Episode 17

"Ibu!" Teriak gadis kecil berusia 7 tahun berlari menghampiri wanita yang dipanggil ibu. Wanita itu menoleh tersenyum lembut. Wanita itu terdiam matanya nampak sayu tubuhnya sangat lemah.

"Ibu! Ibu!" Gadis itu terus memanggilnya. Wanita itu membentangkan tangannya membiarkan gadis itu berlari ke dalam pelukannya.

Napas gadis itu tersengal. Sudah separuh jalan dia berlari tapi tak bisa menggapai pelukan ibunya.

"Ibu!" Tangis nya mulai pecah perlahan bayangan ibunya menghilang. Gelap itulah yang dirasakan gadis itu.

"Kau disini?" Suara bisikan terdengar lembut. Gadis itu mengedarkan pandangan mencari asal suara. "Kau tak perlu mencariku. Aku akan menemui nanti saat kau sudah siap."

Sunyi senyap tak lagi suara itu terdengar. Hanya kesepian yang datang menghampiri hatinya. Dia meringkuk sendirian dengan derai air mata.

Namun,uluran tangan membuatnya mendongak meski wajahnya samar. Gadis itu tersenyum menerima uluran tangan yang membawanya keluar dari kegelapan.

.....

Aku terbangun dari mimpi yang aneh. Napas ku tersengal dadaku masih terasa sakit. Aku menarik napas menghembuskannya perlahan.

Aku menoleh melihat Do Jian tertidur di dekatku. Do Jian sepertinya menjagaku. Aku menyesal sudah melakukannya. Pasti dia merasa kesakitan.

Aku beranjak bangkit membuka tirai jendela. Ternyata, hari sudah malam bintang bertebaran dan bulan bersinar terang. Aku tersenyum getir.

Bulan sabit terlihat bercahaya terang. Sebentar lagi, aku akan berubah menjadi vampir. Apakah saat itu aku akan berubah menjadi buas atau justru sebaliknya.

Aku menghela napas suara desiran angin malam berbisik di telingaku. Aku memejamkan mata menikmati semilir angin yang dingin.

"Putri,anda sudah bangun?" Aku membuka mata menoleh. Do Jian terlihat kelelahan. "Maaf." Ucapku lirih Do Jian terdiam.

"Maafkan aku yang sudah menyeret mu dalam masalah ini." Ujarku lembut. "Putri,ini semua bukan salah putri. Ini semua salah.." Aku menggeleng.

"Sudahlah, Do Jian." Aku beranjak duduk di dekatnya mengambil air putih di meja, meneguk nya perlahan.

"Saat bulan purnama tinggalkan aku sendiri." Kataku menatap manik mata safirnya. Warna biru kemilau sangat cocok dengan hanfunya yang biru.

"Tapi,apakah putri.." Aku menggeleng. "Aku akan baik baik saja. Dan ini adalah perintah." Do Jian hanya menganggukkan kepala. "Do Jian aku harus pergi ada urusan yang harus diselesaikan." Aku langsung menghilang.

...

Siangnya aku sudah bersiap dan melakukan seleksi pemilihan prajurit yang akan ikut perang. "Tuan,ada seseorang yang mencari anda dari semalam."

Aku mengerutkan dahi. "Siapa?" Yuen menelan ludah. "Tuan Do Weiheng ingin bertemu dengan anda."

Aku menepuk jidat pelan kemudian menggelengkan kepala. "Kalau begitu suruh dia kemari." Yuen membungkuk kemudian pergi.

Seluruh pemuda dari ibukota dan desa berkumpul disini. Aku sangat takjub akan bakat mereka dan juga ambisi. Beberapa dari mereka takjub melihat ku. Aku hanya menyunggingkan senyum.

Beberapa dayang bahkan tak jemu jemu tersenyum padaku. Aku menghela napas pasti ini rasanya jadi pria yang terkenal.

"Tuan,anda harus memberikan beberapa patah kata untuk pemilihan prajurit yang akan maju." Bisik dayang Han aku mengangguk berdiri.

"Selamat datang kepada teman teman sekalian. Saya ucapkan terima kasih telah ikut berpatisipasi." Aku menarik napas semua terdiam.

"Saya akan langsung ke inti nya. Mengenai perang kali ini kita bukan melawan manusia seperti pada umumnya. Apakah kalian tau siapa yang akan kita hadapi?"

