Siang itu matahari begitu terik. Mobil, motor dan kendaraan lain berlalu lalang memadati jalan ibu kota. Kia mengelap keringat yang membasahi keningnya. Berdiri di halte bus sambil menggendong anaknya.
"Ibuk, turunkan Ipang, Ipang bisa jalan sendiri" ucap Ipang pengertian melihat ibunya kelelahan menggendong dirinya yang sudah mulai berat.
"Benar kamu mau jalan sendiri?" tanya Kia lembut.
"Iya"
"Baiklah, terima kasih ya sayang"
"Ipang yang terima kasih Bu. Ipang sekarang sudah besar, pasti berat ya Bu? Sini Ipang bersihkan keringat ibuk" jawab Ipang sopan dan pengertian.
Mereka berdua kemudian duduk bangku halte. Ipang mengelap kening Kia seperti orang dewasa. Kia memandang putranya dengan mata berkaca-kaca dan penuh haru.
Ipang benar-benar seperti malaikat kecil yang Tuhan kirimkan untuknya.
"Makasih ya sayangnya ibuk" ucap Kia memegang tangan Ipang dan menyuruhnya berhenti.
"Ibu capek ya?" tanya Ipang lembut.
Ipang memang masih 6 tahun tapi sikap dan perkataanya seperti orang dewasa. Mungkin karena selama Kia hamil, Kia menanggung beban kepedihan. Hamil seorang diri tanpa suami dan keluarga.
Saat hamil Kia merasa menyesali keputusan dan pilihanya. Tapi Kia bertekad untuk tidak membenci anaknya.
Meski pernah Kia merasa hamilnya merupakan kutukan. Kia berusaha menepisnya. Kia menganggap, tugas barunya sebagai ibu merupakan jalan penebus dosanya. Bahkan kini Ipang memberi dunia baru untuk Kia.
Kia tidak boleh menyerah. Apapun cacian yang dia terima, Kia harus besarkan anaknya. Kia harus mendidikny, menjadi manusia yang berguna.
Kia juga selalu memperbaiki dirinya. Mendekat pada Tuhan. Selalu belajar, ikhlas dan mensyukuri semua yang terjadi tanpa dendam ke siapapun.
"Nggak kok Sayang" jawab Kia mengelus rambut Ipang.
"Abis ini kita mau kemana Bu?" tanya Ipang.
"Kita balik ke hotel aja ya"
"Kok ke hotel Bu?"
"Ya kan kita belum kenal siapa-siapa. Emang kalau nggak ke hotel kita harus kemana? Ipang pengen jalan-jalan dan berwisata? Ayo! Ipang pengen kemana? Ke akuarium?"
"Bukan Bu" jawab Ipang menggelengkan kepala.
"Terus kemana?"
"Ibu kan sudah janji, mau cari rumah di sini, tabungan Ipang kan sudah banyak" jawab Ipang mengingatkan Kia.
Ipang memang selalu memberikan uang bayaranya ke Kia. Uang dari you tube Ipang memang sudah terkumpul banyak.
"Sayang, kita ikuti audisimu dulu aja ya! Kan tinggal lusa. Kalau kamu lolos, baru ibu cari rumah. Kalau enggak, kita pulang ke kampung lagi, lanjutkan cita-citamu lewat youtube aja"
"Ipang alan lolos Bu, Ipang ingin tinggal di Ibukota" jawab Ipang kekeh.
"Ipang anak ibu sayang, dengarkan ibuk. Percaya diri harus, semangat harus. Tapi mendahului takdir, sombong, itu nggak boleh. Yang lolos audisi ke tahap ini, semuanya berbakat dan hebat, belum tentu Ipang lolos" turur Kia menasehati.
"Ibu meragukan Ipang?"
"Sayang, ibu yakin sama Ipang. Ipang kan anak ibu, Ipang pangeranya ibuk. Ibu juga tau kok, anak ibu hebat, ibu juga yakin anak ibu akan lolos. Tapi, cari rumahnya entaran aja kalau udah pasti Ipang ketrima, oke?"
"Kenapa harus nanti? Bukankah ibu juga akan cari kerja di sini?" tanya Ipang lagi semakin mendesak Kia.
Kia terdiam menatap putranya.
"Ya Tuhan kenapa anakku ingin sekali tinggal di sini? Apa aku harus kembali ke penerbit itu?"
"Ibuk" panggil Ipang.
"Maafin ibu ya Nak"
"Ibuk kenapa tadi naskah ibu dibuang begitu saja? Kenapa ibu marah-marah ke laki-laki dewasa itu?"
"Nggak apa-apa Nak. Naskah ibu masih banyak. Ibuk nggak mau jual karya ibu ke orang seperti mereka. Mereka tidak ada tenggang rasa dan menyayangi anak kecil" ucap Kia menjelaskan.
"Bukankah itu naskah kesayangan ibu, yang ibu ketik setiap malam?"
"Nggak apa-apa kita cari penerbit yang mau bayar karya ibu tanpa melarang ibu bawa kamu"
"Jadi ibu membuang naskah ibu karena Ipang? Ibu kan bilang penerbit itu penerbit terkenal yang ibu impikan? Ibu sangat senang pas karya ibu terpilih"
"Bukan sayang, bukan begitu. Hidup ibu itu untuk Ipang. Impian terbesar ibu kebahagiaan Ipang. Bukan penerbit itu atau karya ibu. Nanti kita cari penerbit lain. Oke?"
