Sabtu sore, Fella sedang asyik memainkan gitarnya dengan penuh kebahagiaan, hingga sebuah suara pintu terbuka, menghentikan petikan gitarnya.
"Aya." Merry menepuk pundak Fella pelan.
Fella sedikit terkejut, gadis itu langsung menoleh, senyumnya menguar saat melihat Merry sudah berdiri di belakangnya.
"Iya. Bunda, ada apa?" tanyanya dengan suara pelan. Ia segera menurunkan gitarnya dan menaruh di sisi sofa.
Merry mengembangkan senyumnya, sebelum berbicara ke inti masalah. "Bunda, mau ngomong serius ni, sayang. Aya dengerin ya."
Fella mengangkat satu alisnya. Saat melihat ekspresi Merry yang sedikit berbeda dari biasanya. "Duduk sini bun, biar ngomongnya lebih enakan. Bunda kelihatan tegang gitu mau ngomong serius aja." ucapnya seraya. menepuk-nepuk sofa yang ada di sampingnya.
Merry menyambutnya dengan senang hati.
"Bunda, mau ngomong serius apaan, sih? Sampai tegang gitu mukanya." ledek Fella di iringi dengan senyum simpul.
"E-em-mm..gini sayang, Bunda nggak mau bosa-basi, mau ke intinya aja. Dulu Bunda kan dulu pas masih SMA punya sahabat. Nah, besok malam sahabat Bunda mau main ke rumah".
"Ya... terus, hubungannya sama Aya, apa Bun?" tanyanya seraya meminum softdrink yang ada di depannya.
"Nah... ini pointnya sayang, dulu Bunda sama sahabat Bunda, punya janji mau jodohin kamu sama anak sahabat Bunda, kalau kalian udah besar nanti. Nah, sekarang dia nagih janjinya ke Bunda, sayang." dengan nada sedikit mengagetkan, Merry segera memasang ekspresi memelas-nya, sambil mengerucutkan bibirnya, ia pura-pura sedih setelah mengucapkan hal tersebut.
Fella yang masih meminum softdrink-nya sontak tersedak, setelah mendengar ucapan Merry yang sangat tiba-tiba itu.
"Uhuk.... uhuk......Apa-apaan sih Bunda. Aya nggak mau lah Bun, emang sekarang zamannya siti nurbaya apa? Main jodoh-jodohin gitu aja. Aya kan juga pengen nyari kebebasan." Fella memasang wajah masamnya, sambil mengelus-elus dadanya karena tersedak tadi membuatnya agak kesakitan.
"Aduh, sayang. Pelan-pelan dong minumnya, maksud Bunda gini sayang, kamu temuin dulu orangnya, nanti kalau cocok, lanjut. Kalau enggak, terserah kamu." wanita setengah baya itu langsung memegangi bahu Fella dan mengusap-usapnya pelan.
"Ya ampun bun. Aya tetep harus ketemu sama anak temennya Bunda. Maksa dong ini namanya! Tetep nggak ada pilihan." keluhnya dengan kaki menghentak-hentak.
"Bunda nggak maksa, cuma Bunda pengan aja, ada muka di depan sahabat Bunda. Takutnya, di kirain Bunda ingkari janji. Please ya sayang bantu Bunda, lah. Sekali aja!" kata Merry memohon.
Dengan terpaksa Fella mengangguk, padahal hatinya tak rela. "Terserah Bunda
aja. Aya pasrah." ucapnya dengan nada yang paling rendah, seraya menyandarkan punggungnya ke sofa. Terlihat ekspresi wajahnya yang terlihat masam.
"Nah, ini baru anak Bunda, nurut. Besok malam, Bunda dandani kamu yang cantik ya sayang, biar nggak bikin malu." Merry menepuk-nepuk kaki anaknya sebelum pergi.
Fella menarik bibir atasnya. "Siapa yang bikin malu. Orang udah cantik dari lahir juga, kalau nggak cantik mana mau Arska sama aku bun!" gerutunya.
Merry hanya terkekeh, wanita itu membelai rambut Fella dengan lembut. Entah mengapa ia sedikit lega mendengar anaknya itu cukup terbuka terhadap dirinya.
...~Cinta Untuk Fella~...
