Bintang
Sudah seminggu aku tak melihat Rion datang ke rumah semenjak kejadian malam itu. Rion tak pernah lagi mengirimi ku pesan chat. Bahkan pria berusia 18 tahun itu tak pernah aktif dalam grup wa.
Aku mengendarai motorku untuk menjemput Alya, si guru BK ke kost-annya. Kami telah membuat janji untuk menghabiskan voucher gratis di R cafe.
Dari pada berlarut dalam kegabutan dan kegalauan yang entah kapan ujungnya. Aku menyetujui ajakan Alya.
Kami tiba di R cafe dan memilih duduk di lantai dua yang tak terlalu ramai. Mungkin karena tidak ada live music di lantai dua.
Berbeda dengan lantai dasar yang sangat ramai. Bahkan sampai di tamannya juga penuh dengan manusia yang tengah tertawa bersama.
"Tuh muka kusut amat, Bi?" Alya sepertinya memperhatikanku yang sedang gelisah, galau, merana.
"Hem, tau sendiri Al. Capek banget menghindar dari pak Vano." Seminggu ini aku memang menghindari pria itu. Jika dia ada di ruang guru saat jam istirahat, maka aku lebih memilih menyantap mie cup di kantin.
"Kucing-kucingan terus."
"Ha... ha... ha..." Sial. Alya malah tertawa. "Pura-pura gak terjadi apa-apa aja, Bi!"
"Pura-pura gimana? Semua guru dan murid udah kayak wartawan infotainment kalau lihat mukaku, Al!" Aku kesal akan hal itu. Seminggu ini aku bak artis Cahaya Bangsa. Om Ray saja tak setenar aku sekarang.
"Buk, gimana perasaannya dilamar di lapangan?"
"Buk, gimana rasanya dilamar sama teman sendiri."
"Kapan naik plaminan, Buk?"
"Jangan lupa undangannya, Buk!"
Aku menirukan cara bicara mereka. Dan itu berhasil membuat Alya makin terbahak. "Pusing aku Al."
Ditambah lagi, kejadian yang membuatku berdebar malam itu terus berputar-putar di kepalaku saat aku melihat Rion.
Aku sadar, aku dan dia berbeda. Beda usia, beda profesi dan beda kasta.
Kami berdua sama-sama menghindar. Tapi aku tahu, Rion selalu melihatku dari kejauhan.
Setiap pagi dia selalu menungguku datang di koridor lantai dua. Dia berdiri di atas sana. Dan saat dia melihatku turun dari mobil, dia akan pergi atau masuk ke kelas.
Begitu juga saat pulang sekolah, Rion selalu mengikutiku dari belakang demi memastikan aku sampai di rumah dengan selamat.
Aku juga pernah menemukan chatnya di ponsel Nair.
*Kak Bintang ada dirumah, Nair?
Kak Bintang sudah tidur?
Apa kak Bintang sudah pulang*?
Dan masih banyak lagi. Dia melakukan semua itu. Bukankah itu artinya dia mengkhawatirkanku?
Sejauh ini, kami hanya bertemu di kelas, sat belajar-mengajar. Rion menjadi pendiam. Tapi dia sering tak masuk kelas saat pelajaran lain. Dan ini berhasil membuatku resah, nilainya bisa terancam. Sementara ujian akhir tinggal menghitung minggu.
"Jadi, kamu mau bagaimana Bi? Menghindar terus juga gak mungkin. Kalian satu profesi dan bekerja di tempat yang sama."
Alya benar. Aku mengangkat bahu.
"Pak Vano juga mulai dekat dengan miss Agatha." Mataku membulat, Udah ganti gebetan aja tuh pak Vano!
Miss Agatha adalah guru bahasa Inggris di kelas XII MIA. Seorang gadis dewasa, usianya sekitar 28 tahun. Kalau di tanya soal fisik. Nilainya 98. Cantik dan bodynya oke punya. Depan belakang mont*k.
"Seriusan Al? Move on nya pake MRT (Moda Raya Terpadu). Cepat banget." Aku geleng-geleng kepala.
*MRT adalah sistem transportasi rel angkutan cepat di Jakarta.
Alya terbahak. "Aku kok jadi mikir gini." Alya menegakkan duduknya. "Dia ngelamar kamu kayak cap-cip-cup aja Bi. Diterima sukur, enggak ya gak apa-apa."
"Aku juga mikir gitu, Al. Sebelumnya gak ada pembicaraan kami yang mengarah ke sana. Dia ungkapin perasaannya aja gak pernah. Ini malah gak ada angin, gak ada ujan dia ngelamar aku. Syok dong akunya."
"Nah, yang jadi masalah kenapa dia ngelamar aku di sekolah, di depan murid-murid, Al?" Lanjutku.
Alya mengetuk-ngetuk meja dengan jemarinya. Dia tengah berfikir. "Mungkin dia punya harapan besar untuk di terima, Bi. Dan kamu gak akan nolak dia di depan murid-murid."
"Dia yakin kamu akan jaga nama baik dan harga dirinya." Lanjut Alya.
"Itu namanya egois, Al. Dia cuma memikirkan dirinya sendiri." Aku semakin kesal.
Beruntung makanan pesanan kami sudah datang. Aku langsung melahap tanpa sisa. Dan kami tak lagi membahas tentang pak Vano.
Aku mengantar Alya pulang. Masih jam sepuluh malam, mungkin karena cuaca mendung jalanan tak terlalu padat.
"Mampir, Bi?"
"Lain kali, Al. Udah mau hujan nih." tolakku.
Aku mengendarai sepeda motorku dengan kecepatan sedang. Kemeja dan jeans yang ku pakai tak mampu menghalau udara dingin yang menerpa tubuhku.
"Eh... eh... kenapa ini?" Aku merasa sepeda motorku oleng. Ban bocor?
Aku menghentikan sepeda motorku dan memeriksanya. Benar, bannya bocor. Aku melihat sekeliling.
Tampak sepi karena ini adalah jalan pintas jarang rumah penduduk dan di kiri jalan adalah sebuah taman yang ditumbuhi puluhan bahkan ratusan pohon-pohon besar.
Aku bingung harus bagaimana. Aku tak melihat ada bengkel motor yang ku lewati.
Aku akhirnya mengirim pesan di grup wa. Nama grup wa kami adalah Next generation. Isinya adalah generasi kedua dari papa dkk. Ditambah keluarga anak ayah Satya dan tante Sora.
Bintang :
Siapapun, tolong aku. Ban motorku bocor di jalan XX.
Satu menit, dua menit tak ada yang membalas. Aku memutuskan untuk menelpon papa.
Belum sempat menelpon. "Neng, sendirian!" Suara cempreng seorang pria mengejutkanku.
Aku pura-pura santai saat tiga pria mengepungku. "Sama papa."
"Sama papa? Kok mukanya takut?" Seorang pria menarik lenganku.
Aku memberontak dan berhasil melepaskan diri. Aku langsung berlari menghindari ketiga pria yang ku duga habis minum. Karena bau alkohol yang lumayan menyengat.
Aku terus berlari dan mereka mengejar di belakangku. Astaga! Aku salah jalan. Aku semakin masuk ke dalam taman yang gelap.
Krekkk!
Satu dari 3 pria itu menarik kemejaku dari arah belakang hingga robek. Kulitku juga terasa perih, sepertinya kukunya melukai bahuku.
Tapi aku berhasil terlepas. Aku terus berlari dengan air mata yang sudah mengalir deras.
Aku takut dan aku menyesal mengabaikan keluargaku.
"Bawa mobil, Bi."
"Naik motor aja pa, sejuk kena angin!"
"Bahaya naik motor malam-malam, Nak. Kamu seorang gadis."
"Cuma di cafe om Ray, ma!"
"Ku antar, Bi!" Bahkan Zoya sempat menawariku.
"Kamu istirahat aja Zoy." Aku tahu dia sangat sibuk dan butuh istirahat.
"Nair, antar kakakmu!"
"Pa, jangan lebay dong!"
Dan sekarang aku cuma bisa lari dan menangis. Merutuki kebodohanku karena mengabaikan mereka.
Apakah mereka semua punya firasat buruk terhadapku?
"Aaau." Salah satu pria menarik rambutku yang ku kucir kuda. Membuatku mundur kebelakang.
Ya Allah, apa ini akhir hidupku?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Jo Doang
tetap semangat kak. ntar aku lanjutin lagi bacanya... cerita kakak keren. .. Akau suka🤗❤️
2021-10-12
1
Mama Razan
dedek Rion kah yg akan menyelamatkan?? kita tunggu eps selanjutnya😒
2021-09-24
4
Siti Fatimah
Lanjut lagi kak semangattt
2021-09-24
3