Sinar keemasan itu mulai mencuat, mengaburkan kabut hitam di angkasa. Menampakan lukisan indah dari Tuhan. Pagi, harapan bagi semua insan itu datang.
"Ipang bantu ibu yaa" tutur Ipang sopan ke ibunya.
Anak yang selalu peduli pada ibunya, anak yang menjadi teman dan pelipur lara ibunya. Menjadi asa dalam setiap nafas yang Kia hembuskan.
Ya, Ipang begitu berharga untuk Kia. Bukan hanya Kia, tapi seluruh ibu di muka bumi ini, anak adalah harta yang paling berharga untuk mereka.
"Biar ibu saja. Kamu mandi dulu sana! Hari ini kan kamu akan mulai tinggal di asrama" jawab Kia mengambil alih memegang sapu yang sudah dipegang Ipang.
"Ipang masih ingin di rumah Bu" jawab Ipang lesu.
"Sayang, bukanya ini yang Ipang mau? Katanya Ipang mau tinggal di asrama bertemu dengan para penyanyi hebat, Ipang bisa belajar dari mereka dan menjadi seperti yang Ipang mau" tutur Kia mengingatkan rengekan Ipang saat mau ikut audisi.
Ipang memandang Kia. Tatapan memancarkan banyak kata. Kia sendiri tidak bisa menguraikanya. Satu hal yang pasti, ada ungkapan rasa sepi, protes terhadap ibunya, kenapa Ipang berbeda.
"Bukan Bu, bukan itu yang Ipang ingin, Ipang ingin ayah, Ipang ingin tahu kenapa ibu menangis memandangi foto kota ini" jawab Ipang dalam hati.
"Iya Bu" jawab Ipang akhirnya.
"Ibu akan sering berkunjung kok" jawab Kia.
Kia berharap jika Ipang tinggal di Asrama, Ipang tidak perlu lagi ikut ke kantornya. Kia tidak mau Ipang bertemu lagi dengan ayah biologisnya.
Di Asrama lebih aman, lebih ketat, Ipang juga akan mempunyai teman sebayanya. Tumbuh kembangnya akan normal saat dia bersama teman-teman seusianya.
"Iya Bu, Ipang mandi dulu" jawab Ipang patuh.
Kia tersenyum mengelus kepala Ipang. Kemudian Kia membawa sapu ke depan. Membersihkan sampah dedaunan yang berserak di halaman.
Kia memilih menyewa kontrakan kecil di balik gedung-gedung tinggi di ibu kota itu. Sebenarnya dengan tabungan kerja kerasnya dan tabungan Ipang, Kia bisa membeli satu rumah atau apartemen kelas menengah. Tapi Kia merasa masih ragu untuk menetap di situ.
Yang penting sekarang cita-cita Ipang dulu. Kia juga belum menentukan sekolah Ipang. Usia Ipang sekarang masih 6 tahun, Kia masih punya waktu mencari sekolah dasar terbaik untuk Ipang setahun lagi.
"Ibu Ipang sudah mandi" panggil Ipang dari dalam rumah.
"Waah gantengnya anak ibu. Minta kiss boleh?"
"Boleh, Ipang sudah wangi"
"Hehehe cup cup cup" Kia meraih Ipang menghujani Ipang dengan banyak kasih sayang.
"Ibu selesaikan menyapu dulu ya. Kalau udah selesai ibu mandi, kita sarapan dan berangkat"
"Iya Bu"
"Ibu sudah siapakan peralatanmu di koper, kamu bisa memeriksa lagi apa yang ingin kamu bawa"
"Baik Bu"
Kia menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Setelah itu membersihkan diri. Memakai pakaian terbaiknya, mengantar Ipang ke tempat yang dia mau.
"Baca do'a dulu ya sebelum makan"
"Ipang yang pimpin ya"
"Iya" jawab Ipang menengadahkan kedua tanganya, berdo'a tulus kepada Tuhanya.
"Allohummaa baarik lanaa fiima rozak tanaa wa qinna 'adzaa ban-naar.
Ya Alloh bekahilah atas limpahan rejeki yang engkau berikan kepada kami. Dan peliharah kami dari siksa api neraka"
"Aamiin" jawab Kia menangkupkan tangan.
"Hup hup hup" dengan lahap mereka berdua menyantap olahan tangan Kia yang membuat bahan makanan sederhana menjadi santapan lezat.
****
"Benar di sini tempat nya Pak?" tanya Kia ke supir taksi yang mengantarkan Kia ke asrama peserta lolos audisi pencarian bakat dari stasiun ITV.
"Benar Bu, ini Hotel Convenience, masih satu naungan dengan studio ITV"
"Baik terima kasih Pak" jawah Kia menyerahkan uang sesuai tagihnya.
"Ayo Nak kita sudah sampai" ajak Kia ke Ipang yang tampak duduk mendengarkan musik.
Kia turun dari taksi. Mereka berdua terpaku, berdiri di depan pagar sebuah bangunan berlantai dua. Ada plang hotel di dekat mintu masuk. Tapi ini bukan seperti hotel yang Kia bayangkan.