Minggu sore menjelang malam, keluarga Fella sibuk menyiapkan menu yang akan di hidangkan kepada tamu sepesial-nya, Fella yang sejak tadi pagi di sibukkan dengan dress-dress yang akan di pakainya, serta make-up yang akan menghiasi wajah cantiknya, membuat gadis itu belajar extra sabar menghadapi Bundanya yang memang ribet kalau urusan dandan.
Merry tergolong wanita karir yang memang mandiri sejak muda, tak heran, jika masalah urusan dandan ia selalu ribet. Wanita itu, ingin sekali melihat anaknya tampil lebih cantik dari biasanya, agar siapa pun laki-laki yang melihatnya langsung jatuh hati kepadanya.
"Bun, ini emangnya nggak terlalu berlebihan ya?" keluh Fella sambil memegangi wajahnya dan membolak-balikan wajahnya di depan kaca.
Merry tersenyum simpul, seraya memegangi bahu anaknya. "Sama sekali enggak sayang, kamu cantik banget hari ini." puji Merry.
"Tapi, Aya nggak PD bun. Aya nggak pernah Make-upan selama ini, takutnya nanti pada ngetawain Aya." ucapnya sambil melihat ke arah Merry.
"Percaya, sama Bunda, kamu cantik banget...."
"Percaya tuh, sama Allah bun, kalau sama Bunda itu musyrik namanya, tapi ni ya, bun....." belom sempat melanjutkan ucapannya, Merry terlebih dahulu memotong perkataan Fella.
"Iya... iya.. percaya sama Allah, kalau sama Bunda emang musyrik, dan satu hal lagi yang perlu kamu tau, Ay. Jangan sekali-kali meragukan keterampilan memoles dari tangan Bunda ini, ya! Bunda tuh udah handal kalau soal make-up, me make-up." jari-jari Merry menari-nari di depan wajah Fella. Wanita itu memamerkan jarinya-jarinya yang memang lentik dan indah itu. Seraya jari telunjuknya Merry, di arahkan-nya ke kening Fella dan menyentil-nya pelan.
"Aw, sakit bun. Iya, iya. Aya percaya kok sama Bunda, Aya enggak meragukan kemampuan make-up Bunda kok!" kayanya dengan tangan sebah kiri mengusap-usap keningnya dan langsung memeluk pinggang Merry dengan erat. "Bun, kalau Aya nggak suka, Aya boleh kan batalin pertunangan ini." ucapnya memasang muka memelas.
"Tapi... Bunda berharapan, kamu suka sama orangnya sayang." wanita itu mengusap-usap pucuk rambut Fella.
"Tapi....Aya udah terlanjur suka sama Arska bun." katanya dengan bibir mengerucut.
Merry tersenyum puas mendengar ucapan itu keluar dari mulut bibir anaknya. "Ya... udah, kalau itu mau kamu, Bunda nggak maksa, yang penting kamu bahagia, Bunda juga ikut bahagia." imbuhnya.
"Makasih ya bun, udah mau ngertiin perasaan Aya, Bunda emang the best, deh." Fella semakin mempererat pelukannya. Tak berselang lama, suara ketukan pintu pun, mulai terdengar.
Tok... Tok... Tok...Tok...
"Sayang, cepetan turun, tamunya udah pada nungguin di bawah sayang..." ucap Angga membuka pintu.
Fella membuang napas sembarang, sebelum melepaskan pelukannya dari pinggang Merry. Sedangkan Merry justru tersenyum. "Buruan turun Ay, udah di tungguin, enggak enak kan, kalau mereka nungguin kita terlalu lama." ucap Merry pelan dan segera menghampiri suaminya.
Angga masih mematung di depan kamar, ia tak berkedip sedikit pun saat melihat penampilan putrinya. Lelaki itu terpesona dengan kecantikan putri semata wayangnya itu. Namun, dengan segera Angga tersadar dari lamunan dan langsung menggoda Fella. "Anak Ayah, kenapa cantik banget, sih. Ayah kan jadi cemburu, kalau Aya jadi milik orang lain." tutur Angga.
"Cemburu apanya sih ayah." Fella berdiri seraya berjalan mendekati Angga.
"Cemburu, kalau suatu saat nanti, ada laki-laki selain Ayah yang akan kamu cintai sayang." ucap Angga seraya merenggangkan tangannya, agar Fella dapat dengan mudah memeluk tubuh lelaki setengah baya itu.
Fella mengerucutkan bibirnya, dan segera mendaratkan tubuhnya yang ramping kedalam pelukan Angga.
