebat banget lo." entah siapa itu yang menjerit.
"Laskar I LOVE YOU FULL."
"Go Laskar, go."
Icha heran, setaunya Laskar baru masuk hari ini, kok satu sekolahan sudah pada tahu aja namanya.
"Laskarrr, lo keren, apalagi pas main basket."
"Laskar kalahin Icha."
"Anjirrr, bikin mental gue down saja." Icha jengkel setengah mati, dia jelas memiliki kemampuan, tapi salah satu faktor penentu kemenangankan bukan hanya kemampuan saja, tapi juga adalah Suporter, meskipun ini pertandangin gak resmi, Icha gak sudi dikalahkan.
"Laskar, semangat." teriak Lea.
"Penghianat itu juga, ngapain pakai ngedukung sik kampret ini sieh." dumel Icha pada sahabatnya.
Pertandingan masih berlangsung dengan seru, peluh merembas dari pelipis dua remaja tersebut karna teriknya sengatan sinar matahari, ketika Icha akan melompat memasukkan bola ke ring, Laskar memegang pinggang Icha dari belakang, hal itu tentunya membuat Icha gak fokus sehingga bola tersebut meleset, Laskar langsung mengambil alih bola tersebut dan melemparnya dari garis there point, bola itu berhasil masuk dengan mulus.
"Yesss." gumamnya yang menandai kemenangannya.
Icha cembrut kelas berat, kalau Laskar tidak memegang pinggangnya barusan pasti dia yang akan menjadi pemenangnya.
Dengan senyum kemenangan Laskar berjalan menghampiri Icha.
"Ih, dia ngejek gue lagi." Icha berfikir senyuman Laskar tersebut adalah sebuah senyuman ejekan.
"Lo hebat juga." puji Laskar begitu sudah berada didepan Icha.
"Gue akan bertambah hebat kalau lo gak curang."
"Bukannya lo ya yang duluan, gue sieh ngikutin lo aja."
Icha malah makin cembrut diingatkan tentang kecurangannya.
"Hai Laskar." sapa Lea yang mendekati Icha dan Laskar.
"Hai juga."
Icha mengulurkan tangannya dengan harapan Lea akan memberikan botol minuman yang dibawanya, sayangnya Lea malah menyodorkan tuh minuman pada Laskar.
"Nieh buat lo."
Icha mendengus kesal.
"Thanks ya." Laskar mengambil alih botol minuman pemberian Lea, membukanya dan meneguk setengah isinya, "Lo mau." dia menawarkan pada Icha.
Icha menolak mentah-mentah, "Gak, itukan bekas lo."
"Ya udah kalau lo gak mau." Laskar kembali meneguk air yang tersisa sampai tandas.
"Bukannya kita sekelas ya." tanya Laskar pada Icha.
Icha yang ditanya, Lea yang menjawab, "Iya kita sekelas kok."
"Gue gak perlu ngenalin diri donk, lo pastinya udah tahu nama gue."
"Iya." lagi-lagi Lea yang menjawab, "Kenalin, gue Lea." Lea mengulurkan tangannya untuk dijabat.
"Lea, akan gue inget." sembari membalas uluran tangan Lea, "Kalau lo." Laskar beralih pada Icha sambil menyodorkan tangannya, tapi gak dibalas oleh Icha,
"Gak usah pakai jabat tangan, bukan muhrim." Ujarnya yang membuat Laskar menarik kembali tangannya.
"Gue Siti Badriah."
"Nama yang bagus, seperti nama penyanyi dangdut."
Lea terbatuk-batuk karna menahan tawanya, cowok seperti Laskar ternyata gampang dikibulin, "Laskar, lo percaya kalau namanya Siti Badriah."
Laskar mengangkat bahu, yang artinya mau Siti Badriah kek, Zaskia Gotik kek, atau apalah namanya, dia tidak begitu mempedulikan sebuah nama.
"Oh ya Sibad, Lea gue tinggal dulu oke." Laskar melambaikan tangannya dan berlari meninggalkan Icha dan Lea.
"Dah Laskar." balas Lea.
Sebuah tangan melingkar dibahu Icha, tangan itu adalah milik Sapto salah satu geng Icha dan juga salah satu anggota team basket, cowok tinggi dengan kulit pucet kayak Vampire dengan rambut orange persis seperti anak ayam alay yang sering dijual.
Melihat mahluk bernama Sapto tersebut, Lea langsung undur diri, takut dia berada didekat cowok model gituan, dengan pelan dia mundur kebelakang.
"Siapa tuh, lo kenal sama dia, boleh juga mainnya, kayaknya dia cocok direkrut sebagai anggota baru."
Icha menurun tangan Sapto dan berkata, "Lo masih punya mulutkan Sapto, nah, tanya aja noh sendiri sama orangnya" tandas Icha dan berlalu menyusul Lea.
****************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
Euis Yohana
jangan jutek jutek ca ntar kau akan bucin lho...😁🤭
2023-01-01
0