"Kok bisa sih dia masuk sini? Lulusanya kan cuma SMA" cibir salah satu anggota tim Delvin.
Tim editor khusus untuk cerita-cerita pendek dan bersambung di salah satu majalah terbitan Nareswara Grup.
"Katanya sih dia punya naskah yang bagus. Dari cara penulisanya Bu Rosa tertarik. Terus dikontrak sama Bos"
"Oh gitu? Dari nulis, terus jadi editor gitu? Waah luar biasa"
"Ya nggak apa-apa asal kompeten dan basic sekolahnya sesuai"
"Nah itu masalahnya dia SMA doang, nggak bener lagi kerjanya"
"Pakai chanel kali"
"Entahlah, blagu banget tau. Dua hari kerja seenaknya terus"
"Iya. Bete banget gue liat mukanya sok cantik"
"Emang dia gimana?"
"Kerja bawa anak. Pulang dan berangkat sesukanya, kalau kita mah langsung end"
"Eh masih muda anaknya udah gedhe lho!"
"Katanya sih nggak punya ayah. Yang ikut audisi yang di ITV itu"
"Oooh yang itu?"
"Jangan-jangan"
"Hahahahaha"
Teman-teman kerja Kia ternyata mencibir Kia saat di kantin perusahaan.
Tanpa sepengetahuan mereka, Kia yang sedang panik menunggu kabar Delvin mendengarnya. Mereka tidak tahu Kia duduk di meja makan di belakang mereka. Kia terhalang tiang penyangga gedung.
"Sabar Kia, jangan dilawan. Sabar. Kan kenyataanya lo emang punya ijazah SMA" batin Kia dalam hati.
Rasanya Kia mau bangun dan siramin mangkuk bakso yang ada di depanya itu.
"Ah tapi dari pada sayang, buang tenaga, buang uang, mending dimakan aja" ujar Kia lagi tidak mau terpancing emosi.
Kia kemudian menyantap semangkok bakso yang sudah dia pesan.
Omongan teman-teman Kia, membuat dia jadi ingin membuktikan, Kia berkompten. Ijazah Kia memang SMA, tapi Kia pernah mengenyam bangku kuliah. Kia juga juara kelas, IPK nya selalu cumlaude.
"Huft... " Kia menghembuskan nafasnya geram. Kia kemudian teringat anaknya.
"Sedang apa kamu Nak? Apa kamu bisa dekat dengan Daffa? Semoga kamu bisa beradaptasi denganya Nak"
Setelah bertemu dengan Aslan, Kia tau, Ipang mirip Aslan, pendiam. Matanya tajam dan berwarna biru, jika orang tidak mengenalnya akan mengira Ipang galak, padahal tidak. Ipang tidak mudah beramah tamah dengan orang lain. Itu yang paling Kia takutkan.
Bahkan Kia pernah membawa Ipang ke psikiater. Tapi hasilnya justru Ipang BER-IQ tinggi. Saat Ipang diam, dia merekam semua hal di sekitarnya dengan jelas. Ipang akan bicara saat dia merasa perlu bicara.
"Nanti sore ke asrama aja kali ya?" gumam Kia tersenyum membayangkan bisa menemui anaknya. Lalu menyantap baksonya lagi.
Orang yang ditunggu Kia, menampakan batang hidungnya. Delvin datang menatap Kia dengan penuh tanda tanya. Entah apa isi otak Delvin sekarang terhadap Kia setelah bertemu dengan Rendra.
"Wah makan bakso nggak ajak-ajak!" sapa Delvin ramah.
"Hai senior. Maafin gue ya? Pasti habis ditegur gara-gara gue ya? Maaf" tanya Kia ke Delvin.
"Gue nggak diapa-apain kok, santai aja. Gue cuma ditegur, lo nggak boleh telat-telat lagi lain kali, oke?"
"Iyuuh, kan? Lo pasti dimarah-marahi. Kenapa harus lo yang dipanggil sih bukan gue"
"Ya kan aturanya, gitu. Lo tanggung jawab gue, gue ke Bu Rosa, Bu Rosa ke Tuan Rendra, baru ke Bos Aslan. Makanya lo jangan telat-telat" jawab Delvin berbohong padahal sebetulnya Delvin dipanggil karena ada pekerjaan lain yang ditugaskan oleh Aslan dan Rendra.
"Hee... sory, gue usahain deh" jawab Kia.
"Wajib tepat waktu!"
"Iya ya. Galak amat sih" jawab Kia membercandai Delvin.
"Ada tugas buat lo, sebagai hukuman"
"What? Hukuman?"
"Lo harus lembur, ada banyak yang harus lo kerjain. Belum boleh pulang sebelum selesai!"
"Kenapa gitu?"
"Ya karena kamu telat. Ada temenya kok. Buruan habisin baksonya tugas menunggumu"
"Ahh kamu. Ku kira kau akan berpihak padaku, emang apa tugasku?"
"Nanti aku beritahu" jawab Delvin tersenyum. Lalu Delvin terdiam dan memperhatikan Kia.
