Dari jendela Icha mengintip, dia langsung mendesah begitu melihat siapa yang berada didepan kelas, "Ya Tuhanku." sambil memegang kepalanya frustasi, "Kenapa dari semua guru yang ngajar di SMA Pertiwi, bu Yuni yang jadi wali kelas kita sieh."
Bu Yuni adalah guru sosiologinya ketika kelas 10, dan kini bu Yuni yang masuk dalam jajaran guru kiler menjadi wali kelasnya, Icha gak bisa membayangkan bagaimana dia bisa bertahan melewati masa-masa SMAnya dikelas XI, harus satu kelas dengan Aslan saja dia pasti akan dikekang, ditambah lagi sekarang bu Yuni yang jadi wali kelasnya, bener-bener sebuah kombinasi yang yang pas untuk membuat masa-masa SMAnya tidak happy.
"Udah jangan ngeluh mulu, lebih baik kita masuk sebelum didamprat ibu Yuni." peringat Aslan.
Dengan langkah gontai Icha mengikuti Aslan.
"Tok, tok." Aslan mengetuk pintu.
Terdengar sahutan dari dalam, "Masuk."
Aslan menarik gagang pintu, begitu pintu terbuka semua mata tertuju ke arah pintu.
Terdengar cletukan dari barisan anak-anak cewek.
"Wiehh, asyikk, kita sekelas dengan Aslan."
"Iya, makin ganteng banget doi tiap hari, bikin gue gimana gitu."
Disaat banyak cewek yang bersyukur satu kelas dengan Aslan, Icha malah gak ingin satu kelas dengan sahabatnya itu.
"Maaf bu kami terlambat." ujar Aslan sopan.
Karna Aslan merupakan murid teladan dan banyak disukai guru termasuk bu Yuni , maka bu Yuni berkata, "Gak apa-apa Aslan, lagipula ibu juga baru mulai lima menit."
Tuhkan, kalau Aslan selalu tidak apa-apa, bahkan kalau telat 30 menit sekalipun pasti tidak apa-apa, coba kalau Icha, telat satu detikpun pasti akan kena omel atau bahkan kena hukum, bener-bener gak adilkan.
"Terimakasih bu."
"Kamu duduk di bangku yang masih kosong ya Aslan." bu Yuni menunjuk kursi kosong dimeja paling depan, tempat yang biasanya dihindari oleh mahluk bernama murid.
Icha mengekor dibelakang, Icha melihat Lea melambaikan tangan dan menunjuk kursi kosong yang berada disampingnya, kursi yang memang Lea sediakan untuknya.
Namun baru saja Icha melangkahkan kakinya, sebuah pukulan mendarat dipahanya, "Aww, sakit bu." keluhnya sambil memegang pahanya.
Ibu Yuni yang memukulnya dengan penggaris kayu yang ada ditangannya, "Lain kali kalau kamu tidak mau penggaris ini mendarat dipaha kamu lagi, jangan pakai rok sedengkul begitu."
Ya memang, itu merupakan rok Icha sejak kelas sepuluh, agak kependekan, bajunya juga sudah kekecilan, tapi mau bagaimana lagi, ibu tirinya yang jahat itu ogah mengeluarkan uang untuk membelikannya seragam baru.
"Baik bu." jawabnya, hanya supaya lolos dari bu Yuni.
"Ya sudah sana duduk kamu."
"Anjirr ya, bu Yuni itu selalu nyari-nyari alasan supaya bisa ngasih gue hukuman, awas saja kalau gue jadi guru dan ngajar anaknya nanti, akan gue balas perlakuannya ke anaknya." ujar Icha dalam hati, padahalkan sedikitpun dia tidak pernah berniat jadi guru, gimana mau jadi guru kalau belajar aja malas.
"Kenapa telat." tanya Lea berbisik.
"Telat bangun gue."
"Guekan udah ngasih lo jam weker, kenapa gak lo seting alarmnya 05.00."
"Udah rusak tuh jam karna gue banting, habisnya brisik."
"Dasar ya lo, gak menghargai pemberian sahabat lo sendiri."
"Salah sendiri lo ngasihnya jam weker, coba kalau lo ngasih gue sepatu guci, bakalan gue elus-elus tuh."
"Lo itu, dikasih hati malah minta jantung."
