...Menutupi sebuah kebohongan besar, tidak akan menyelesaikan masalah. Tapi akan meenambah sebuah masalah yang lebih besar lagi. Meski kebohongan itu demi kebaikan tetap saja kejujuran adalah hal utama yang harus di utamakan.
...
Ibu Anisa mendekati Andira dan Alfin, yang sedang duduk di kursi teras rumahnya, karena baru sampai dari rumah sakit, Andira dan Alfin memilih menghirup udara sore hari yang sejuk. Tapi, siapa sangka perbincangan antara Alfin dan Andira didengar oleh Ibu Anisa.
“Kalau tadi bahas seseorang yang tinggal dirumah kalian? Siapa yang disana?” Tanya Ibu Anisa penasaran.
“Eh, itu Mik, putri saudara Mama Ani, kebetulan bermalam dirumah, katanya ada pencuri masuk,” Jawab Andira gugup, yang membuat Andira merasa bersalah dengan kebohongan itu.
“Kenapa bisa ada pencuri masuk, bukankah rumah kalian di jaga satpam dan selama ini kalian tidak pernah mengalami hal itu.”
“Kita juga belum tahu Mik, maka dari itu, kita mau selidiki dulu setelah pulang,” Ujar Alfin juga ikut menjelaskan, karena masalah pencurian itu tidak mengada-ngada bagi Alfin dan Andira.
“Kalian harus hati-hati, siapapun yang datang kerumah kalian kalau kalian tidak kenal, jangan sampai kalian ajak masuk, bicara di teras saja. Kecuali maksud dan tujuannya jelas.” Ibu Anisa menasehati Andira dan Alfin.
“Iya, Umik. Kita akan lebih hati-hati, tapi coba nanti kita minta tolong Bapak Mahfud, rumah yang berhadapan dengan rumah kita, kebetulan ada CCTV di pagar depannya. Semoga saja bisa membantu,” Ujar Alfin. Andira tersenyum, dia pun ingaat CCTV di rumah Bapak Mahfud, dan kebetulan Bapak Mahfud orang baik. Tentunya akan membatu Alfin untuk melihat CCTVnya.
“Alhamdulillah, Mas Alfin benar, jadi semua bisa di temukan siapa yang masuk kerumah selama kita tidak ada.”
“Iya, Nak. Kalian harus selidiki, karena Umik takut pencurian ini mengancam keselamatan kalian.”
Tak lama Alex keluar, dia juga ikut bergabung duduk di teras. Dan duduk di kursi sebelah Alfin.
“Bahas apa kak, kelihatannya serius sekali,”
“Ini lex, rumah kakak kamu ada pencuri masuk, dan kebetulan saudara dari Mama Mas Alfinnya yang jagain, Umik jadi khawatir sama Kakak dan Mas mu.”
“Yang di ambil apa saja?” Tanya Alex prihatin
“Mama belum cek semua, tapi pintunya tidak ada yang rusak.”
“Kayaknya pencuriny itu tahu seluk beluk rumah kakak, seharusnya kakak pasang CCTV saja, kedepannya harus lebih hati-hati. Saya rasa pencuri itu tidak mau mencuri, tapi mencari sesuatu tapi entah apa yang di cari.” Ujar Alex, membuat Alfin dan Andira langsung berpikir tentang Hanin.
“Apakah Hanin?” Batin Alfin.
“Apakah pencuri itu teman Hanin?” Batin Andira juga.
Alfin dan Andira sama-sama diam, dia tahu itu tidak mungkin, tap siapa Hanin, dan seperti apa latar belakang keluarga Hanin, keduanya tidak tahu, karena pertemuan itu hanya sebulan ini saja, dan bertemu saat kecelakaan itu terjadi.
Alfin dan Andira tidak bisa berkomentar apapun, menuduh tanpa bukti itu bukan sifat Andira dan Alfin, mereka selalu percaya kepada siapapun, tapi entah kenapa hati mereka secara tiba-tiba, sama-sama memikirkan tentang Hanin. Cukup mereka pendam dalam hati, dan berpikir jika memang benar, semoga Allah yang memberikan jalan dan membuktikan semuanya.
“Kalian kenapa sama-sama diam, apakah ada masalah lain yang sedang menganggu pikiran kalian, saya siap bantu Kak.”
“Gak ada, hanya memikirkan pencurian ini aja,” Jawab Alfin.
“Ini sudah sore, waktunya makan, ayo kak, Mas, kita makan dulu.”