Tidak begitu besar, luas atau bertingkat-tingkat, hanya dua lantai. Tapi tatanan tanaman-tanaman hijau yang estetik membuat kesan kalau hotel itu tetap berkelas. Suasananya tampak tenang dan asri, apalagi letaknya agak masuk dari jalan raya.
"Alhamdulillah" gumam Kia lega.
Kia yakin anaknya akan menjalani karantinya dengan baik. Tempatnya terlihat nyaman.
Ipang menatap gedung itu dengan tatapan sedih. Seperti anak pada umumnya, Ipang tidak ingin jauh dari Ibunya, satu-satunya yang dia punya di hidup Ipang.
"Ayo masuk! Kenapa kamu murung? Apa kamu takut?" ajak Kia ke Ipang yang terlihat sangat malas berjalan.
"Nggak" jawab Ipang dingin.
"Anak ibu pemberani, kamu akan punya banyak teman di sini, belajar yang banyak dari mentor-mentor ya! Ibu yakin anak ibu bisa jadi pemenangnya" tutur Kia ke Ipang.
"Ya Bu" jawab Ipang dengan ekspresi malas.
Terlihat beberapa mobil memasuki parkiran gedung itu. Kedua orang tua peserta memang diijinkan mengantarkan putra-putri mereka. Nanti juga akan ada beberapa pengarahan, tata tertib dan gambaran kegiatan di karantina.
Hanya Ipang dan Kia yang berjalan kaki dan naik taksi online. Tapi Kia melangkahkan kakinya dengan mantap. Satu tangan menggandeng Ipang dan satu tangan menyeret koper Ipang.
"Aku harus beli mobil" batin Kia menatap Ipang.
Ipang tidak boleh merasa rendah diri. Uang dari naskah yang dijadikan skenario serial televisi Kia insya Alloh cukup.
Saat Ipang masuk, para pegawai hotel antusias menatap Ipang. Sebelum ikut audisi mereka sudah lebih mengenal Ipang lewat you tube. Lalu mereka menyapa Ipang.
"Hai Ipang... Selamat datang ya! Boleh minta foto nggak?"
Ipang dengan tatapan dingin yang menurun dari ayahnya mengangguk dan tersenyum tanpa berkata.
"Silahkan" jawab Kia mewakili Ipang, membiarkan orang-orang berfoto dengan anaknya.
Beberapa orang tua peserta lolos audisi juga ikut mengambil kesempatan. Mengabadikan pertemuan dengan anak kecil yang viral itu.
Tapi beberapa lagi ada yang memandang sinis dan terancam. Seakan Ipang sudah ditebak akan menjadi juaranya dalam lomba pencarian bakat ini.
Padahal Ipang tidak ingin menang. Ipang hanya ingin tinggal di kota. Ipang ingin tau seperti apa asal ibunya. Ipang ingin bertemu dengan keluarga ibunya. Ipang ingin tahu siapa ayahnya.
Dan dari 10 peserta itu juga ada anak artis terkenal. Ada anak si pemilik stasiun tv juga, seharusnya mereka yang dikhawatirkan.
Kia berdiri menunggu Ipang di belakangnya. Memandang haru atas anugerah Tuhan yang diberikan kepada putranya. Tapi kemudian tatapan Kia berhenti pada satu pandangan.
"Dia lolos juga?" batin Kia melihat orang yang mengaku anak dan istri Tuan Aslan.
Kia menelan salivanya, detak jantunya bertambah cepat 1/2 kali lipat. Rata-rata pengantar anak adalah ayah dan ibu.
"Apa dia ikut mengantar anaknya? Tidak-tidak, dia tidak boleh melihat Ipang lagi" batin Kia panik.
Lalu Kia mendekati Ipang. Meraih tanganya meminta undur diri dari para penggemar Ipang.
"Kita cari tempat duduk di dalam ya!" ajak Ipang ke Kia.
Kia segera masuk ke aula tempat mereka akan diberi pengarahan. Mencari tempat duduk agar terjauh dari pandangan Aslan, kalau-kalau dia datang.
Saat Kia berjalan, beberapa penggemar Ipang yang berhasil berfoto bersama saling berbincang.
"Iya ya, kalau diperhatikan baik-baik memang mirip Tuan Aslan"
"Iya, versi kecil dan besarnya"
Percakapan itu tidak lirih. Baik Ipang, Kia, ataupun anak dan istri Aslan mendengarnya.
Sambil berjalan Kia sedikit melirik ke istri dan anak Aslan, dan ternyata mereka juga sedang memperhatikan Kia yang berjalan.
Tatapan mereka berdua kini saling terpaut, berkomunikasi tanpa kata, menautkan rasa saling tanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
Nenk Leela Poetrie Mawar
bagus seh
tapi lama2 bosen bacanya terlalu berbelit2
2022-12-23
0
Ida Nur Hidayati
kasihan ipang...mudah2an istri aslan tidak mwngganggu ipang
2022-09-28
0
OrrieOn
Kasihan Pangeran
2022-02-23
0