......Setinggi apapun burung itu terbang, jika sayapnya patah, maka akan terjatuh dan kehilangan kekuatan dan tidak bisa berbuat apa-apa. Seperti seorang kekasih yang kehilangan orang yang paling di cintai, dia tidak akan bisa terbang tinggi setinggi impiannya.
......
Keadaan Bapak Ahmad sangat tidak baik, membuat khawatir saja, cemas dan panik menjadi satu. Ibu Anisa tidak henti-hentinya berzikir, memohon pertolongan kepada Allah. Bapak Ahmad di rawat di Rumah Sakit Saiful Anwar, keadaan masih belum stabil masih di rawat di ruang ICU. Andira lupa jika Handphonenya mati, Arumi menghampirinya berbisik pada Andira.
“Alfin mau bicara,”
Andira mengangguk, mengambil Handphone milik Arumi, dan langsung berbicara.
“Assalamualaikum, Mas.”
“Waalaikumsalam. Ada apa? Kenapa Handphonenya sampai mati, kamu kenapa dan ada apa sebenarnya?”
“Tidak ada apa-apa Mas, hanya menemani Abah lagi kurang enak badan. Mas sudah makan? Sudah mandi? Hanin menyiapkan semuanya kan untukmu?”
“Aku malas pulang, kali ini aku mau bermalam di kantor,” Jawab Alfin pelan, Andira tahu Alfin lagi sedih.
“Bagaimana tadi makanannya, enak?”
“Iya, kamu memang istri yang luar biasa, meski jauh masih ingat untuk menyiapkan semuanya,”
“Itu Hanin yang masak, aku kasik dia resep masakan kesukaan kamu,”
Alfin diam, tidak ada jawaban lagi, dan Andira tahu kalau Alfin kecewa. Tapi harus terus di paksa biar bisa dekat dengan Hanin.
“Mas, aku tahu, kemauan dan keinginanku membuatmu terluka, maafkan aku.”
“Baik, kamu yang mendekatkan aku dengan Hanin, sampai kamu menjauh seperti ini. Kalau aku tiba-tiba cinta kepada Hanin, jangan salahkan aku. Karena ini mau kamu, assalamualaikum,” Suara Alfin langsung hilang.
Andira menunduk, rasanya sangat berat, tapi kenyataannya memang harus berbagi. Segera Andira menghapus air matanya. Ada yang lebih penting dari kesedihan karena cintanya. Sosok ayah yang berjuang melawan sakitnya.
Andira ingin fokus dulu merawat Abahnya, melihat keadaannya yang belum siuman, membuat khawatir dan cemas sekali.
Arumi melihat Andira jadi iba, apa yang di katakan Alfin kenapa Andira tampak lesu dan tidak bersemangat sama sekali.
“Kamu tidak apa-apa kan?”
“Iya, aku baik-baik saja, hanya kasihan Mas Alfin saja, tapi dia harus belajar menerima kenyataan bahwa Hanin istrinya dan butub waktu berdua untuk mereka.”
“Kamu yakin, kamu baik-baik saja, aku tahu kamu, pasti kamu takut Alfin akan benar-benar mencintai Hanin kan!”
“Ah, tidak. Kalau pun Mas Alfin benar akan mencintai Hanin, mungkin sudah waktunya. Bukankah dia kelapa rumah tangga di dua wanita. Dan Mas Alfin harus adil akan itu.” Jawab Andira tersenyum, meski rasa sakit itu terus merajalela di tubuhnya.
“Arumi, aku kembali ke hotel dulu, kamu temani Andira,” Ujar Arkhan.
“Tidak, kamu jangan pergi sendiri. Bawa Arumi, dia pasti lelah, dan harus istirahat.”
“Tapi, kamu butuh teman,” Ujar Arumi.
“Ada Umik, pergilah.”
“Iya, Nak. Kalian harus istirahat, biar Arumi dan Umik yang disini,”
“Ya sudah, kita hotel dulu, Umik sama Andira jangan lupa makan ya, jaga kesehatan semua yang terjadi adalah taqdir, bersabar Ya, Umik.”
“Iya, Nak. Terimakasih, kalian adalah sahabat Andira yang terus ada, biar pun jauh kalian masih belain untuk datang kesini menemani, Andira.” Ujar Ibu Anisa, kagum dengan apa yang di lakukan Arumi dan Arkhan.
Mereka pergi, untuk beristirahat di hotel, karena jarak kerumah Andira masih lumayan jauh, jadi Arumi dan Arkhan harus istirahat di hotel.
Setelah mereka benar-benar hilang dari pandangan Andira dan Ibu Anisa, Andira kembali duduk di depan ruang ICU.