"Aya akan tetap sayang sama Ayah. Apa pun yang terjadi." gadis itu mendaratkan sebuah ciuman di pipi kiri Angga.
"Sayangnya cuma sama Ayah, aja. Bunda nggak di sayang, ni." timbrung Merry cemberut.
"Aya, juga sayang sama Bunda. Aya, sayang Ayah sama Bunda." ucapnya sambil menarik tangan sang Bunda.
Cukup lama mereka berpelukan, hingga Angga dengan segera melepaskan pelukannya. "Anak Ayah bener-bener udah gede, cantik lagi." pujinya sekali lagi.
"Makasih Ayah." ucapnya seraya mencium pipi Angga yang sebelah kanan.
"Wajar lah. Aya cantik, siapa dulu Bundanya." Merry berbangga diri.
"Iya, iya, sayang kamu juga cantik." puji Angga yang langsung mencium kening Merry.
Selesai mengobrol cukup lama, mereka bertiga langsung menuruni anak tangga. Sampai di ruang tamu Fella tak langsung membuka suara, ia sibuk memperhatikan ke arah laki-laki berjas putih di balik pintu, yang sedang mengobrol dengan seseorang. Di depannya, ia hanya melihat sepasang orang tua, yang sedikit lebih tua, bisa di bilang seusia nenek dan kakeknya, segera ia menyapanya.
"Malem, Kek, Nek." ucapnya sopan dan seraya mencium tangan kedua orang tua tersebut, sebelum akhirnya Fella duduk di hadapan mereka.
"Subhanallah, anak kamu cantik sekali Angga." puji pria paruh baya itu sebut saja Rehan.
"Bener, anak kamu sungguh cantik, secantik istri mu, cucu saya pasti suka, dengan anak kamu ini Angga." lanjut wanita paruh baya yang ada di sebelahnya sebut saja Rani.
"Terimakasih pujiannya Kek, Nek." Fella tersenyum simpul.
"Terimakasih untuk pujian, Anda tuan Aregan dan nyonya Aregan, saya sangat tersanjun." lanjut Angga.
Kedua orang tua Fella, sibuk berbicara dengan kedua orang tua paruh baya itu. Namun, mata Fella lagi-lagi di sibukkan dengan memandangi punggung laki-laki berjas putih itu, rasa penasarannya semakin timbul bahkan jantungnya mulai berdebar tak karuan. Tanpa sadar sepasang mata sibuk memperhatikannya.
"Fella... boleh Nenek, minta tolong," ucapan Rani, membuat Fella sedikit terkejut.
"Ah.... e-emmm. Iy-a Nek, b-oleh, Ne-nek mau minta tolong apa?" tanyanya dengan nada bicara sedikit gugup.
"Tolong, kamu panggil calon tunangan kamu kesini." perintahnya.
Fella melongo sesaat, ia terkejut dengan kata-kata calon tunangannya. 'Calon tunangan, apanya yang calon tunangan, kenal aja enggak! Duh ngeselin banget,' batin Fella menelan saliva-nya.
"Ia sayang, sekalian kita makan malam bareng, kasian dari tadi mereka di luar, nggak di persilahkan masuk." tambah Merry.
Gadis itu menoleh ke arah Merry, sesaat sebelum akhirnya berdiri. Dengan berat hati ia melangkahkan kakinya. Namun, rasa penasarannya semakin menjadi. Ketika sampai di depan pintu debaran jantungnya semakin tak terkontrol, bahkan Fella sedikit ragu, saat hendak menepuk bahu laki-laki berjas putih itu, tapi sebuah suara menghentikan niatnya.
"Subhanallah Cantika. Tante sampai pangling sama kamu, saking cantiknya." wanita itu langsung memeluk tubuh Fella.
Fella mematung sesaat, ia terkejut karena keluarga Arska yang datang untuk melamarnya.
"T-tante.V-violla, P-pak Hendry." ucapnya gugup.
Violla melepaskan pelukannya, ia tersenyum lega setelah melihat Fella. Arska tak berkedip sedetik pun, ia terpesona dengan kecantikan sang pujaan hatinya. Gadis itu saat ini memakai dress berwarna putih, yang senada dengan jas yang ia kenakan saat ini. Dress tanpa lengan, dengan panjang selutut dan rambut yang di urai ikal, make-up yang tipis, membuatnya seperti bidadari sungguhan.
