Orion
Setelah masalah terselesaikan pagi tadi. Semua murid mulai bersikap ramah lagi. Tidak seperti pagi tadi, yang memandangku dengan tatapan meremehkan.
"Rion, kali-kali ajak kita dong. Masa cuma Marisa doang yang diajak." Ucap Naza, seorang murid perempuan di kelasku. Dikelas hanya tinggal beberapa orang yang tersisa karena melakukan tugas piket menyapu kelas.
"Tau nih, mentang-mentang Marisa gebetannya Ethan!" Ucap Jihan teman sebangku Marisa.
"Loh, kok aku sih?" Marisa protes.
"Kalau kalian mau jadi gebetan Nath, boleh kok gabung." Ucap Ethan dan membuatnya mendapat tatapan tajam dari si empunya nama.
"Hahahah..." Kami semua terbahak.
"Kalau Nair, aku mau." Jihan mengangguk mendengar perkataan Naza.
"Ah, manusia batu apa bagusnya sih?" Ucap Nath kesal.
"Kalau dia batu, kamu apa?" Tanya Jihan.
"Ya sama sama batulah, kan satu rahim." Jawabku dan mereka tertawa.
"Bedanya Nair batu permata dan kamu batu bata." Ucapan Naza membuat kami semua kembali tertawa.
"Udah ah, mau balik dulu. Ayo Jihan." Ajak Naza.
"Udah bersih kan, Za?" Tanya Ethan yang bertugas mengawasi.
"Beres, Than."
"Mar, ikut kita gak?" ajak Jihan.
"Gak Han, aku bareng Ethan."
"Ciiieee... lengket mulu, kek panci sama tutupnya. Hahahah." Ucap Naza sambil berlalu meninggalkan kelas.
Kami semua membubarkan diri. Aku dan Nath berjalan menuju parkiran.
"Nath, kesana bentar yuk. Kak Bi belum pulang tuh."
Kami membelok ke arah taman dimana ekskul melukis akan berlangsung. Guru pembimbing sedang mempersiapkan peralatannya.
Aku melihat kak Bintang ada di sana. Memperhatikan Bu Nada yang bergerak kesana-kesini sambil sesekali ia ikut membantu.
"Rencana kamu gagal, Letta." Suara itu terdengar jelas, berasal dari balik pohon. "Rion tetap bakalan gak mau sama kamu."
Aku dan Nath saling pandang. Kami bergerak perlahan dan berjongkok dibalik pot besar.
Nath maju mendekat dan meletakkan ponselnya untuk merekam suara mereka.
"Aku gak peduli dia mau sama aku atau gak."
"Tanpa dia aku juga udah femes."
"Tanpa dia aku juga di segani di Cahaya Bangsa."
"Tapi kamu gak bisa pamer pacar tampan dan tajir di sosmed." ucap salah satu dayang Carletta dengan nada sinis.
"Aku udah gak butuh Rion, Ethan atau bahkan Nath untuk dikenal. Dulu, aku ingin murid lain menjodoh-jodohkan aku dengan salah satu dari mereka supaya aku bisa jadi siswi populer." Ucap Carletta enteng.
"Tapi gak ada respon dari mereka sampai aku berusaha sendiri lewat bakat menariku."
"Lalu, akting kamu di kantin pagi tadi untuk apa?"
"Ehm, aku cuma mau Rion gak sok kecakepan."
"Aku sebenarnya berharap dia mukul aku tadi pagi."
Aku membulatkan mataku tak percaya. Untung belum ku pukul.
"Aku mau citranya buruk di sekolah ini."
"Jadi berita soal Bu Bintang yang sudah terlanjur menyebar bagaimana, Ta?" Tanya salah satu dayangnya.
"Aku gak mau ikut-ikutan kalau sampai ketahuan kamu dalangnya." ucap dayang yang satu lagi.
"Mereka gak akan tau kalau kalian berdua gak ember!" Bentak Letta pada temannya.
"Lagi pula gosipnya juga bakalan lenyap karena penjelasan pak Ray tadi pagi."
"Udah, ayo cabut! Kalian bikin moodku berantakan aja!"
Aku dan Nath keluar dari persembunyian kami.
"Mau minta maaf atau ku sebar rekaman ini."
Nath memutar rekaman suara itu.
Carletta sudah pucat pasi. Sementara kedua temannya sudah memegang tangan Letta meminta perlindungan.
"Let, minta maaf aja." bisik temannya.
"Iya, Let."
Letta masih diam.
"Nath, Bu Alya masih di kantor tuh." Aku menunjuk arah kantor dimana Bu Alya baru saja keluar dari dalamnya."
"Kirim aja ke Bu Alya. Biar langsung diputar di sound sistem. Seantero Cahaya Bangsa bakalan tau kelakuan mereka."
"Rion, jangan!"
"Nath, jangan!"
