......Sesakit apapun semua sudah pilihan, harus tegar dan sabar menghadapi semua yang terjadi di dalam pernikahan itu sendiri.
......
Andira mengantarkan Hanin kebutik langganan keluarga Alfin. Banyak karyawan yang sudah kenal baik dengan Andira. Kali ini Andira hanya berdua dengan Hanin, karena Alfin sudah aktif bekerja.
“Mbak, aku tahu ada kesal dan kecewa pada diri Mbak, tapi Mbak tetap pada pendiriannya. Aku salut sama Mbak, yang berjuang demi keluarga. Tapi apa semua ini harus terjadi, tidak adakah cara lain yang bisa membebaskan suami Mbak.” Ujar Hanin pelan.
“Seandainya hukum di negara ini bisa aku beli, akan aku beli, tapi kebenaran harus di tegakkan, negara kita adalah negara berhukum, permintaan ayahmu adalah pengganti hukuman itu dan suamiku sudah meemilih pilihan. Kalau aku berkorban itu ada alasannya, dan aku hanya ingin yang terbaik untuk keluargaku.”
“Dan aku adalah korban dari permintaan Ayah, Mbak. Jika aku menolak, itu adalah permintaan terakhirnya. Aku belum sempat membahagiakan Ayah, mungkin ini jalan satu-satunya aku harus terima.”
Andira melihat kesedihan, dan berusaha tegar di diri Hanin yang sebenarnya. Entah apa yang harus di lakukan tapi semua sudah terjadi.
Tak lama kemudian sesampainya disana, Andira di sambut dengan baik oleh para karyawan itu. Karena biasa bercanda mereka tanpa sengaja meledek Andira.
“Mbak Dira, kok pesan baju penganti lagi, apa mau mengingatkan masa lalu,” ujar salah satu dari karyawan itu, yang memanggil Andira Dira.
“Tidak, Mbak mengantar adik mau menikah,”
“Emang Mbak dira punya adik? Persaan tidak pernah datang sama adiknya selama ini.” Masih belum paham dan mengerti.
“Karena dia tinggal di malang sama orang tuaku,” Jawab Andira menutupi semuanya.
Hanin mencoba gaunnya, dan memperlihatkan pada Andira, air matanya di tahan demi tidak ingin membuka aib rumah tangganya.
“Cantik, ambil yang itu ya,”
“Iya, Mbak.” Jawab Hanin.
“Elfi, aku ambil gaun yang itu ya, ambilkan juga setelah jasnya untuk ukuran Mas Alfin.” Ujar Andira. Elfi kepala butik itu terkejut, apa mungkin sama atau kebetulan saja.
“Buat Pak Alfin Mbak,”
“Bukan, buat calon suami adik saya,” Jawab Andira menutupi semuanya.
Kenapa harus banyak pertanyaan, seandainya saja tahu akan seperti itu, Andira mungkin lebih memilih di butik lain, bertemu orang asing itu lebih baik, dari pada kenal tapi banyak bertanya.
Setelah semua selesai di beli, Andira langsung membayarnya dan pergi dari butik itu. Jam menunjukkan pukul 11.30, sebentar lagi jam istirahat, Andira tahu apa yang harus di lakukan pada jam itu, setelah mengantar Hanin pulang, Andira pergi lagi. Dia langsung kekantor Alfin.
Sesampainya disana, Andira menunggu di depan ruangan Alfin, karena jam masih kurang lima menit untuk istirahat. Andira sangat menghormati waktu, meski jabatan Alfin Manager di kantor itu, tapi Andira tidak seenaknya untuk masuk dan bicara hal yang tidak penting.
Jam sudah pukul 12.05, tapi Alfin belum juga keluar, Andira heran, tidak biasanya Alfin sepeti itu. Karen khawatir Andira langsung masuk, ternyata Alfin duduk termenung menatap kosong ke luar jendela.
Andira tidak tega melihatnya, ada rasa sakit saat melihat suaminya seperti itu. Andira berjalan pelan menghampiri Alfin. Dan meletakkan kotak nasi yang di bawanya, tanpa bersuara langsung memeluk Alfin.
Seketika Alfin terkejut, dan menyadari kalau ada Andira datang.
