BUKTI CINTA UNTUK BINTANG
Selamat datang di karya keduaku. 😙 Happy reading dan jangan lupa tinggalkan jejak kak. 😁
Bintang
"Tiiiiiin... tiiiiin..." Klakson mobil di belakangku seperti paduan suara yang saling bersahutan
"Astaga! Itu lampu masih merah! Kalau mau cepat lewat atas!" gerutuku di dalam mobil.
Aku tengah terjebak macet di sebuah lampu merah. Padahal tempat tujuanku hanya berberapa ratus meter di depan.
Ini yang ku benci saat harus mengendarai mobil. Papa dan mama, entah mengapa mereka sangat keberatan jika aku mengendarai sepeda motorku.
"Akhirnyaaaaa." Aku bernafas lega saat mobilku berhasil memasuki bangunan besar dengan pagar setinggi 3 meter itu.
Aku keluar dari mobil dan seseorang menyapaku. "Selamat pagi, Bu." Seorang siswi bername tag Marisa mengumbar senyum manis padaku.
"Selamat pagi, Marisa!" Aku membalas senyumnya.
Ini lah aku, Bintang Alkhaleena. Usiaku 23 tahun dan aku berhasil mewujudkan cita-citaku. Ya, aku seorang guru di SMA swasta. Yaitu SMA Cahaya Bangsa. Sekolah ini milik teman papaku, om Ray.
Sudah setahun aku berprofesi sebagai guru. Aku mengajar Matematika di kelas XII IIS (dulu disebut IPS). Dan aku menjadi wali kelas untuk kelas XII IIS 4 menggantikan guru sebelumnya yang tiba-tiba sakit keras dan berhenti mengajar.
Aku berjalan menuju ruang guru, tapi langkah kakiku terhenti secara otomatis saat ku lihat beberapa balon terikat di batu yang terletak diatas tanah. Balon bertuliskan, Bintang will you marry me!
"Astaga! Aku dilamar?" gumamku pelan.
Aku melihat sekeliling, dan dapat ku tangkap pria berkemeja navi berjalan kearahku. Dia...?
Ya Allah, mati aku!
Dia lah Elvano, guru olahraga berusia 27 tahun. Dia memang menunjukkan gelagat bahwa dia menyukaiku. Tapi aku tak pernah menanggapinya. Bukan tak tertarik, tapi hanya saja percikan api cinta memang belum ada.
Dan kemarin, Astaga!!! Aku ingat! Dia bertanya padaku, dan ku kira itu hanya candaan.
"Bu Bintang sudah siap ke plaminan?" tanyanya saat kami para guru sedang mengobrol pada jam istirahat. Kami membuat janji untuk menghadiri resepsi pernikahan putri kepala sekolah.
"Siap dong, asal yang ngelamar mapan!" Jawabku dengan gelak tawa.
"Kalau gak mapan gimana, Bi?" Dialah Alya, seorang guru BK yang memang cukup akrab denganku. Mungkin karena kami sama-sama masih lajang dan usia yang tak jauh berbeda.
"Yang penting tampan. Harta bisa dicari. Kalau keturunan?" Aku menggantung kalimatku. Lalu mengangkat bahu.
Alya tertawa. "Kalau muka bapaknya bad-looking apa kabar anaknya, ya Bi?"
Aku menjentikkan jari. "That's right beb." Lalu kami tertawa bersama.
Elvano, pria itu mendengar ucapan kami. Dan itu yang membuatnya besar kepala. Di mapan dan termasuk tampan. Jika dijajarkan dengan aktor indonesia, ketampanannya bisa dikatakan setara Chicco Jerikho.
Dan pria itu terus berjalan kearahku. Aduuh gimana ini? Aku menggigit kuku jariku. Hadapi Bi, hadapi!
"Bintang, aku... ah langsung saja, Bi." Dia berlutut di hadapanku, "Will you marry me."
Oh God, help me please! Siapapun itu tolong akuuuuu! Hatiku menjerit.
Aku diam menatapnya. Ini gila, dia melakukannya di sekolah. Atau dia sengaja supaya aku menerimanya?
Mana ini pangeran berkuda putihku? Ya Allah, kalau belum ada, minimal kirimkan ibu periku!
"Terima... terima... terima..." Para siswi mulai berteriak.
Terima? Terima apa! Terima kasih?
"Terima dong, buk!" Semua siswi yang berkumpul berteriak kearahku.
"Terima, buk!"
"Kasihan pak Vano, encok!" Itu yang menjerit adalah seorang siswa.
"Pak Vano ganteng!"
"Pa Vano, kalau di tolak sama saya aja!"
"Gantengan bapak saya, buk. Tapi belum duda!" Suara seorang siswa lagi-lagi yang terdengar begitu menggelikan.