"Beritahu sekarang!" pinta Kia ke Delvin.
Entah kenapa mereka berdua cepat akrab padahal baru 2 hari mereka kenal. Mungkin karena memang Delvin baik, supel dan ramah. Ditambah Kia yang sekarang super duper cuek dan masa bodo omongan orang.
"Habiskan baksonya" tutur Delvin tertawa menatap Kia.
"Sebenarnya lo siapa Ki? Kenapa Tuan Aslan sampai sebegitunya ke Lo?" batin Delvin ke Kia.
Delvin disuruh Rendra untuk awasin Kia satu malam ini. Rendra juga menyuruh Kia untuk tidak meninggalkan kantor sampai Tuan Aslan datang.
Rendra juga menyuruh Delvin membuka jilbab Kia, melihat leher bagian belakang, entah bagaimana caranya. Akhirnya Delvin mempunyai ide, menggunakan Putri pacar Delvin.
Sebelum Tuan Aslan kembali ke kantor lebih tepatnya, sebelum jam 7 malam. Putri harus berhasil bujuk atau membuat Kia menampakan leher bawah tengkuknya.
****
"Kenalin dia Putri, tunangan gue" ucap Delvin memperkenalkan Putri ke Kia.
"Hai, pernalkan saya Kia. Anak buah barunya calon Pak Delvin" jawab Kia bahagia.
Akhirnya Kia menemukan kawan berjenis kelamin perempuan yang mempunyai jiwa kemanusiaan dan mau menanggapi Kia dengan senyum.
"Aih jangan formal begitu. Sepertinya kita seumuran. Yang akrab, biar nyaman" sela Delvin.
"Oke" Kia.
"Gue Putri. Gue editor bagian buku dan novel, Delvin udah cerita tentang lo kok" jawab Putri.
"Jadi kalian berdua sesama editor tapi beda bagian?" tanya Kia.
"Iya. Kita kenal dari jama kuliah, masuk dan daftar ke perusahaan ini juga bareng" jawab Delvin bangga menceritakan perjalanan cintanya ke Kia.
Kia pun manggut-manggut tersenyum dan kagum ke cinta mereka. Sambil menbatin.
"Ah andainya gue juga bisa punya kisah cinta seperti mereka. Eits tidak, tidak. Cintaku hanya untuk Ipang"
"So sweet ya kalian bikin iri" ucap Kia memuji rekan kerjanya.
"Ah kamu ini sukanya gitu, jadi malu sama Kia." jawab Putri ke Delvin.
"Ayok lets go kerja. Tugas kalian banyak lho. Biar bisa pulang cepat waktu!" tegur Delvin mengajak Kia dan Putri.
Mereka berdua tidak masuk ke ruangan Tim Delvin. Tapi masuk ke lantai di atas ruangan Delvin. Kantor untuk pengerjaan novel-novel yang masuk ke penerbit Nareswara yang siap terbit.
"Masuk yuk!" ajak Putri ke ruanganya.
Ternyata Ruangan Putri tidak seperti ruangan Delvin. Putri punya ruang sendiri, tidak berbagi dengan timnya.
"Ini tugas kita" ucap Putri menunjukan berkas yang menggunung di mejanya. Kia langsung syok dan bergidik ngeri melihatnya.
"Banyak banget" keluh Kia lirih.
"Di biodata dan wawancara lo sama Bu Rosa, lo bilang pengen jadi editor kan?" tanya Delvin ingin menyemangati Kia.
"Iya sih"
"Karena lulusan lo SMA. Sementara lo diperbantukan di semua tempat Ki, itu pesen Pak Rendra. Nah nanti bisa ketahuan tuh lo mau ditempatin dimana. Jadi hari ini kerja bareng putri. Lo bukan meriview cerpen lagi. Tapi novel" turur Delvin berbohong.
"Oh gitu? Sebanyak ini? Harus selesai malam ini?" tanya Kia ke Putri dan Delvin.
"Kerjain aja dulu! Yuk" jawab Putri mengajak Kia kerja.
"Ya udah met kerja ya. Gue balik ke ruangan gue" pamit Delvin
"Makasih ya!"
"Yook!"
****
"Lo baca semua ini, lo yang pilih mana yang menurut lo oke. Terus catet alasan lo milih itu. Kasih tau ke gue. Untuk penyempurnaan naskah. Biar gue yang kerjain. Oke?" tutur Putri memberi tahu.
"Oke" jawan Kia lesu..
Kia harus ngebaca ketikan novel-novel di hadapanya dan menilai. Kalau hanya 2, atau Kia sangat bahagia tapi ini seratus.
Sementara Putri menatap kasian ke Kia. Kia hanya dikerjai Rendra dan Aslan. Putri dan Delvin hanya disuruh membuka jilbab Kia tanpa pemaksaan dan tanpa sepengetahuan Kia.
Novel-novel di depan Kia sebenarnya semuanya sudah selesai digarap. Beberapa sudah best seller malah.
"Acnya mati. Lo nggak panas Ki, pakai jilbab gitu?" tanya Putri ke Kia. Putri sengaja mematikan AC, menyembunyikan remot dan pura-pura rusak.