“Iya benar, Umim sudah siapkan di meja,”
“Iya Umik,” Jawab Alfin dan Andira.
Mereka semua masuk, menuju ruang makan, dan makan bersama. Hanya saja kejadian pencurian tidak di bahas lagi, karena tidak ingin bapak Ahmad tahu, dan ikut memikirkannya. Kesehatan Bapak Ahmad jauh lebih penting dari pencurian itu.
Selesai makan, mereka bersiap-siap untuk sholat maghrib berjamaah, karena kesehatan Bapak Ahmad sudah sangat baik, maka Bapak Ahmad menjadi imamnya.
Andira sangat bahagia, begitu juga yang lain, karena melihat kesehatan Bapak Ahmad sudah membaik, tapi Hanin masih belum tenang, sebelum keluarganya tahu, jika Alfin menikah lagi. Andira belum berani untuk jujur, takut hal buruk menimpa Bapak Ahmad, saar ini Andira hanya bisa berdoa yang terbaik untuk kesembuhan Abahnya. Dan di mudahkan saat memberitahukan semua masalah keluarganya. Berharap Bapak Ahmad akan membaik dan menerima semua yang terjadi. Setelah selesai sholat, Andira langsung mencuci piring, membantu Ibu Siti, pembantu yang datang saat di butuhkan, karenaa Ibu Anisa masih sering mengerjakan sendiri, dan jika lelah baru memanggil Ibu Siti untuk mengurus rumah dan menyiapkan makan.
“Bik Siti kalau sudah selesai boleh pulang dulu,” kata Andira
“Iya, Nak Dira,”
“Jangan lupa sayur dan lauknya di bawa ya bik,”
“Iya, Nak, terimakasih sudah baik sama Bibik. Nak dira tidak mau mampir kerumah?”
“Insyaallah kalau sempat Bik, besok lusa saya sudah kembali,”
“Iya sudah, karena Bibik sudah selesai, Bibik pamit dulu ya.”
“Iya, bibik hati-hati ya.”
Ibu Siti mengangguk. Setelah mengucap salam, bik siti langsung pergi. Andira menutup pintu belakangnya. Kemudian pergi menuju ke kamarnya. Terlihat Alfin duduk di jendela dengan pandangan lurus ke luar sana, mungkin menikmati bulan purnama yang kebetulan bulan purnama bersinar terang.
“Mas, kenapa melamun.” Panggilan Andira membuat Alfin terkejut.
“Eh, sayang.”
“Kaget ya?”
“Tidak, sudah selesai bersih-bersihnya?”
“Sudah, Bik siti juga udah pulang,”
“Kamu istirahat dulu sana, nanti kita sholat isyaknya malam aja.”
“Mas Alfin juga ikut istirahat yuk.”
“Belum ngantuk,”
“Ada yang di pikirin?”
“Kebohongan kita, aku memikirkan kebohongan kita sayang,”
“Aku juga Mas, apapun resikonya kita harus jelaskan kepada Abah dan Umik.”
“Iya setelah Abah benar-benar pulih,” Jawab Alfin.
Alfin merangkul tubuh mungil Andira, mencium pipinya.
“Semoga aku kuat dengan perjalanan hidup kita Mas,”
“Amin, dan semoga kamu selalu percaya akan besarnya cintaku, apapun yang terjadi, hanya kamu yang aku butuhkan untuk menguatkan aku dalam menghadapi pernikahan ini. Aku tanpa kamu, tidak kan mampu berbuat apa-apa.” Ucapan Alfin membuat luluh Andira. Mata yang sudah berkaca-kaca, seakaan siap pecah dan tumpah air mataanya.
Andira tahu Alfin sangat mencintainya, tapi Andira tidak tahu jika Alfin tidak pernah melakukan apapun bersama Hanin. Dan Andira tidak mungkin menuntut banyak akan kejujuran Alfin. Seandainya itu benar, Hanin punya hak atas diri Alfin.
Handphone Alfin berdering, mereka berdua sama-sama menoleh, Alfin melepas pelukannya, mengambil Handphonenya.
Melihat layar Handphonenya kemudia melihat kearah Andira, ada wajah lesu tapi Andira mengangguk bertanda setuju jika Alfin menerima panggilannya itu. Senyumnya tulus sekali, Alfin semakin tidak tega melihat keikhlasan Andira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Yuli Wirnawan
semoga aj sisi tivi bisa melihat siapa pencuri itu
2021-10-10
0
Mesra Jenahara
moga ntar saat mereka melihat cctv itu..terlihat jelas apa yg terjadi..
2021-10-10
0