"Ibu bilang kita tidak boleh kasar. Kenapa tadi ibu marah-marah dan berbicara kasar ke mereka?" ucap Ipang lagi tidak berhenti bertanya.
Saat Kia hendak menjawab, bus yang mereka tunggu datang, mereka berdua kemudian naik ke bus itu.
Kia kemudian memilih tempat duduk dengan dua kursi. Saat mereka sudah duduk, ponsel Kia berbunyi. Kia membuka ponselnya dan membacanya.
"Bu Rosa?" gumam Kia membaca nama pengirim pesan.
"Hoh" Kia terbengong sendiri merasa seperti mimpi saat membaca pesan yang dia terima.
Editor penerbit terkenal itu memintanya datang ke kantor esok hari, meski Kia membatalkan pertemuanya hari ini.
"Orang-orang itu pasti akan malu kalau baca pesan ini. Bukan gue yang melamar kerjasama, tapi mereka yang menginginkan karyaku" gumam Kia tersenyum bangga pada dirinya sendiri.
Karena Kia merasa dirinya berharga, Kia pun tidak mau merendahkan kualitasnya. Dengan berani Kia mengirim pesan penaawaran. Kia mau datang lagi kalau Kia diperbolehkan membawa putranya.
Di gedung tinggi nan mewah sana, sebenarnya Rosa juga membaca pesan Kia dengan reaksi sebal. Pesan Kia terkesan sombong. Beberapa penulis lain, berharap dan memohon agar naskahnya diterima, Kia sok-sokan tidak mau datang, minta syarat lagi.
Tapi karena perintah bos tertinggi untuk mengontrak Kia, Rosa pun mengiyakan syarat dari Kia. Kia kemudian tersenyum puas membaca pesan Rosa.
"Ibu" panggil Ipang lagi.
"Iya Nak"
"Pertanyaan Ipang belum dijawab" tutur Ipang mengingatkan percakapan mereka.
"Oh. Kamu tahu nak tentang lebah?"
"Iya Buk, lebah hewan yang di abadikan menjadi nama surah di Al Qur'an"
"Tau sifat-sifat lebah?"
"Tau Buk. Lebah hidup di tempat yang tinggi dan bersih, menghasilkan madu, menghisap bunga tanpa menyakiti, dan akan menyengat bila terancam"
"Hebat sayangnya ibu. Ibu bersikap kasar ke orang itu. Karena mereka mengancam ibu. Seperti yang dicontohkan lebah, menyengat jika terancam"
"Emang terancam apa ibu?"
"Mereka menyakiti ibu dengan berniat memisahkan kamu dari ibu. Ibu tidak bisa tanpa kamu sayang. Kalau mereka baik, ibu juga akan baik. Tapi kalau mereka buat anak ibu menangis, nyakitin anak ibu. Ibu akan galak, hee"
"Ooh gitu, ibu tadi senyum-senyum sendiri ada apa?"
"Ternyata penerbit itu manggil ibu lagi"
"Benarkah?"
"Iya"
"Berarti ibu jadi kerjasama dengan penerbit itu?"
"Kita lihat besok ya, yang pasti besok ibu boleh bawa kamu"
"Benar? Ipang besok akan berani kok menunggu di depan, asal ibu mau tinggal di sini"
"Nggak perlu Nak. Ibu sudah minta ke atasan mereka untuk ijinin ibu bawa kamu"
"Alhamdulillah berarti ibu jadi cari rumah di sini?"
"Pelan-pelan sambil jalan ya sayang"
"Makasih Bu?"
"Kamu senang?"
"Iya, Ipang sangat senang"
"Nanti ibu cari informasi ya, ibu akan cari perumahan atau apartemen terdekat dengan harga terjangkau"
"Iya Buk, makasih Buk"
"Sama-sama"
Kia kemudian memeluk putranya. Ipang membalas pelukan Kia. Ipang memaksa Kia tinggal di Ibukota bukan tanpa alasan. Meski masih kecil, Ipang diam-diam selalu memperhatikan ibunya.
Bahkan Ipang mulai menyadari kejanggalan dengan hidupnya dibanding teman-temanya. Ipang tidak mempunyai ayah seperti yang lain.
Meski saat Kia mengatakan, Kia adalah ibu dan ayah Ipang, Ipang mengangguk dan tersenyum saat itu. Tapi di otak Ipang, Ipang berfikir lain dan menyangkal.
Ipang juga pernah mendengar percakapan Kia dan Fatimah tentang asal muasal Kia. Ipang juga pernah melihat Kia menangis memandang foto kakek dan nenek Ipang.
Kemudian Ipang beride meminta Kia pergi ke Ibukota. Menetap, mempunyai rumah baru dan hidup di sana. Ipang ingin ibunya memberitahu siapa ayahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
Ida Nur Hidayati
ipang anak baik dan sholeh...
2022-09-27
0
Wirda Lubis
Ipang pintar
2022-06-25
0
Ichy
panggilan nya ibu aja jangan pake ibuk kedengarannya kek kampungan
2022-05-04
0