Kedua temannya sudah memohon. Tapi Carletta masih berdiri tegak dengan kesombongannya.
"Kirim sekaran Nath." Perintahku.
"Tunggu!" Ucap Carletta cepat.
"Maaf." Ucapnya datar.
"Begitu caranya minta maaf, Yon?" Sindir Nath.
"No... no... no... Harusnya sambil berlutut, Nath. Kalau perlu cium kaki." Ucapku melipat tangan di dada.
"Berlutut, Let." Kedua temannya sudah berlutut.
Letta bertumpu pada lutunya. Lutut bersihnya bersentuhan langsung dengan rerumputan.
"Rion, Nath." Suara bidadari.
Aku melihat sekeliling, ternyata kak Bi sudah ada di dekat kami.
"Apa yang kalian lakukan?"
"Carletta, kalian. Bangun! Jangan berlutut begitu." Carletta dan keduanya berdiri dibantu kak Bi.
"Ck!" Aku dan Nath kompak berdecak. Kesenangan kami terganggu.
"Kalian berdua. Gak boleh begitu sama teman sendiri."
Nath memutar rekaman tanpa diminta. Kak Bintang diam saja lalu beralih menatap tajam pada Carletta dan temannya.
Membuat mereka bertiga menunduk ketakutan. "Sudah minta maaf, Letta."
"Sudah, buk!" ucap mereka bertiga.
"Belum, kak!" ucapku dan Nath berbarengan dengan mereka.
Membuat kak Bi menipiskan bibir. "Saya gak tanya kalian berdua." Kak Bi menunjuk kami.
"Benar sudah minta maaf?"
"Be-benar buk."
"Kami juga minta maaf sama Ibu." ucap Carletta.
"Besok minta maaf sama pak Vano." Ucap kak Bi.
"Kalian saya maafkan. Dan jangan ulangi lagi. Kalian sudah mau lulus. Beri kesan baik untuk sekolah ini."
"Rekaman masih ada pada Nath. Dan saya gak jamin itu tidak tersebar kalau kalian buat masalah lagi."
"Iya Bu."
"Sekarang kalian boleh pergi."
"Terima kasih, Bu." Ketiganya pergi meninggalkan kami.
"Kalian, pulang sekarang!" Perintah kak Bi pada kami.
"Kakak, gak pulang?"
"Mau ikut ekskul melukis. Udah lama gak ngelukis." Ucapnya pada kami.
Drrt.... Drrrtt...
Aku menjawab telpon papi.
"Ha-."
"Pulang sekarang, Rion!!!!" Aku menjauhkan ponsel dari telingaku. Papi berteriak sangat keras. Bahkan saat aku belum selesai mengucap kata hallo.
Apa lagi salahku, ya Papiiiiii?
"Iy-"
"Tut... tut...tut..." Sambungan terputus. Papi benar benar tak memberiku kesempatan untuk bicara.
Aku mengirim pesan pada kak Bi sebelum memasukkan ponselku ke saku celana.
"Kak, aku pulang dulu."
"Balik dulu, Nath." Aku berjalan meninggalkan mereka.
"Rion tunggu!" Nath mengejarku.
****
Bintang
Aku melihat Nath dan Rion dengan tiga orang murid perempuan yang berlutut di depan mereka.
Aku mendengar rekaman yang di putar Nath. Wajar Rion marah begitu. Karena dendam pada Rion, nama baikku dan pak Vano menjadi ikut dipertanyakan.
Aku berhasil mengatasi mereka. Tapi, aku sedikit mengancam agar tak terulang lagi kejadian yang sama.
Rion da Nath pergi meninggalkanku. Aku mengambil ponsel yang ku rasa sempat bergetar. Mungkin pesan singkat.
Ku buka pesan dari Rion. Foto selfie dirinya. Dengan pesan dibawahnya.
Lukis aku kak!
Aku tersenyum dan ku balas pesannya.
Kakak sudah pernah melukis kamu. Ada di dinding ruang tamu rumah kamu.
Tak butuh waktu lama, Rion membalas pesanku.
Itu pas aku balita kak.
Aku kembali tersenyum. Ya, aku pernah melukisnya saat dia berusia 4 tahun dan aku 9 tahun.
Karena lama membalas, pesannya kembali masuk di ponselku.
Gak jadi kak.
Nanti kita foto berdua aja kak.
Di plaminan.
Aku langsung memasukkan ponselku di saku celana bahan yang ku pakai. Lama-lama pesan dari Rion semakin menjadi-jadi.
****
Up lagi besok 😊 Insya allah 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Isabella
hahahahaha
ingat ketengilanya Rion ingat om langit
2021-10-05
2
pecinta halu
bukan hnya pesan nya bi, kelakuan roin pun mkin menjadi jadi😂😂😂
2021-10-01
1
Andi Muh.taufik Andi sayyid
.......
2021-10-01
1