Kia menelan salivanya, mengatur nafasnya, menahan irama jantungnya yang menderu. Sepertinya Aslan bukan mau memecatnya.
"Mati aku" batin Kia melihat tatapan tajam Aslan.
"Kenapa anda memanggilku Tuan?" tanya Kia memberanikan diri.
"Apa tugasmu sudah selesai?"
"Belum, Tuan" jawab Kia.
"Kenapa?" tanya Aslan lagi
"Ini orang nggak kangen istrinya atau nggak punya rasa lelah apa sih? Sempat-sempatnya menanyai pekerjaanku" batin Kia mencari alasan.
"Terlalu banyak. Saya tidak sanggup menyelesaikanya" jawab Kia mulai kesal dan ingin kembali melawan.
"Padahal saya berencana menambah pekerjaanmu" jawab Aslan lagi dengan santai menatap Kia semakin tajam.
Aslan menggigit bibirnya mentap Kia. Lalu Aslan mengangkat satu kakinya. Ditatap seperti itu, Kia menjadi salah tingkah.
"Maaf, saya tidak sanggup bekerja di sini? Saya hanya lulusan SMA, pecat saya saja. Atau secepatnua saya ajukan surat pengunduran diri" tutur Kia lagi.
Aslan justru tertawa dan tidak menghiraukan perkataan Kia. Kia semakin dibuat jengkel dengan sikap Aslan itu. Dan akhirnya macan tidur yang Kia jaga bangun.
"Sebenarnya apa mau Anda. Anda yang merekrut saya di sini. Saya telat satu kali. Itu saja karena sebuah alasan. Kenapa anda sangat otoriter!" omel Kia lagi ke Aslan.
Aslan masih tidak menjawab dan terus memandangi Kia.
"Sekarang juga sudah bukan jam kerja. Bukankah seharusnya jam lembur saya cukup membayar kesalahan saya?"
"Ehm" Aslan hanya berdehem.
Kia gantian menatap Aslan sangat kesal.
"Manusia macam apa kamu sebenarnya. Demi Tuhan kenapa aku baru tahu ayah dari anakku sangat menyebalkan begini?" batin Kia dalam hati.
"Sudah cukup marah-marahnya?" tanya Aslan tiba-tiba dengan nada datar tanpa rasa bersalah apalagi marah.
"Saya mau pulang. Anda bisa saya tuntut karena mempekerjakan orang seenaknya!" tutur Kia lagi.
"Oh ya, ck ck. Luar biasa Anda, Ny. Kiara Arsyila" jawab Aslan lagi dengan santai.
"Hhh. Saya bisa gila bekerja pada orang seperti Anda. Masih ada lagi yang mau anda tanyakan? Mulai besok pagi saya tidak akan bekerja di sini lagi! Permisi" jawab Kia hendak bangun dan pergi.
"Eits tunggu. Saya belum berhenti bicara" jawab Aslan bangun mencegah Kia pergi.
Kia berhenti menatap Aslan. Aslan berjalan ke arah pintu dan menguncinya.
"Apa ini? Apa yang anda lakukan Tuan Aslan. Kenapa Anda mengunci pintunya?" tanya Kia heran ke Aslan.
Aslan mengantongi kuncinya dan kembali duduk di kursinya.
"Serahkan kunci itu ke saya. Dan biarkan saya pergi!" ucap Kia galak.
"Duduklah, nggak usah marah-marah, ayo kita bicara baik-baik" jawab Aslan ramah.
"Bicara baik-baik? Bicara apa?"
"Ehm. Katakan siapa kamu sebenarnya?" tanya Aslan mengawali.
"Apa maksudnya? Saya kan sudah katakan siapa saya berkali-kali, nama saya Kiara Arsyila" jawab Kia masih ingin berbohong dan menyembunyikan dirinya.
"Ck. Bukan itu yang aku ingin dengar!" jawab Aslan berdecak.
"Lalu?"
"Jujurlah dan akui siapa kamu?" tanya Aslan.
"Ehm" Kia kehabisan kata-kata dan mulai panik.
"Apa ini? Apa dia mengenaliku? Apa dia tau siapa aku?" batin Kia dalam hati.
Tiba-tiba Aslan bangun dari duduknya. Aslan mendekati Kia dengan tatapan tajamnya.
Nafas Kia, semakin sesak, Kia bingung harus mengakui atau tidak. Kia tidak mau Aslan mengambil anaknya. Kia juga tidak mau orang tau siapa jati diri Ipang.
"Mau apa Dia?" batin Kia gemetaran karena Aslan tepat di depan wajahnya.
"Apa aku harus memaksamu untuk mengakuinya" tanya Aslan duduk di kursi samping Kia dan menatap Kia dengan sangat dekat.
