......Cinta yang sulit di terima, kenyataan membuat hati seseorang hancur, karena terpaksa menjalani kehidupan yang tertekan. Mendua bukan hal yang mudah, perlu memahami satu sama lain.
......
“Tidaaaaak,” Teriakan yang membuat sosok perempuan di sampingnya terkejut.
“Mas Alfin, kenapa disini, apa yang Mas, lakukan?” Dengan mata melotot begitu juga dengan Alfin.
Mereka sama-sama terkejut, Alfin mengingat semua yang terjadi, dia merasa itu mimpi. Karena semalam Alfin masuk kekamar nya. Dan tidur di kamar sendiri. Lantas kenapa sekarang terbaring di ranjang Hanin, dan memeluk Hanin tanpa busana.
Flashback
Setelah ibu Ani dan Bapak Ilyas pulang, Alfin langsung masuk kekamarnya, sedangkan Hanin masih membawa gelas yang sudah kosong di ruang depan. Niat yang sudah tersusun rapi. Di tambah kehadiran kedua orang tua Alfin, membuat semua rencana berjalan lancar. Minuman yang di suguhkan untuk Alfin ternyata sudah di campur obat tidur, dengan mudah Alfin langsung tertidur lelap. Dan dengan di bantu seorang temannya. Hanin, membawa Alfin pindah kekamarnya. Rencana yang sangat licik, tapi Hanin terpaksa melakukan semua itu, karena ingin mendapat perhatian Alfin setelah berpura-pura berhubungan badan. Dan akan menjadi ancaman yang membuat Alfin tidak berkutik.
Cerita singkat tapi membuat Hanin bahagia dengan tugasnya. Dan sangat bersyukur sudah bisa menjebak Alfin dengan mudah.
“Apa yang aku lakukan? Aku harap tidak ada hal apapun yang terjadi,” Ujar Alfin cemas. Dia sangat panik.
“Apakah aku terlalu hina Mas, sampai tidak berkenan sekali dikehidupan Mas Alfin.” Hanin menunduk dan menangis.
Alfin diam, masih sangat jelas hukum islam, dan Alfin sudah mempelajarinya saat di pesantren dulu. Meski hanya sementara tapi Alfin banyak mengerti tentang hukum agama. Bahwa seorang istri tetaplah istri, dan wajib memberikan nafkah lahir atau batin. Tapi hati Alfin sangat sakit, dirinya merasa menyakiti Andira, wanita pertama yang dan berharap hanya Andira Satu-satunya yang akan menjadi istrinya. Tanpa menjawab atau berkata apapun, Alfin pergi setelah memakai baju yang sudah berseretakan di lantai. Kecewa pasti sangat kecewa, karena tanpa sadar dirinya melakukan semua itu.
Hanin tersenyum senang, sebuah jebakan sudah membuat Alfin percaya, dan Hanin sudah menyusun satu jebakan lagi.
“Aku tidak akan pernah menyerah, Mas Alfin sangat tampan, dan aku harus mempertahankan Mas Alfin. Apalagi Ayah sudah tiada, nyawa ayah taruhannya. Jadi hanya kematian yang akan memisahkan aku dan Mas Alfin.” Guman Hanin, lalu memgambil bajunya dan memakainya.
Alfin sudah berada di kamarnya, dia sangat terluka, merasa sudah menghianati Andira, sampai tertidur pulas, dan tidak sadar jika subuh sudah berlalu. Segera Alfin berssiap untuk pergi menemui Andira. Saat ini Alfin pergi dengan perasaan kacau dan merasa sudah menyakiti Andira. Tanpa berpamitan kepada Hanin, dia langsung pergi begitu saja. Pikirannya sudah melayang jauh, masih dengan bayangan kejadian bersama Hanin. Merasa aneh dirinya bisa berada di kamar Hanin, dan apa yang terjadi.
Sakit rasanya jika harus di ingat, segera Alfin duduk tenang di pesawat, dia harus lebih tenang, karena tidak ingin Andira melihat kekecewaannya. Alfin takut Andira marah dan akan pergi meninggalkannya. Dia memilih tidak beristri jika harus kehilanga Andira.
Pesawat mendarat di Bandara Abdul Rahman Saleh, Alfin pun turun dan langsung berjalan ke pintu kedatangan. Terlihat Andira sudah berdiri menyambut suami tercintanya. Terlihat cantik dengan gamis warna tosca serasi dengan hijabnya. Melambaikan tangannya kearah Alfin. Hati Alfin berbunga-bunga, senang dan bahagia, akhirnya bisa bertemu istri yang sangat di cintai, yang hampir dua minggu di Kota Malang.
“Assalamualaikum, Mas.” Sapa Andira menyalami Alfin.
“Waalaikumsalam, kamu apa kabar? Dan anak kita?” Tanya Alfin masih memegang tangan Andira.
“Alhamdulillah sehat, anak kita juga sehat.”