“Mas, apa yang membuat kamu melamun, sampai kamu tidak sadar waktunya makan. Apakah kamu mau melupakan kebiasaanku?”
“Justru aku berpikir kamu akan lupa dengan ini, setelah apa yang terjadi beberapa hari ini.” Jawab Alfin sambil menarik tubub Andira, dan duduk di pangkuannya.
“Aku tidak akan pernah berubah, sampai kapan pun. Aku mohon, Mas Alfin jangan seperti ini, kita ikhlaskan apa yang terjadi, dan berjanjilah, Mas Alfin tidak akan sedih lagi dan merasa bersalah kepadaku.”
“Aku mau melakukan ini semua demi kamu, demi apa yang kamu pikirkan. Aku sebenarnya tidak mampu dengan keadaan ini, tapi, aku sadar kamu juga terluka, kita sama-sama saling janji untuk tidak saling menjauh, tetap seperti ini, meski nanti akan ada orang ketiga diantara kita. Kamu kekuatanku, jadi aku mohon, jangan pernah berpikir akan mundur dan pergi dariku.”
“Tidak sedikit pun aku ingin pergj meninggalkan dirimu Mas, kamu adalah imamku, ayah dari calon bayi kita. Aku juga minta padamu Mas, berlaku adil kepadaku dan dia, karena jika kamu adil, semua akan baik-baik saja. Jika dia jodohmu dan akan menjadi penyempurna iman kita dalam keluarga, seemoga Alllah jadikan keluarga kita sakinah mawadah warohmah, tapi, kalau dia hadir akan menjadi perusak iman kita, semoga Allah jauhkan kita darinya.” Ujar Andira berusaha tenang, meski ad yang siap jatuh saat ini.
“Sudah jangan bahas ini lagi, yang sekarang nikmati, yang akan datang besok kita hadapi besok. Ayo suapin aku, aku lapar,” Ujar Alfin.
Andira langsung berdiri, kebersamaan itu membuat Alfin tennag, dan terasa damai. Di ambil kotak makannya dan langsung menyuapi Alfin.
“Makan paling enak kalau di suapin istri, cantik seperti Andira tersayang.” Rayu Alfin.
“Gombal,”
“Bener sayang, oh iya, besok waktunya periksa kehamilan kamu, pulang dari kantor kita langsung ke Dokter endang ya,”
“Iya, Mas. Aku daftar dulu, biar tidak antri sampai malam.”
“Boleh, kamu sudah makan?”
“Sudah,”
“Tadi, sebelum mengantar Hanin ke butik.”
Alfin langsung berdiri dan pergi masuk kamar mandi. Andira tahu, mendengar nama Hanin, membuat selera makannya langsung hilang. Memilih tidak melanjutkan makan siangnya, yang masih tinggal separuh.
Andira paham akan hal itu, dia pun menyusulnya kekamar mandi, yang memang pintunya tidak di tutup. Andira memeluk Alfin dari belakang, merasa bersalah sekali. Tapi itu semua akan terbiasa nantinya, dan harus diajarkan untuk tidak asing menyebut nama Hanin.
“Maafkan aku Mas."
“Kenapa harus minta maaf, kita sudah janji akan sabar menghadapi ujian ini.”
“Iya Mas, meski sangat sulit, tapi kita aku bisa dan berusaha.”
“Ada orang bilang ujian dalama berumah tangga itu di umur pernikahan ke lima tahu, sampai delapan tahun, siapa tahu waktu akan di putar cepat oleh Allah, dan kita terbebas dari ujian ini.” Ujar Alfin sedikit menghibur.
“Amin, seandainya itu bisa di tawar ya Mas,” Jawab Andira tersenyum di sela kesedihannya..
Mereka masih saling mendekap, merasakan sama-sama takut kehilangan, ingin berteriak melepaskan kesedihan yang datang, ingin marah meluapkan rasa kesal, tapi, masih dapat di kontrol, karena yang datang sudah kehendak tuhan, Andira dan Alfin menyadari akan hal itu. Saat ini hanya harus saling menguatkan dan saling memahami dengan apa yang terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜
semangat thor.... sudah gak bisa koment apa²😭😭😭😭
2021-10-21
1
Anik Setya
👍 lanjutkan thorr💪
2021-10-03
1