Kia gelagapan menjauhkan wajahnya dan ingin mundur. Aslan mengangkat tanganya, mendaratkan ke kepala Kia yang tertutup jilbab dan membelainya.
"Apa yang anda lakukan Tuan! Jangan sentuh saya" ucap Kia menepis tangan Aslan.
"Haha" Aslan tiba-tiba tertawa.
Tentu saja Kia sangat jengkel mendengarnya. Kia memundurkan kursinya dan beranjak ingin pergi.
"Mau kemana kamu! Duduk, aku belum selesai bicara" ucap Aslan menarik tangan Kia.
"Jangan melewati batas Tuan. Ini sudah bukan jam kerja. Saya harus pulang" ucap Kia berusaha melepaskan tanganya.
"Aku sudah membayarmu mahal. Apa kau tidak mengingatku?" ucap Aslan lagi tidak bosa basi mengingat kejadian 7 tahun lalu.
Aslan memajukan mukanya ke wajah Kia, mereka saling berhadapan. Bahkan hembusan nafas Kia bisa Aslan rasakan. Kia menghindar memundurkan wajahnya mentok ke tembok.
"Saya tidak paham maksud anda. Tolong jangan ngawur!" jawab Kia gemetaran.
"Haish. Apa aku harus melepas kain ini sampai kau mengakuinya? Hah? Aku mencarimu kemana-mana, dimana kamu bersembunyi selama ini?" jawab Aslan memegang jilbab Voal Kia.
Kia menyerah, Kia mengalihkan pandangya daru tatapan Aslan dan menunduk. Mulut Kia tercekat tidak bisa mengatakan apapun lagi.
Kia memang perempuan itu. Semuanya masih teringat jelas. Air mata Kia kemudian menetes.
"Kenapa kamu menangis?" tanya Aslan pelan dan menjauhkan wajahnya dari Kia.
"Tolong jangan ambil Ipang dari ku, biarkan saya pergi. Biarkan kami hidup tenang" jawab Kia sambil menangis.
Aslan diam, meraih dagu Kia dan mengusap air matanya.
"Jangan menangis, aku tidak akan menganmbilnya darimu. Terima kasih sudah merawatnya dengan baik. Kenapa kamu menyenbunyikanya dariku!"
"Tolong jangan sentuh saya Tuan. Saya bukan orang seperti dulu" ucap Kia menepis tangan Aslan yang mengusap wajahnya.
Sebenarnya Kia sangat dheg-dhegan mendapat perlakuan itu. Tapi Kia sadar, meski Aslan adalah ayah dari anaknya, Aslan mempunyai istri. Aslan juga mempunya putri.
"Maaf!" jawab Aslan menarik tanganya.
"Tolong jangan usik kehidupan saya. Kami hidup dengan baik dan bahagia. Saya juga tidak akan mengganggu kehidupan Anda" ucap Kia.
"Bagaimana kalau saya ingin merawatnya, aku ayahnya"
"Tidak!" jawab Kia tegas.
"Kenapa? Dia anak kita, dia juga anakku, aku berhak memberinya kasih sayang juga"
"Tidak. Tolong jangan ikut campur ke kehidupan kami. Biarkan kami bahagia!"
"Bagaimana kalau Ipang menginginkanku dan ingin bersamaku?"
"Itu tidak akan pernah terjadi!"
"Tapi aku mau itu terjadi"
"Anda punya keluarga Tuan. Tolong jangan egois! Pikirkan apa yang akan terjadi pada kami, pada Ipang, dengan posisi anda sekarang. Apa yang akan orang katakan pada Ipang! Apa anda berfikir tentang itu?"
Aslan diam mendengat perkataan Kia. Aslan benar, Aslan mempunyai keluarga besar. Aslan juga punya orang tua, adik, mertua.
"Biarkan kami tetap pada keadaan kami seperti sekarang. Kami bahagia dengan kehidupan kami!" tutur Kia lagi dengan mata berkaca-kaca.
"Aku kan pikirkan itu" jawab Aslan singkat.
"Berikan kuncinya, ijinkan saya pulang. Ini sudah malam"
"Baiklah. Aku akan mengantarmu"
Mendengar jawaban Aslan Kia kaget. Kia terbengong sendiri.
"Mengantar?" batin Kia bertanya dalam hatinya. Untuk apa Aslan mengantarnya.
Aslan kemudian mengambil jas, dan kunci mobilnya.
"Ayo pulang, aku akan mengantarmu!" ucap Aslan ke Kia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
Ida Nur Hidayati
lanjut kakak...
2022-09-28
0
Wirda Lubis
KIA sabar ya
2022-06-25
0
Arin
tlong Thor perstuin merka ksian....🙏
2022-02-18
0