Sesekali Fella melirik ke arah Arska, Violla yang melihat sikap Fella yang canggung langsung menepuk bahu Arska pelan. "Udah dong Ka, liatinya. Cantika sampai canggung gitu."
"A-hhh.. iy-a ma. Fella cantik banget." ucap Arska gugup.
Fella tersenyum sesaat, kemudian gadis itu mengajak Arska dan kedua orang tuanya untuk makan malam bersama. Kedua keluarga itu sibuk membicarakan taggal dan hari pertunangan yang tepat untuk Fella dan Arska. Mereka sepakat, kelak Fella lulus SMA mereka akan meresmikan pertunangannya, agar tidak menganggu sekolah mereka berdua. Fella dan Arska saling bertukar pandang. Rasa bahagia terlihat jelas dari wajah mereka. Pukul 21.30 keluarga Arska berpamitan untuk pulang terlebih dahulu, tetapi Arska belum rela jika berpisah dengan Fella begitu cepat. Arska meminta izin agar pulang belakangan.
...~Cinta Untuk Fella~...
Di halaman belakang, mereka duduk di kursi panjang sambil melihat bintang- bintang di langit, belom ada yang berani membuka suara untuk mengobrol. Sampai Fella memberanikan diri untuk membuka sebuah percakapan.
"Kenapa nggak ikutan pulang tadi?" tanyanya memecah keheningan.
"Aku, belom ikhlas, ninggalin tunangan aku sendirian, masih rindu." ucapnya seraya memalingkan wajahnya, dan memandang kearah Fella.
Wajah Fella memerah, gadis itu terlihat salah tingkah dengan tatapan Arska yang seperti itu. Dengan segera, Fella pun memalingkannya, senyum simpul menghiasi bibir mungil yang sejak tadi tak bisa untuk tidak tersenyum.
"Malam ini kamu cantik banget, Ay. Sampai aku nggak bisa ngalihin pandangan aku dari kamu, walaupun cuma sedetik." ucapnya seraya meraih kedua tangan Fella.
Fella menoleh, mata bulat coklat miliknya bertemu dengan mata hazel milik Arska. "Manggilnya aku, kamu ya sekarang." ucap Fella sedikit menggoda.
Arska tersenyum, ia mengusap-usap pucuk rambut Fella karena gemas. "Ya kan kita udah tunangan."
"Belom resmi!"
"Ya udah, kita resmi in."
"Nunggu lulus SMA."
"Nggak perlu, kelamaan. Entar banyak yang lirik kamu, aku makin cemburu."
Lelaki itu segera mengeluarkan kotak dari saku jasnya, ia segera membuka kotak tersebut. "Sebarnya aku udah nyiapin ini. Tapi, berhubung belom bisa diresmiin sekarang, karena Tante sama Om mintanya sehabis kamu lulus SMA. Dari pada nggak kepakai ini buat kamu," ucap Arska seraya meraih tangan Fella, lelaki itu langsung memakaikan cincin di jari manis gadis tersebut.
Fella sedikit terkejut dengan tindakan Arska. Namun, ia melakukan hal yang sama. Fella langsung mengambil cincin yang satunya lagi, dan memasangkan cincin tersebut di jari manis Arska. Mereka saling menatap cukup lama.
"A-aku n-nggak nyangka, kalau kamu yang bakalan jadi tunangan aku." suara Fella terdengar sedikit gugup.
"Aku lebih nggak nyangka. Mama tiba-tiba nyuruh aku buat tunangan, tapi aku nggak tau calon aku siapa sebelumnya. Awalnya aku nolak, tapi Mama tetap maksa. Dan Mama bilang kalau itu kamu. Makanya, aku langsung cari cincin dari hasil kerja keras aku." Arska menggenggam kotak yang masih ada di tangannya itu, lelaki itu melihat ke arah kotak tersebut. "Akhirnya, kita benar-benar berjodoh." lanjutnya, seraya meraih kedua tangan Fella dan menggenggamnya dengan sangat erat, mata hazelnya kini menatap lurus kearah gadis pujaannya tersebut.
"Terus kenapa Clara nggak ikut?" tanya Fella menyelidik.
"Hemmm.... Clara ngambek, dia kekeh, nggak mau ikut, dia nggak tau aja kalau yang jadi tunangan kakaknya gadis yang selama ini dia sukai. Aku sama Mama sengaja nggak mau ngasih tau, takut Clara heboh sendiri."