Mereka saling tatap kemudian mangut mangut. "Saya katakan kalau kita akan menghadapi vampir. Jadi,siapapun dari kalian pasti tau resiko yang akan dihadapi. Untuk itu saya ingin kalian tetap mempertahankan semangat dan kerja keras kalian."

Aku menatap mereka semua ada yang takut ada yang berani juga ada yang ragu dengan keputusannya. "Saya tidak memaksa kalian ikut. Jika,ada yang tidak sanggup silakan keluar dari sini." Aku menunjuk pintu yang ada disebelah kanan peserta.

Namun,semuanya justru tak ada yang keluar. "Saya senang kalian mau mempertahankan tanah kelahiran kalian dengan semangat yang begitu besar. Lalu, bagaimana apa masih ada yang ragu?"

"TIDAK!" Jawab mereka keras membuat aku semakin bersemangat. "HIDUP QIA LIAN DO!" Teriakku lantang seraya mengepalkan tangan diudara.

Diikuti yang lain yang berteriak tak kalah kencang. "HIDUP QIA LIAN DO!" Kami terdiam suara yang tak asing muncul dari pintu.

Dia berdiri dengan bersedekap seolah tak ada masalah. Pedang yang terselempang di pinggangnya dihanfunya.

Sepertinya,selama aku pergi dia belajar banyak. "Kenapa kalian semua diam?" Tanya nya dengan raut polos yang membuat ku selalu tersenyum.

"Yang mulia putra mahkota." Mereka bersujud diiringi tangis haru. Aku mendesah Do Jian masih mempunyai pengaruh di Qian Lian Do.

"Ei,kalian tidak perlu memanggilku begitu. Sekarang aku bukan lagi putra mahkota. Panggil aku Do Jian. Itu lebih membuatku nyaman." Dia melirikku dengan tajam mereka bangkit saling lirik.

"Hormat kepada panglima tertinggi kekaisaran Wang Jian Li." Dia membungkuk menarik ujung bibirnya tersenyum sinis.

Aku menopang dagu. "Kalian semua boleh keluar." Perlahan, meski berat mereka akhirnya mau tak mau meninggalkan kami berdua.

"Ya ampun sekarang kamu jadi panglima tidak kusanga pangkat mu bisa secepat itu melecit." Ejeknya aku mengepalkan tangan.

"Apa mau mu?" Tanyaku Do Jian mengangkat bahu. "Aku hanya melaksanakan perintah dari yang mulia putri Li Shuwang. Katanya, aku disuruh bantu kamu."

Aku tersenyum lebar menunjukan deretan gigiku yang putih. "Jadi,sekarang kamu sudah menggunakan pedang? Kemana sihir rantaimu itu, hah!" Kali ini Do Jian naik pitam dia sepertinya tidak senang di ledek.

Aku tertawa pelan. "Lihatlah dirimu bahkan menggunakan sihir saja tidak benar. Bagaimana pula caramu menggunakan taring (dalam artian pedang) ?"

Do Jian menarik pedangnya kali ini dia sepertinya akan mengajakku bertarung. "Hah,jangan kamu pikir hanya kamu dewa perang lihatlah diriku pasti akan mengalahkanmu." Ujarnya seraya berdecih aku menaikkan alis mataku.

Yuen yang menyaksikan hanya termangu tak percaya. Aku tau pertemuan ku dengan Do Weiheng harus ditunda untuk meladeni Do Jian.

"Yuen,katakan pada Do Weiheng untuk menunggu." Yuen mengangguk lalu melangkah pergi sedangkan Do Jian nampak gusar melihat aku berbuat sekena nya pada adik kekasihnya.

"Kenapa kamu tak terima kalau sekarang dia adalah dayang pribadiku." Aku mengeluarkan pedang yong jian. "Kamu.. Aku akan membalasmu lihat saja nanti."

Do Jian merangsek maju aku tersenyum. Dia mengayunkan pedangnya ke depanku membuat aku harus membuat tameng.

TRANG ! TRANG!

Suara gesekan pedang terdengar beberapa orang mundur di tepi. Aku tetap dalam posisi bertahan. Membiarkan pedangnya menyerang pedangku.

Aku memukul perutnya membuat nya mundur dengan sekali ayunan aku mengarahkan serangan di lengan kirinya.

Sabetan luka langsung terlihat Do Jian meringis. "Sialan kamu!" Teriaknya keras.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!