“Abah dan Umik?”
“Abah sudah membaik, dan Umik sehat,”
“Syukurlah, Alhamdulillah. Semoga Abah terus membaik.”
“Ayo Mas, Pak Saleh sudah menunggu kita.”
“Terimakasih sudah mau menjemput Mas.”
“Kenapa harus berterimakasih, sudah kewajiban Andira bukan,”
“Istriku tidak pernah berubah, memperlakukan aku sangat istimewa.”
“Sudah jangan gombal. Bagaimana Hanin? Kalian baik-baik bukan.”
Pertanyaan Andira, sejenak membuat Alfin terkejut. Dia kembali ingat apa yang terjadi antara dirinya dan Haanin. Memang bukan kesalahan, tapi Alfin belum menerima akan hal itu. Dia berusaha tenang, satu hal yang ingin Alfin lakukan saat bersama Andira, membahagiakan Andira.
“Aku rasa dia baik-baik saja.” Jawab Alfin datar.
Andira mengerti jika suaminya belum menerima Hanin sepenuhnya, dia tidak ingin membuat kecewa, yang akan menyakiti hati Alfin.
“Ayo Mas, kita kerumah Umik,”
Akhirnya mereka menuju mobil, disana sudah menunggu Pak Saleh, karena sudah sangat kenal, Pak Saleh langsung menyalami Alfin.
“Sehat Nak Alfin?”
“Alhamdulillah, Pak Saleh bagaimana dan keluarga?”
“Sehat Nak.”
“Syukurlah, ya sudah kita langsung kerumah sakit saja Pak,” Ujar Alfin.
“Baik Nak.”
Mereka langsung pergi menuju rumah sakit. Alfin yang duduk di depan bersama Pak Saleh, tampak berbincang-bincang serius. Sedangkan Andira mendengarkannya.
Tak lama kemudian mereka sampai di rumah sakit. Langsung turun dan menuju ke kamar rawat inap bapak Ahmad.
“Assalamualaikum,” ucap Alfin saat membuka pintu kamar Bapak Ahmad.
“Waalaikumsalam, alhamdulillah Nak Alfin sudah datang, Umik kangen sama Abah, apalagi Andira,” Jawab Ibu Anisa.
Sangat bahagia meski sebenarnya ada rahasia besar yang belum di ungkap. Andira merasa berdosa menyimpan cerita itu. Tapj melihat kesehatan Abahnya, Andira tidak ingin hal buruk terjadi.
“Abah bagaimana sekarang?”
“Sehat Nak, kamu sendiri bagaimana?”
“Alhamdulillah sehat. Maafin Alfin ya Bah, tidak cepat kesini, karena Andira....”
“Karena Andira, sanggup mengurus Abah sendiri.” Jawab Andira, karena takut Alfin bicara pernikahan keduanya.
“Andira memang mampu Bah, tapi Alfin merasa bersalah karena tidak bisa ikut merawat Abah.”
“Sudah tidak apa-apa, yang penting Abah sekarang sehat kan,” Jawab Ibu Anisa.
“Iya Mik, Alfin lebih tenang.” Jawab Alfin.
“Semua sudah berlalu, kalian jangan saling menyalahkan, abah sudah membaik, sebaiknya kalian pulang, istrirahat dulu,” Ujar Bapak Ahmad tersenyum melihat Andira dan Alfin.
“Tapi, Alfin masih ingin disini bersama Abah dan Umik,” Jawab Alfin yang sangat dekat dengan keluarga Andira.
“Kembalilah nanti malam, kamu harus istirahat dulu.” Ujar Ibu Anisa.
Akhirnya Alfin mengikuti kemauan kedua orang tua Andira, pulang kerumah untuk istirahat.
Andira tidak memungkiri, dirinya sangat merindui Alfin. Dan menginginkan waktu berdua, meski ada gelisah di hati Alfin. Pikirannya masih teringat kejadian bersama Hanin.
Sesampainya di rumah kediaman Bapak Ahmad, mereka turun dan langsung masuk ke dalam, menuju kamar yang biasa di tempati oleh Andira dan Alfin.
“Mas, mau makan dulu, atau langsung istirahat?” Tanya Andira sambil membuka kancing baju Alfin. Hal yang selalu di lakukan oleh Andira setiap hari ketika Alfin datang kerja.
“Aku ingin langsung makan kamu,” goda Alfin.
Andira tidak menjawab, matanya tertuju pada satu tempat, yang mampu membuat mata Andira berlinang air mata. Alfin terkejut melihat Andira yang tampak diam dan tidak berbicara apa-apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Sulati Cus
Wah ternyata g sepolos wajahnya
2022-06-19
0
🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜
hahhhhh mulai nih bertabur bawang lagi....😭😭
2021-10-22
1
Tia ahmad jaini dachlan
untung si hanin licik jd gk bakal nyesek amat bacanya. aku suka jd bakal dukung andira terus
.
2021-10-10
2