Plak, penghapus mendarat tepat dimeja mereka, hal tersebut tentu membuat Icha dan Lea kaget, "Duh kaget gue." Lea mengelus dadanya.
"Ini waktunya belajar, bukan buat acara gosip." bentak bu Yuni.
"Eh, iya bu maaf." lisan Lea.
"Sekali lagi saya denger kalian bisik-bisik, saya keluarkan kalian." ancam bu Yuni.
"Iya bu, kami minta maaf." Icha dan Lea kompak.
"Baiklah anak-anak kalian buka buku paket kalian...." bu Yuni belum menyelsaikan kalimatnya terdengar keluh kesah dari murid-muridnya.
"Yahhh...ibu masak dihari pertama udah belajar sieh." keluh Marhan yang duduk dibelakang.
"Iya bu, kerajinan banget sieh ibu, guru-guru yang lain dihari pertama gak ada yang ngasih materi." timpal Gita.
"Diem." bentak bu Yuni, "Waktu itu sangat berharga, kalau kalian hanya datang ke sekolah hanya untuk bersantai lebih baik jangan sekolah, kasihan orang tua kalian capek cari uang buat nyekolahin kalian." Kalimat yang untuk kesejuta satu kalinya yang sering dikeluarkan bu Yuni untuk mengomeli murid-muridnya.
Anak-anak tersebut dengan sangat terpaksa mengeluarkan buku mereka dan membukanya dengan malas-malasan.
Sementara ibu Yuni menuliskan sesuatu dipapan, Lea lebih memilih memandang punggung Aslan dengan mata penuh cinta, dia senyum-senyum sendiri kayak orang gila.
Melihat kelakuan sahabatnya tersebut Icha menjentikkan jari tangannya didepan mata Lea, "Bu Yuni nyuruh lo buka buku paket, bukan mandangin punggungnya Aslan."
"Lebih menarik punggung Aslan kali Cha daripada buku paket."
"Sinting, itukan cuma punggung, dimana letak menariknya coba." dengan suara berbisik.
"Biarpun cuma punggung tapi punggungnya Aslan tuh seksi banget."
"Mana ada punggung seksi, cinta sieh cinta tapi gak usah berlebihan gitu kali Le."
"Ih, kalau lo gak pernah ngerasain yang namanya jatuh cinta mending tutup deh tuh mulut."
"Susah memang ngomong sama orang yang udah cinta buta, lagian inget donk, Aslan kan udah punya pacar."
"Sebelum janur kuning melengkung, gue masih ada harapan donk buat dapetin Aslan."
Icha hanya menggeleng, gak habis fikir dia dengan sahabatnya ini, sejak mos menyukai Aslan, tapi sampai saat ini jangankan nyatain perasaannya, berhadapan dengan Aslan saja dia langsung kabur.
"Tok, tok."
Terdengar suara ketukan dari luar, bu Yuni kembali berkata, "Iya, silahkan masuk."
Ternyata itu adalah bu Dewi sik guru BP, biasanya kedatangan bu Dewi mengindikasikan adanya sesuatu hal yang buruk, anak-anak dikelas XI IPS 5 tersebut saling lirik satu sama lain, berfikir siapa yang membuat bu Dewi terdampar dikelas mereka, dan pada akhirnya hampir semua pasang mata mengarah pada Icha, karna Icha salah satu siswi yang sering membuat masalah dan menjadi langganan yang sering mendatangi ruang BP, Icha menyadari dirinya telah melakukan kesalahan yaitu mengempiskan ban motor salah satu siswa yang membuatnya jengkel, tapi yang dia heran siapa yang melaporkannya, saat itu kan gak ada yang melihatnya diparkiran kecuali Aslan, tapi gak mungkin Aslan donk yang melaporkannya, dia dan Aslankan barengan datang kekelas.
"Maaf bu saya mengganggu waktunya."
"Oh, ibu Dewi, gak apa-apa kok bu, ada apa ya bu."
Fikir anak-anak yang ada dikelas itu, dua guru killer ini ternyata bisa juga tersenyum dan bersikap ramah.
"Begini bu, ada siswa pindahan, dan siswa itu akan ditempatkan dikelas ibu."
Informasi tersebut membuat Icha mendesah lega, "Gue fikir bu Dewi nyari gue."
"Oh, ada murid baru." komen yang lainnya.
"Cowok atau cewek bu." yang lain pada ricuh bertanya.