“Nak, benar kamu baik-baik saja dengan Nak Alfin?” Tanya Ibu Anisa, menatap Andira, dengan tatapan menyelidiki.
Senyum yang terukir di bibir Andira, meyakinkan Ibu Anisa, jika dirinya baik-baik saja.
“Umik, Andira tidak punya masalah, Mas Alfin banyak tugas dari kantor. Dia memaksa mau mengantar Andira, tapi Arumi dan Arkhan tidak izinkan, karena mereka yang janji menjaga Andira, memang Andira tidak jujur sama Mas Alfin, kalau Abah sakit, karena Andira tahu, Mas Alfin banyak sekali pekerjaannya.” Jawab Andira berusaha menutupi semuanya. Dia tahu akan sangat sedih jika Ibu Anisa mendengarnya, lebih baik Andira sembunyikan sampai keadaan membaik.
“Semoga saja benar yang kamu katakan, kalau kamu baik-baik saja,” Ujar Ibu Anisa, masih belum percaya sepenuhnya.
“Ibu ragu sama Andira,”
“Nak, batin seorang ibu dan ayah itu kuat, beberapa hari sebelum Abahmu drop, dia gelisah, dan tidak bisa tidur, pikirannya hanya tertuju sama kamu, karena sering gelisah, akhirnya Abahmu tidak bisa terkontrol dan detak jantungnya tidak stabil, dan drop. Sebelumnya Abah tidak pernah seperti ini. Umik juga terus bermimpi buruk tentang kamu dan Alfin, perasaan Umik cemas, khawatir. Makanya Umik berkesimpulan kamu sedang tidak baik,”
“Alhamdulillah Umik, Andira baik-baik saja, jangan khawatir sama kesehatan Andira dan rumah tangga Andira, doakan saja terus, semoga Allah jauhkan dari hal buru.”
“Amin, tanpa kamu minta, Umik selalu medoakan kamu,” Jawab Ibu Anisa. Ketulusan seorang ibu tidak dapat di ragukan, ikhlas dan selalu mengkhawatirkan keadaan anaknya.
Andira merasa bersalah dengan semua yang di tutupi, tapi Andira ingin membicarakan setelah semua membaik, dan belum siap jika harus bercerita saat keadaan Bapak Ahmad belum baik.
Tidak tahu harus berbuat apa, Andira hanya pasrah dengan yang sudah terjadi, melihat Abahnya terbaring tidak sadarkan diri, membuat Andira belum bisa tenang, dan masih sangat cemas.
Tidak bisa melakukan apa-apa, hanya bisa berdoa untuk kesembuhan Abahnya, begitu juga Ibu Anisa, dia hanya bisa pasrah dan berharap yang terbaik, karena tidak ada yang bisa mencegah keputusan Sang Maha Kuasa, jika sudah berhendak maka kita sebagai hambanya harus ikhlas dan sabar.
“Nak, Umik sampai lupa,”
“Apa Mik?”
“Ini buku tabungan kamu yang Umik simpan, rencana mau Umik antar ke Jakarta, tapi berhubung kamu disini, Umik kasikkan,”
“Inikan, tabungan Andira sebelum menikah Umik, apa masih bisa di pakai?”
“Umik simpan, karena Abah ingin kamu punya Butik, makanya Abah selalu isi saldo buku tabungan kamu, hanya saja Umik tidak tahu berapa sudah saldonya. Abah berharap kamu lanjutkan cita-cita kamu, karena kamu suka desain baju, buat bantu keuangan keluarga kamu nantinya. Sekarang masih belum di rasakan, tapi nanti pasti di rasakan oleh kamu, kebutuhan hidup semakin hari akan semakin meningkat.”
“Tapi Umik lebih membutuhkan ini,” Jawab Andira
“Umik dan Abah sudah ada, itu murni punya kamu Nak.”
“Terimakasih Umik,”
Andira memeluk Ibu Anisa, betapa bahagianya berada di pelukan sang ibu, tidak memikirkan apapun. Terasa tenang dan nyaman.
Tapi jika ingat Alfin, entah Apa yang di lakukan saat ini, membuat Andira khawatir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜
firasat orang tua terhadap anaknya, ikatan batin yg kuat...tak terbayangkan bagaimana sakitnya hati abi dan umi Andira saat tahu anaknya di poligami... sediihhh banget 😥😥
2021-10-22
1
Maya Sumaya
cuma berharap andira kuat menjalani...
meski nanti tidak lagi bersama alfin...
jika ikhlas,, akan ada hal indah nanti bagimu andira..
2021-10-05
2
Tutiks
lanjut lagi upnya
2021-10-05
1