......Rasa sakit karena terjatuh bisa cepat pulih karena di obati, tapi rasa sakit karena di sakiti pasangan kita, itu sakitnya luar biasa, dan akan membekas sampai kapanpun.
Alfin menerima panggilan dari Hanin, sedangkan Andira duduk di jendela menatap keluar. Menikmati indahnya rembulan malam, berusaha tidak perduli dengan apa yang di bicarakan.
“Cepat pulang Mas, aku takut sangat takut, orang itu hampir melukai aku,” Suara Hanin terdengar sedih, membuat iba yang dirasakan Alfin semakin kuat, semakin menjadi beban pikirannya. Seorang Alfin hanya manusia biasa, tidak luput dari kesalahan, dia juga punya rasa kemanusiaan, meski tidak ada rasa cinta, tapi tetap menjadi beban pikiran buat Alfin.
“Besok lusa aku baru pulang, masih ada hal penting yang mau saya selesaikan. Kamu istirahat saja dirumah Mama.”
Tanpa berpikir panjang, Alfin langsung memutuskan panggilannya, dan melempar Handphonenya ke tempat tidur. Alfin melangkah lagi ke tempat semula, mendekati Andira dan memeluknya dari belakang.
“Mas, kita seperti orang jahat, tidak perduli dengan apa yang terjadi pada Hanin. Aku merasa bersalah dengan semua ini.” Ujar Andira sedih.
“Ini bukan kesalahan kita, ini adalah kehendak Allah, tidak perlu panjang lebar membicarakannya. Yang terpenting Hanin baik-baik saja.”
“Iya Mas, aku tahu Hanin baik-baik saja. Tapi, kasihan dia,”
“Sudah tidak perlu di bahas lagi, kita disini untuk bahagia, bukan membahas hal yang kurang baik. Semua ada waktunya masing-masing, sekarang waktu kita berdua dan jangan bahas yang di jakarta.”
Andira diam, mungkin Alfin benar, hilangkan pikiran untuk orang-orang yang menjadi orang ketiga diantara mereka. Fokus pada hal yang di hadapi saat ini. Mencoba memahami keadaan, jika bahagia itu sederhana lakukan, jika sulit coba ciptakan.
Malam pun menjadi sunyi, hening, kamar itu seakan tidak berpenghuni, entah kenapa Andira tidak banyam bicara, begitu juga Alfin. Meski saling ada dan saling memeluk, tapi pikiran mereka masih berjalan-jalan mencari sesuatu yang sulit di temukan. Mungkin Alfin ingin menata hati atau Andira mencari keikhlasan yang benar-benar belum sepenuhnya di temukan. Semakin sunyi, mencekam, tanpa terasa jam menunjukkan pukul 00.00 suara jam dinding lonceng terdengar sangat keras, entah dari rumah siapa, jam tua yang biasa berbunyi seperti masa kerajaan saja.
“Kenapa kamu belum tidur?”
“Entahlah Mas, mataku tidak mampu di buka, tapi aku tidak bisa tidur,”
“Kamu terlalu banyak memikirkan masalah kita,”
“Aku sangat takut, Mas.”
“Takut apa? Kamu tidak bersalah!”
“Aku takut menyakiti Hanin, aku takut kamu banyak dosa karena lalai membimbing dua istri,” Ujar Andira dengan mata berkaca-kaca.
“Kamu tahu, hal yang paling sakit, saat aku menghianati pernikahan kita. Dan kamu memintaku menikah lagi, itu sangat sakit sekali, tapi aku berpikir, jika dengan menikahi Hanin, kamu bahagia, aku terima semuanya dengan ikhlas , meski itu sangat tidak mudah. Sekarang kamu yang harus menguatkan aku, demi anak kita, dan demi pernikahan kita. Apapun yang terjadi ayo kita hadapi bersama, jangan pernah berpikir aku akan meninggalkan kamu.”
Senyum Andira terukir jelas, kata-kata Alfin sangat menyentuh, Andira sangat bahagia, lima tahun bersama, dan tidak mudah untuk Alfin dan Andira hadapi, saat ujian itu datang dari wanita lain. Masa bahagia yang di lalui, kini harus dibagi, tapi tidak maampu mengubah seperti kebahagiaan sebelum ada orang ketiga dalam hidup Andira.
Terlihat Alfin sudah terlelap, sedangkan Andira belum bisa memejamkan matanya dan tidur. Dia akhirnya bangun, mengambil mukenah dan pergi ke musholla.
Selesai berwudhuk, Andira langsung masuk ke musholla dan sholat hajat, berpasrah kepada sang Maha Kuasa, meyakinkan dirinya, bahwa semua yang di lakukan benar. Tidak mampu membendung air matanya, akhirnya menangis pilu. Menangis dalam doa di sujud terakhirnya.
“Ya Allah, Hamba meminta ikhlas, yang tidak bisa sakit saat hati melihat Mas Alfin bersama istri keduanya. Dan berikan kesabaran yang tiada batas, yang belum bisa Hamba miliki selama ini. Jika hati Hamba iri, buatlah rasa itu hilang. Jadikan Hamba wanita kuat yang tidak lemah dan terus menangis. Ampuni Hamba, karena meminta banyak kepada-Mu Ya Allah.”
Selesai berdoa, Andira mengambil Al-Qur’an, membuka dan membacanya. Seketika datang ketenangan membuat tenang dan tentram dalam hatinya. Satu yang tidak perlu di ragukan lagi, jika kita dekat dengan Sang Maha Pencipta, maka jangan takut untuk menemukan jalan ketenangan saat kesulitan datang dalam hidup kita. Berharap yang terbaik, benar-benar bersandar kepada sang maha pencipta.
Alfin yang tertidur pulas, tiba-tiba terbangun, saat melihat kesampingnya, Alfin langsung duduk, melihat kearah kamar mandi, tapi pintu terbuka dan Andira tidak ada. Segera Alfin bangun dan mencari Andira keluar kamar.
“Apa Andira pergi ke dapur!” Batin Alfin, dia pun langsung ke dapur. Ternyata dapur tampak gelap, setelah itu keruang depan, ternyata tidak ada Andira. Saat menoleh ke samping kanan rumahnya, terlihat musholla lampunya menyala.
“Apakah Andira disana?” Alfin langsung melangkah menuju ke musholla, ternyata benar, Andira sedang mengaji dengan khusuk sekali.
Alfin, melihat jam sudah pukul 03.50. Dan itu membuat Alfin sedih, karena Andira tidak tidur sama sekali. Rasa bersalah menguasai Alfin. Membuat Alfin tidak berani mendekat. Hanya duduk di dibelakang Andira. Cukup melihat Andira tidak tidur dan mengaji dengan khusuk, sampai tidak sadar kalau Alfin datang, itu sudah membuktikan bahwa Andira berjuang melawan rasa cemburu dan sakit hatinya. Wanita yang di latih untuk sabar, demi mempertahankan rumah tangga yang sangat di jaga oleh Andira. Alfin teringat masa dimana Andira menjadi wanita satu-satunya milik Alfin. Tapi dalam sekejab, semua seakan kebahagian itu menghilang.
Alfin juga takut, takut tidak bisa adil kepada Andira dan Hanin. Memikirkan hal buruk terjadi, sungguh itu semua bagai mimpi. Tak ada yang bisa di lakukan Alfin, karena kemauan Andira, membuat Alfin harus menurut.
Tak lama azan subuh berkumandang, dari masjid yang dekat dengan rumah Bapak Ahmad. Membuat Andira sadar jika itu sudah subuh, di letakkan Al-Qur’an yang baru selesai di baca. Saat menoleh kebelakang, ternyata Alfin duduk di pintu, tersenyum penuh arti, membuat Andira bertanya-tanya, “apakah semalam Mas Alfin disana?” batin Andira.
“Kamu kenapa sampai tidak tidur? Aku khawatir akan kesehatan kamu, kamu bilang ikhlas menghadapi ini semua, tapi ternyata kamu sampai tidak bisa tidur memikirkan ini semua.”
Andira tidak mampu menjawab dia berdiri seperti patung, menatap lekat suami tercintanya. Sampai akhirnya di kejutkan kedatangan Alex dan Bapak Ahmad yang hendak sholat subuh.
Alex heran melihat Andira, matanya yang sembam karena manenangis memmbuat tanda tanya besar dalam diri Alex.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Ina Zahra
klo mnurut q y thor,, bikin dech orang yg udah perkosa hanin itu bilang sma alfin n andira bahwa dy udah perkosa hanin..
2021-10-11
0
Mesra Jenahara
smpe kpn sihh km Andira bakal sedih terus sbgm pun km sllu ikhlas dan sabar pasti akan terbesit rasa cemburu dan sakit hati..
2021-10-10
0
Evy Rochma Wati
thorrrr buat ttm (teman tpi mesra) buat andira biar andira tdk terlalu patuh sama alfin & andira pux pikiran yg luas tdk berpatokan pemikiran istri² zaman dulu slalu patuh pd aturan wlu jiwa ragax lelah & sakit pd hal banyak jln yg lbih baik ... nextttt
2021-10-10
0