Bu Yuni mengangkat tangannya sebagai intruksi meminta anak didiknya untuk tutup mulut, anak-anak itu tutup mulut untuk sesaat.
"Nak mari sini." panggil bu Dewi pada seseorang.
Sosok laki-laki berseragam putih abu-abu, tinggi dengan kulit sawo matang, hidung mancung, alis tebal, rahang kokoh mendekati bu Dewi, sontak tanpa bisa ditahan siswi-siswi tersebut pada menjerit kegirangan termasuk Lea.
"Masyallah, sumpah ganteng banget ini cowok." kompak anak-anak itu berbarengan.
"Mirip sik itu ya, Jacob Black itu lho di film Twilaight."
"Kayaknya masa-masa SMA gue bakalan indah." ujar yang lainnya lebay.
"Ganteng banget ya Cha." puji Lea sambil tersenyum.
Icha mengakui kalau nieh cowok ganteng, tapi dia gak seheboh dan senorak yang lainnya, "Iya ganteng, tapi katanya lo cinta mati sama Aslan, kenapa lo kepincut juga sama nieh cowok, bener-bener labil lo ya."
"Cinta mati gue ya tetap Aslan lah Cha, tapi kan gak ada salahnya menikmati pemandangan indah didepan." balas Lea berdalih.
"Kalau begitu saya tinggal dulu bu Yuni." pamit bu Dewi.
Bu Yuni mengangguk, " "Baiklah nak, tolong perkenalkan dirimu terlebih dahulu." pinta bu Yuni.
Sik murid baru berdiri didepan kelas dengan percaya diri, tersenyum manis, manis banget sampai membuat anak-anak cewek dikelas itu pada meleleh.
"Eh, sayang jangan mandangnya gitu." Marhan yang merupakan pacarnya Gita menutup mata pacarnya itu dengan tangannya.
Gita menepis tangan Marhan, "Ih, apaan sieh beb, gak ada salahnya donk menikmati ciptaannTuhan."
Marhan merengut dan menyalahkan murid baru tersebut "Heh lo, bisa gak lo gak senyum, tebar pesona aja kerjaan lo."
"Oh, sorry, sorry." ujar sik murid baru menormalkan wajahnya.
"Lha, biarin aja dia senyum, orang senyumnya manis, enak dipandang, bikin hati adem, emang kayak senyum lo, pait kayak pare." komen Nana yang gak terima dengan ucapan Marhan.
Sontak anak-anak dikelas tersebut pada tertawa mendengar ucapan Nana.
Bu Yuni yang tidak terima suasana kelasnya gaduh kembali membentak, "Diem, kapan temen kalian memperkenalkan diri kalau kalian ribut melulu."
Anak-anak itu langsung pada bungkam dan membiarkan sik murid baru memperkenalkan dirinya, karna tidak bisa dipungkiri kalau mereka juga penasaran. "Baik, perkenalkan dirimu nak."
Sik murid baru memulai perkenalannya, "Baiklah temen-temen semua, perkenalkan nama Gue Laskar Perwira Wardana, lo bisa panggil gue Laskar, dan gue pindahan dari Bandung." sebuah perkenalan yang singkat, padat dan jelas.
Nana mengangkat tangannya sebagai sebuah pertanda kalau ada sesuatu yang akan dia tanyakan, "Lo udah punya pacar belum Las, kalau belum tipe lo yang kayak gimana."
"Huhuhu." anak-anak cowok pada menyoraki.
"Jangan mau sama dia bro, dia mah playgirls." timpal Rama.
Nana yang tidak terima dengan kata-kata Rama langsung menimpuk Rama dengan bukunya, "Anjirr lo ya, jangan buka kartu donk."
Sedangkan Laskar hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, salah tingkah dia mendengar pertanyaan Nana. Sedangkan bu Yuni hanya menggeleng melihat kelakuan murid-muridnya, karna gak mau membuat kelasnya menjadi semakin ribut, dia meminta Laskar untuk duduk.
"Laskar, sebaiknya kamu duduk saja." bu Yuni menyuruh Laskar duduk dibangku belakang yang masih kosong.
"Baik bu."
"Yahh, gak asyik banget sieh, masak perkenalannya hanya segitu doank." protes anak-anak cewek lainnya.
"Nanti kalian bisa kenalan setelah istirahat."
************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments