Bintang
Kami tiba di lantai dua R cafe. Kami memilih meja dengan jumlah kursi yang banyak demi menampung kami semua.
Aku merasa sesuatu yang tidak beres terjadi dengan perutku. Tapi masih ku abaikan.
Kami memesan banyak makanan. "Kak, Chiken teriyaki?" Nair menawariku.
"Boleh."
Menunggu pesanan datang, mereka mengisinya dengan obrolan-obrolan tak bermutu.
Aku diam saja merasakan perutku yang terasa tak nyaman. Dan seperti lembab dibawah sana membuatku menyadari sesuatu. My periode.
Aku berdiri dari kursiku. "Kemana kak?" Rion langsung bertanya.
"Toilet sebentar."
Rion ikut berdiri. "Yang di ruangan papi aja kak. Kalau kebawah terlalu jauh."
Di lantai dua ini memang tidak ada toilet. Toilet hanya ada di lantai bawah.
Rion membawaku ke ruangan kerja om Ray. Kamar mandi disini juga sangat bersih. Seperti di rumah.
Aku masuk ke kamar mandi dan benar saja. Tamu bulananku. Kenapa datang disaat seperti ini?
Aku membuka pintu kamar mandi dan Rion masih menungguku duduk di sofa.
"Rion!" Panggilku pelan.
Dia menoleh kearahku. "Ya."
"Kesini sebentar!" Aku melambaikan tanganku. Aku membuka pintu sedikit, hanya seukuran kepalaku. Karena aku membuka jaketku saat ini. Takut jika terkena noda.
Dia datang. "Ada apa kak? Sakit?"
"Hp ku mana, Yon?" Aku menengadahkan tangan meminta ponselku yang ku titipkan di tasnya.
Dia mengambil dan menyerahkan padaku. Aku menerimanya dan kembali menutup pintu kamar mandi.
Aku mendial nomor Zoya.
"Ya Bi..."
"Punya pembalut gak Zoy. Barang kali ada di mobil?" ucapku pelan. Takut Rion mendengar suaraku.
"*Yaa, gak ada Bi?" ucapnya penuh sesal.
"Perlu aku cari*?"
Dugh... dugh...
Pintu di gedor dari luar.
"Kak, butuh apa?"
Rioon!! mengganggu aja!
Aku kembali melihat ponselku dan panggilan sudah di matikan oleh Zoya. Bagaimana ini? Aku menggigit kuku jariku.
"Bi, dimana Yon?" aku dengar suara Zoya di arah luar.
"Masih di dalam kak. Kenapa sih kak?"
Dugh.. dugh.. dugh...
Pintu kembali di ketuk.
"Perlu banget, Bi?" tanya Zoya. Suaranya sangat dekat. Ku yakin dia ada di depan pintu.
"Banget, Zoy."
"Oke aku keluar sebentar."
"Perlu apa kak?" Ku dengar suara Rion terdengar khawatir.
"Bi butuh pembalut, Yon. Aku keluar dulu."
"Kak, gak perlu. Aku tanya dulu sama karyawanku." Dan langkah kaki Rion terdengar menjauh.
"Kamu sendiri gapapa, Bi? Rion masih cari, siapa tahu karyawannya ada yang punya."
Aku menghembuskan nafas kasar. Zoya, kenapa ngomong sama Rion sih?
Saat ini, kalau kamu minta dia terjun dari sini demi aku. Dia juga bakalan nurut Zoy. Dia sedang berusaha membuktikan perasaannya padaku.
Aku bersandar pada dinding kamar mandi. Menatap wajahku di cermin. Aku menyentuh wajahku.
Apa pantas aku dengannya. Suatu saat kerutan akan muncul di wajah ini. Dan saat itu Rion pasti masih sangat muda.
Aku menutup mataku. Aku tak pernah jatuh cinta sebelumnya. Aku juga tak pernah menjalin hubungan spesial dengan siapapun.
Tapi Rion, setelah dia mengungkapkan perasaannya. Dan berhasil membuatku terkejut setengah mati. Aku malah tak bisa menjauhinya.
Tak ada yang berubah antara aku dan dia. Kami sempat saling menjauh, tapi malam itu dia menolongku dan keadaan kembali seperti sebelumnya.
Ataukah memang begini takdirnya? Aku dan dia tak boleh menjauh. Aku tak boleh menghindarinya?
Dugh... dugh...
"Kak," itu suara Rion.
Aku membuka pintu sedikit. "Ada, Yon?"
"Ada kak." Dia menyerahkan padaku dan aku kembali menutup pintu.
"Aku gak tau yang mana yang kakak mau, tapi karyawanku memberi tiga pilihan berbeda dan aku ambil semua kak." Ucapnya dari arah luar.
"Aku pakai apa saja, Yon. Gak ada bedanya bagiku." Ucapku dari dalam.
Aku keluar setelah sepuluh menit. Rion duduk di kursi kerja om Ray. Dia membuka berkas di sebuah map.
"Ayo." Aku menghampirinya dan berdiri di sampingnya.
Rion berdiri dan mengurung tubuhku dengan kedua tangannya yang bertumpu di sisi meja.
Akankah adegan malam itu terulang lagi? Duuh, itu mah kepengennya otakku.
"Tunggu sebentar kak." Dia beralih ke sebuah lemari dibelakang kursi kerja om Ray.
Dia menarik sebuah paperbag dan mengambil isinya. Seperti baju berwarna putih.
Dia kembali berdiri di depanku. Perlahan dia membuka kancing jaketku. Aku diam mematung melihat aksinya.
Dia gak mungkin macem-macem. Batinku.
Dia meloloskan jaket dari badanku. Menyisakan aku yang berdiri gugup dengan bagian atas berbalut tanktop.
Rion memakaikanku kaos putih yang dia pegang. Aku hanya menurut seperti anak kecil.
Ini hipnotis?
"Begini lebih baik kak. Ini kaosku. Boleh kakak simpan."
Rion menatapku dari atas sampai bawah. Lalu ia kembali memakaikan jaketku. Dan dia kembali mengurungku dengan tangannya.
"Jaket ini. Masih membuat dada kakak mengintip dari celah kancingnya kak."
Rion menjatuhkan keningnya di bahuku. Dia memeluk pingangku. "Jangan menguji imanku kak."
Rion, baru tadi pagi minta maaf karena menciumku. Lalu ini apa?
"Aku butuh setidaknya tiga bulan untuk lulus sekolah. Dan setelahnya aku baru bisa membuktikan bahwa aku pantas."
"Aku gak mau kita berjauhan. Dan kalau setiap hari kulihat kakak yang seperti tadi, ku pastikan bulan depan kita di plaminan kak." Ucapnya dengan tawa kecil.
"Karena kakak mengandung anakku." Aku membulatkan mata! Ini gila. Bocah omes! Otak mesum!
Aku menjauhkan kepalanya dari bahuku. "Berlagak buat aku hamil, heeh?" Ku tatap matanya.
"Itu kamu baru disunat, Yon!" Aku mendorong dadanya dengan telunjukku. Keras?
Dia memiringkan wajah menatapku. Melemparkan senyum iblis. Oke, Bi. Bersiap serangan akan datang.
"Dia sudah besar kak! Mau lihat?" Dia senang sekali menggodaku.
Aku melepar senyum meremehkan. "Oh ya?"
Dia menaikkan sebelah alisnya. Mendekatkan wajah kami.
"Yon, pintunya." Ah, mulut sialan. Bukannya menolak malah menanyakan pintu.
"Udah aku kunci kak!" Bisiknya pelan.
"Kita harus segera kembali, Yon." Aku tak tahan lagi. Aku meremas pinggangnya karena hembusan nafasnya menyerbu wajahku hingga ke leher.
Dan ini berhasil menciptakan geleyar aneh. Tubuhku meremang dan jantungku berpacu cepat seperti malam itu.
Ini terasa aneh, tapi aku suka. Otakmu Bi!
Sepertinya aku harus membiasakan diri dengan Rion yang suka menyerang tiba-tiba. Dan mungkin benar kata mama, aku harus memgubah cara berpakaianku agar tak sembarang pria menyentuhku.
Apa-apaan ini? Leherku terasa basah dan bibirnya sudah disana.
"Yooon." bisikku pelan.
"Jangan mende-sah kak. Belum aku apa-apain."
Nafasnya kembali menyerbu ceruk leherku.
Mende-sah gundulmu.
"Yon, aku laporin mama." Bisikku penuh penekanan dan aku bersiap menarik rambutnya.
Berhasil. Dia menarik wajahnya dari ceruk leherku. Tapi, "Maaf untuk ini kak." Dia malah menyerang bibirku. Cukup lama dan berhasil membuatku mematung.
Dia menarik diri. Dan mungkin akan menjadi kebiasaannya mengusap bibriku dengan ibu jarinya setelah selesai dengan serangannya.
Dia menyatukan kening kami. "Kak, waktu gak bisa di percepat kak?"
Aku menggeleng.
"Janji jangan terima pria manapun kak."
Aku bak peliharaan yang menurut pada tuannya. Aku mengangguk lemah.
"Jangan libatkan orang tua dalam hubungan kita, Yon."
"Aku mau semua murni karena perasaan. Soal harta dan lainnya masih bisa kita raih bersama." bisikku pelan. Aku menutup mataku menikmati momen berdosa ini.
Mengapa aku katakan harta? Karena aku tak sedikitpun berharap warisan dari kedua orang tua kami. Aku ingin dia berdiri diatas kakinya sendiri sebagai pria dewasa. Bukan hanya sekedara pewaris Danadyaksa.
Rion menarik diri. Dia menggenggam tangaku lalu mengecupnya.
"Ayo kak. Lama-lama berduaan disini, bisa buat aku kehilangan akal."
Sama!
***
Hai.. hai..
Hari ini aku doble up meskipun waktunya agak jauh 😁 (Butuh waktu buat ngetik 😁)
Maaf kalau masih datar dan buat bosan 😂
aku mau kasih manis-manis dulu sebelum pil pahit datang bak hujan 😂😂
Jejak kak 😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Nurul Hidayati
Hanya itu yang aku rasakan..
Apa pantas dg umur yg lebih jauh..
Bagaimana 5-10 thn kedepan nya...
Tapi jodoh gak ada yg tau... Hhhhhhh
2022-06-12
0
vita viandra
berasa merinding za nie bulu roma... duh rion... gercep bgt z jd bocah....
2021-10-19
1
pecinta halu
aduuhh thorr gk tahan dehh baca adegan² erotis nya😂😂😂
2021-10-01
2