Lampu ibukota menyala berkilauan, menghiasi malam yang gelap. Sayang, langit sepertinya muram, bahkan suara petir terdengar bersahut-sahutan. Tapi itu semua tidak menyurutkan keberanian Kia.
Kia berlari seperti anak kecil menjauhi Aslan. Berusaha segera mendapatkan taksi agar bisa selamat dari intaian Aslan.
Entah kenapa Ayah dan Ibu Ipang itu seperti anak kecil. Padahal kan mereka bisa bicara baik-baik, duduk berdampingan menjadi orang tua yang lengkap buat Ipang.
Melihat Kia berusaha kabur darinya, Aslan dengan sigap mengejar Kia, Aslan tidak ingin kehilangan orang yang selama ini dia cari. Tapi Kia berhasil bersembunyi di balik pagar sambil menunggu taxi, sehingga Aslan tidak melihatnya.
"Haisssh kemana perempuan itu? Siapa yang mau memesanya lagi? Gue kan cuma mau nolongin dia, benar-benar tidak mudah ditebak dia" batin Aslan membungkukan badanya dan ngos-ngosan.
Angin berhembus kencang, hawa dingin menjalar ke tubuh para manusia yang terjaga di luar ruangan malam itu. Tidak terkecuali Aslan dan Kia.
Tetesan air hujan kemudian turun tanpa permisi. Aslan menengadahkan pandanganya ke langit yang hitam, lalu membuka telapak tanganya membiarkan hujan memenuhi tanganya.
"Dia pasti kehujanan dan masih di sekitar sini" gumam Aslan mengusap hujan.
Aslan kemudian menuju ke mobilnya yang terparkir di halaman kantor. Saat Aslan berjalan, Aslan mendengar satpam di dekat pagar menegur seseorang.
"Nyonya ngapain di situ! Hujan Nyonya, berteduhlah!" ucap satpam memergoki Kia bersembunyi di balik pagar, di antara tiang lampu dan tempat sampah.
"Ssssttt" ucap Kia menegur satpam agar tidak menyapanya.
"Ck. Haha"
Aslan bedecak sambil menggelengkan kepalanya, setelah memastikan itu Kia. Akhirnya main petak umpetnya berakhir juga.
Kemudian Aslan masuk ke mobil dan menyalakan mesin mobilnya. Aslan melajukan mobilnya menuju ke pos satpam dan berhenti tepat di depan Kia.
Kia tampak meringkuk kehujanan di balik Tiang. Aslan membuka kaca mobilnya dan menyapa Kia.
"Masuk!"
"Tidak mau!"
"Keras kepala sekali" cibir Aslan ke Kia. Kia kemudian memalingkan pandangan dari Aslan.
"Masuklah cepat! Hujannya deras. Jangan seperti Ipang, Ipang saja tidak sepertimu!" ucap Aslan lagi merayu Kia.
"Aku bisa pulang sendiri, aku sudah memesan taxi" jawab Kia keras kepala.
"Ck. Harus dipaksa ya?" tanya Aslan lagi.
Tiba-tiba langit yang hitam tampak terang sekilas oleh kilatan petir. Hujan semakin deras, angin semakin kencang dan "thep" listrik padam seketika.
Aslan kemudian turun dan menyeret Kia masuk ke mobilnya.
"Apa sih kasar banget!" ucap Kia di tengah kegelapan.
"Kamu jangan bodoh ya! Tidak bisa dipercaya anakku dibesarkan ibu bodoh sepertimu!" omel Aslan kasar sambil menyalakan setir mobil.
"Apa kamu bilang? Aku bodoh? Hoh. Kasar sekai bicaramu Tuan Aslan"
"Lantas apa namanya kalau bukan bodoh? Aku berniat baik mengantarmu? Liat kan bajumu basah begini? Ck, memancingku saja" ucap Aslan.
Aslan melirik ke Kia, baju Kia basah kuyup. Meski panjang, baju Kia menjadi press body dan menampakan lekuk tubuhnya. Tentu saja membangunkan junior Aslan apalagi suasananya hujan dan dingin.
Mendengar ucapan Aslan. Kia yang otaknya sudah bersuudzon dengan Aslan, semakin suudzon lagi. Kia langsung mendekap tubuhnya sendiri.
"Apa kamu bilang? Memancing?" tanya Kia kasar.
"Ya kamu memancingku untuk marah-marah. Nggak usah GR kamu!" jawab Aslan mengalihkan pembicaraan dan menahan diri.
"Hoh" Kia menghela nafasnya kesal dan malu.
"Mati lampu, beritahu dimana tempatmu tinggal. Aku tidak bisa melihat petunjuk jalan dengan jelas" ucap Aslan merendahkan nada bicaranya.
"Antarkan aku sampai depan Toko Canggih elektronik" jawab Kia.
"Di sebelah mana?"
"Kampung Bunga, dari hotel Wijaya belok kiri masuk ke dalam"
"Oooh oke. Aku paham" jawab Aslan.
Lalu mereka saling terdiam beberapa saat. Dan tercipta suasana canggung.