"Panas sih, tapi bukan karena jilbab gue. Melainkan AC-nya" jawab Kia cerdas.
"Coba lo lepas jilbab lo, siapa tahu ngurangi gerah" tutur Putri memulai idenya.
"Nggak ngaruh tau. Buka jendela aja ya!" jawab Kia memberi jawan normal.
"Oh iya ya" jawab Putri mengikuti Kia.
Karena di saat seperti itu, Putri menjadi orang bodoh, apa hubunganya AC sama jilbab. Rencana Putri pertama gagal.
Putri membuka jendela dan melanjutkan kerjanya.
"Gimana caranya buka jilbab dia sebelum bos datang. Kalau maksa jahat bener yak? Pakai alasan apa lagi ya?" Putri memutar pensilnya sambil berfikir. Kia tampak fokus membaca.
"Kia" panggil Putri
"Iya ada apa?"
"Kamu cantik, " ucap Putri nyeplos nggak ada ide.
"He makasih" jawab Kia polos tidak tahu kalau dirinya berada dalam intaian banyak orang.
"Jilbabnya juga cantik" lanjut Putri lagi.
"Oh ya? Ini padahal jilbab murahan lho, tapi aku emang suka banget. Meski murah nyaman dilakai" jawab Kia lagi dengan polos dan merasa bangga seleranya dipuji.
"Aku boleh nyobain nggak?" tanya Putri.
"Hah nyobain pakai ini?" tanya Kia heran.
"Iya" jawab Putri bahagia berharap tugasnya cepat selesai.
"Nanti ya, apa besok biar aku cuci dulu. Jangan sekarang!" tolak Kia jujur.
"Oh iya" jawab Putri kecewa.
Putri menelan salivanya.
"Apa langsung gue tanya aja ya? Sebenarnya apa yang Bos Aslan ingin sih? Tanda lahir Kia, tanda lahir apa coba? Repot banget" batin Putri menggerutu mencari ide.
Rasanya Putri sudah putus asa dan tugas dari bosnya itu seperti tidak ada kerjaan. Untuk apa mencari tanda lahir Kia. Kenapa nggak tanya langsung.
Putri kemudian menjadi kepo. Bukan kepo ke tanda lahir Kia, tapi siapa Kia sebenarnya? Ada hubungan apa dengan Tuan Aslan?
Ah tapi tugas Putri ini sungguh aneh. Tidak boleh buat Kia curiga dan marah. Tapi harus bisa melihat leher Kia sore ini juga.
Putri merasa mentok ide dan pasrah dimarahi Aslan. Pelajaran seperti itu tidak ada di bangku sekolah dan kuliah. Diperjanjian kontrak juga tidak asa jenis pekerjaan seperti itu.
Putri ambil kesimpulan, jika putri tidak berhasil, bukan Putri yang salah. Tapi perintah Aslan yang aneh dan tak berdasar. Akhirnya Putri nyerah. Yang penting nahan Kia tidak pergi dulu aja.
Tiba-tiba adzan sholat Ashar terdengar memecahkan otak pusing dan putus asanya Putri. Kia yang sedang fokus menyampaikan review ke Putri juga berhenti.
"Ah cepat sekali waktu berlalu. Alhamdulillah udah ashar" ucap Kia merentangkan tangan
"Iya. Nggak krasa ya" jawab Putri bosa basi.
"Sholat dulu yuk!" ajak Kia.
"Ayuk!"
"Sholatnya dimana?" tanya Kia.
"Kalau mau di mushola ada di kantai 10, kalau aku di situ" jawab Putri menunjuk lantai kosong di dekat meja.
"Ya udah sholat di sini aja" jawab Kia.
"Wudhunya di kamar mandi ya"
"Oke"
Kemudian tanpa dipancing atau diminta apalagi dipaksa, Kia melepas jilbabnya. Putri tidak melewatkan kesempatan. Ditatapnya Kia lekat-lekat.
Kia merapihkan rambut panjang bergelombangnya dengan diikat ke atas. Kia meregangkan badan ke kanan dan ke kiri. Begitu juga kepalanya.
Dan benar, di bawah tengkuk Kia ada tanda lahir. Kalau tidak salah namanya toh. Dan itu sangat mencolok dan terlihat karena lumayan besar.
Saat Kia berjalan, dari arah belakang, Putri langsung membidikan kameranya. Setelah berhasil menangkap gambar toh itu. Putri langsung send ke Tuan Aslan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 242 Episodes
Comments
Maizaton Othman
Kadangkala setengah orang berfikir bersikap kurang ajar pd org lain supaya org tidak memndangnya lemah,atau slh satu cara,pertahanan diri,dgn org lain mmbncinya,dia lbih selamat,org baik selalu jd mgsa dan dikhianati.
2023-10-18
0
Erlinda
entah kenapa kok aq kurang simpati sama KIA berhijab tapi kok.terkesan seenak nya kurang sopan santun
2023-01-07
0
Nenk Leela Poetrie Mawar
berhasil
2022-12-23
0