Aku tertawa pelan untuk menghilangkan kecanggungan.
"Bintang..." Pak Vano menunggu jawabanku dengan senyum mengembang.
Cih! Senyum apa itu? Dia fikir aku bakalan nerima dia? Ya Allah, mana penolongku.
Aku menghela nafas. Bersiap untuk bilang sorry. Bukan tak ingin memberi kesempatan. Tapi aku memang tak merasakan apapun saat bersamanya. Aku tak berdebar dan tak ada mata berbinar saat menatapnya. Inilah yang membuatku menjomblo selama 23 tahun. Menyedihkan, Bi!
"Hem..." Aku berdehem menetralkan suaraku. Ya Allah, ini beneran gak ada yang bisa nolongin?
"Aaaaaaaaaaaaaaa.... tolooongiiin! Jeritan seorang siswi menarik perhatianku.
"Itu... Rion sama Ethan berantem." Siswi itu menunjuk dua orang siswa dilantai dua yang sedang beradu jotos.
"Rion! Ethan! Astaga!!" gumamku pelan.
Aku sudah biasa melihat keduanya gelut ala kucing k*win. Tapi kali ini aku tak boleh sia-siakan kesempatan untuk bisa kabur.
"Sebentar, Pak!" Aku berlari kearah bangunan dua lantai itu. Lantai pertama adalah deretan kelas XI dan di lantai dua adalah kelas XII.
Sebenarnya aku tidak peduli keduanya berkelahi, tapi demi kabur dari Pak Vano aku rela melerai dua kucing jadi-jadian itu.
Ah, terima kasih ya Allah. Kuanggap ini pertolongan-Mu.
Aku tergesa menaiki anak tangga. Dan sampai di koridor lantai dua. Keduanya masih beradu jotos. Para siswa-siswi mulai berkumpul dan naik ke atas.
Aku menghampiri keduanya. Lalu menarik telinga mereka.
"Aduuh! Sakit, Bu!" jerit Rion.
"Aduuh, Kak!" Dia keceplosan menyebutku kakak. Anak om Josep ini sepertinya memang berniat membongkar identitasku.
Aku melotot ke arahnya. "Sakit, Buk!" Ethan meralat ucapannya.
Disini tak ada yang tahu siapa aku. Identitasku di rahasiakan sesuai permintaanku pada om Ray. Aku tak ingin dianggap sebagai anak emas karena hubungan om Ray dan papa. Bahkan tak ada yang tahu jika Nair dan Nath adalah adikku. Keuntungan kami punya nama belakang yang berbeda.
Aku menggiring keduanya ke ruang guru. Sebelum di tindak lanjuti oleh guru BK. Keduanya berjalan di kanan dan kiriku. Rion bahkan sengaja meminta tasku untuk dia bawa. Aku tak sia-siakan kesempatan. Ku serahkan tasku padanya.
Keduanya adalah siswaku. Aku wali kelas mereka. Entah disebut musibah atau anugrah. Memiliki murid secuek mereka. Tingkah keduanya kadang menjengkelkan. Tapi percaya atau tidak, kelas takkan ramai tanpa keduanya.
Sebenarnya Nath juga sekelas dengan mereka. Namun entah kemana adikku itu, sedari tadi belum ku lihat batang hidungnya. Sedangkan Nair ada di kelas MIA (atau IPA). Sesuai cita-citanya untuk menjadi seorang dokter.
"Bilang terima kasih dong, Bu!" Bisik Rion padaku. Aku menatapnya.
"Heheh... Gara-gara kami berantem ibu gak jadi jadian sama pak Vano, kan?" Bisiknya dengan senyum jahil.
Dia sengaja berbisik karena semua siswa-siswi menatap kami sepanjang perjalanan ke ruang guru. Ini bukan pertama kalinya Rion membuat ulah.
Dia juga tidak akan masuk kelas pada pelajaran ekonomi terkecuali saat ada tes dan ujian. Alasannya sederhana. "Saya sudah khatam pak pelajaran ekonomi SMA."
Jelas dia sudah sangat faham karena om Ray memanggil guru privat untuk mengajarinya pelajaran ekonomi, dan bisnis sejak Ray SMP.
"Ethan?" Aku menatapnya penuh tanya. Anak om Josep ini tingginya sejengkal diatasku. Hingga aku mendongak untuk melihat wajahnya
Ethan mengangkat bahu. "Ulah Rion, Buk."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Jumadin Adin
lanjut
2021-10-22
2
vita viandra
habis baca papa ma mama ny bintang cuuzz kesini....
2021-10-19
1
Jo Doang
hadir bawa cicilan bacaan dan LK kak...
salam kenal dari komedian Pocong Famili, dan juga yang suka memgembara... Sang Kepala Suku
2021-10-12
1