"Ehm" mereka berdua kemudian saling berdehem.
Kemudian Kia mengalihkan pandanganya keluar, meski gelap Kia lebih suka memandang ke jalan, menghindari tatapan dengan Aslan.
"Masa ibukota mati lampu sih" gerutu Kia memecahkan kesunyian.
"Setidaknya menjadi pelajaran buat orang sepertimu" jawab Aslan.
"Pelajaran? Pelajaran apa!"
"Kenapa kamu menamparku dan lari dariku? Kekanakan sekali! Tidak sopan! Untung hujan jadi aku menemukanmu" tutur Aslan mengingtkan kejadian beberapa waktu lalu.
Kia menelan salivanya gelagapan. Kia khawatir Aslan akan melakukan sesuatu terhadapnya. Kia pikir Aslan menanyakan Kia karena ingin memesanya lagi.
"Yang tidak sopan itu anda! Saya bukan perempuan bayaran. Jadi jangan harap anda bisa berbuat seenaknya terhadap saya" ucap Kia memberi peringatan ke Aslan.
"Aiish. Ssstt Dug!"
Aslan membanting setir dan berhenti mendadak sehingga mereka berdua hampir membentur kaca depan.
Karena mendengar omelanya Kia, Aslan jadi tidak fokus nyetir. Ternyata Aslan melewatkan belokan masuk ke gang kontrakan Kia.
"Astaghfirulloh, kalau nyetir yang bener dong! Aku cuma punya satu nyawa!" omel Kia ke Aslan.
"Makanya jangan marah-marah, otakmu mesum sekali sih?" tanya Aslan sambil memundurkan mobil.
"Apa? Mesum?" tanya Kia kaget dan tidak terima.
"Ini masuk kan?" tanya Aslan tidak memperdulikan pertanyaan Kia.
"Iya, saya turun di sini saja, pinjam payungnya. Saya nggak mau anda macam-macam di rumahku!" ucap Kia kasar.
"Ck. Mau pinjam payung galak banget. Ini masih komplek pertokoan. Sepertinya rumahmu masih jauh. Nggak usah turun. Aku kan udah bilang nggak usah GR! Memang apa yang akan lakukan padamu?"
Aslan tetap melajukan mobilnya malah lebih kencang. Kia diam tidak menjawab.
Tidak lama mereka masuk ke jalan perumahan, tapi suasananya gelap, hanya ada beberapa rumah yang lampunya menyala karena genset.
"Yang mana rumahmu?" tanya Aslan.
"Rumah no 8"
"Oh itu? Yang gelap sendiri ya!" tanya Aslan jujur. Karena tetangga kanan kiri Kia menyalakan genset, rumah Kia tidak.
"Hemm" jawab Kia.
Dan mereka sampai di depan rumah kontrakan Kia. Kia membuka pintu mobil dan hendak turun tanpa mengucapkan kata apapun ke Aslan.
"Tunggu!" panggil Aslan meraih tangan Kia.
"Apa sih! Jangan sentuh saya!" bentak Kia galak menepis tangan Aslan.
"Jangan suudzon, aku tidak akan melakukan apapun. Saya mau numpang kamar mandi"
"Nggak boleh!" jawab Kia masih suudzon.
"Demi Tuhan, aku udah nggak tahan. Please ya! Bentar aja. Janji saya tidak akan macam-macam. Kamu buka aja semua pintunya, tetanggamu pasti akan mendengar jika kamu berteriak" rayu Aslan agar diijinkan mampir ke kamar mandi.
Kia menelan salivanya dan menatap Aslan. Sepertinya Aslan jujur.
"Baiklah. Hanya untuk ke kamar mandi!" ucap Kia memberi peringatan.
"Iya" jawab Aslan.
Lalu mereka berdua turun dan masuk ke rumah Kia. Aslan dan Kia menyalakan lampu senter di ponsel mereka masing-masing sebagai penerangan.
Aslan memasuki rumah Kia, rumah di komplek perumahan kalangan menengah. Aslan melihat sekeliling sambil memeriksa.
"Dimana kamar mandinya?" tanya Aslan sudah ingin segera membuang hajat.
Kia kemudian mengantarkan Aslan ke rumah bagian belakangnya. Melewati ruang tamu, ruang tv, pintu kamar dan dapur.
"Ini" ucap Kia menunjukan kamar mandi di pojok ujung belakang rumahnya.
Aslan langsung masuk ke kamar mandi dengan penerangan ponsel.
Sambil menunggu Aslan keluar dari kamar mandi, Kia menyalakan lilin. Kia memberi penerangan di setiap ruangan. Setelah itu Kia mengambil handuk dan pakaian ganti. Lalu menunggu Aslan untuk bergantian kamar mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
Wirda Lubis
Aslan pura pura ke kamar mandi mau lihat keadaan rumah
2022-06-25
0
ailinnnn
berantam mulu lu berdua, udah punya anak juga , Kia lagi Malu ama Ipang kia , masa ipang lebih dewasa😁😁
2022-02-16
0
Kastinah
sudah akur saja Napa KIA demi ipang
2021-12-24
0