Fella kembali mengembangkan senyumnya, ia bersyukur. Karena cowok yang ada di hadapannya sekarang adalah tunangannya, awalnya dia cuma ngomong ngawur, tapi sekarang menjadi kenyataan. Malam semakin larut, dingin semakin terasa menusuk kedalam tulang rusuk, Arska sesekali melirik ke samping, ia menyadari kalau gadis yang ada di sampingnya sedang kedinginan. Arska segera melepas jas yang masih melekat di tubuhnya, dan meletakan jasnya tersebut di kedua pundak Fella, agar gadis itu tak kedinginan lagi.
"Kalau masuk angin, bisa kena omel Tante sama Om." ucapnya seraya merapikan jasnya itu, agar Fella merasa lebih hangat.
Fella terkejut, jantungnya mulai berdesir kembali, ketika Arska berjarak sangat dekat dengannya. "E-hem, hemm pulang sana. Udah malem, besok masih sekolah kan." ucap Fella mencoba mengalihkan pandangan Arska.
"Iya aku pulang ni, tapi jangan kangen, ya." ucapnya sambil mengusap-usap pucuk rambut Fella.
Fella sekilas melirik ke arah Arska, wajah tampan lelaki tersebut sangat jelas terlihat di hadapannya saat ini.
"Jangan lirik-lirik terus, aku emang ganteng, awas kalau nanti makin sayang, loh." goda Asrka diiringi senyum.
Ucapan Arska berhasil membuat wajah Fella memerah, Fella mengerucutkan bibirnya, ia kesal dengan sikap Arska yang terus menggodanya. Bahkan jantungnya tak bisa memungkiri, saat lelaki itu mendekat otomatis jantungnya semakin cepat ketika berdetak.
"Besok aku jemput ya, boleh kan." tawar Arska.
"Nggak, mau!" sery Fella sambil melipat ke dua tangannya dan menaruhnya di depan dada.
"Kenapa? Aku kan udah jadi tunangan kamu sekarang, masak nggak boleh nganterin tunangan sendiri." jelas Arska.
"Besok seisi sekolahan, jadi heboh... gara-gara ngeliat kamu."
"Bilang aja, kamu cemburu, sayang. Pakai alasan segala." kata Arska sambil mencubit pipi Fella.
"Aw.... sakit tau, tanggung jawab kalau pipi aku bengkak! Lagian, aku wajar lah cemburu, kamu kan udah jadi milik aku!" seru Fella sambil mengelus-elus.
Arska terkekeh mendengar pengakuan polos dari mulut bibir gadis itu. "Duh.... sayang, kasihan banget sih, sini aku cium biar nggak bengkak. Kan kata mu tadi aku udah jadi milik kamu!" Arska memajukan bibirnya menggoda kembali gadis yang ada di sebelahnya itu.
Fella menghalangi dengan tangan kanannya, agar Arska tak semakin mendekat. Merasa gemas dengan tindakan Fella, Arska beralih mengacak-acak rambut gadis itu. Ia semakin tertawa melihat gadis yang ada di depannya saat ini berekspresi cemberut.
"Ih, modus! Itu maunya kamu, udah sana pulang, aku mau tidur!" sambil merapikan rambutnya.
"Iya... udah, aku pulang, jangan lupa mimpin aku ya, sayang." senyum menggoda muncul lagi dari bibir Arska. Arska yang akan beranjak dari tempat duduknya, tiba-tiba terhenti, karena sebuah kecupan manis di pipi sebelah kanannya terasa hangat dan membuat jantungnya serasa bergemuruh.
Fella dengan cepat berlari dan melambaikan tangannya. "Hati-hati pulangnya, nggak usah ngebut-ngebut, sayang. Besok kita ketemu lagi." ucapnya Fella tersenyum. Gadis itu menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan segera masuk ke dalam rumah. Arska mematung sambil memegangi pipinya, hatinya seakan meledak saking bahagianya, akhirnya usahanya selama ini nggak sia-sia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
IchaLove
Nah, loh malah langsung tunangan😃😃
2022-04-16
0
nunu
baik" ya kalian sebagai kekasih baru 🥰🥰
2022-01-06
1
nunu
Akhirnya mereka tunangan jangan ada pelakor ya 😇😇
2022-01-06
1