Bintang
Ku parkirkan Mini cooper biru yang merupakan hadiah dari ayah Satya saat tiba di Cafe R. Salah satu cafe om Ray. Aku sering kesini, bukan hanya karena om Ray sahabat papa. Tapi juga karena voucher makan yang om Ray berikan kepada guru-guru di sekolah tiap tiga bulan sekali.
Aku masuk kedalam, suasana disini sangat nyaman. Aku bahkan sering menghabiskan waktu menyelinap di antara brondong-brondong tampan. Siapa lagi jika bukan Rion, Ethan, Si kembar, Delvin, dan Caraka.
Percayalah, kau akan merasa spesial menjadi perempuan satu-satunya diantara para sahabat pria.
Aku mendapati pria pemaksa itu sedang menungguku di salah satu sudut cafe.
"Selamat malam pak Vano." Aku duduk tepat di depannya.
"Selamat malam, Bintang." Senyumnya mengembang begitu melihatku.
Dia tampak berbeda dengan tampilan seperti ini. Dia memakai jeans dan kemeja yang ia gulung hingga siku.
Sedangkan aku, aku memakai gaun A line sebetis dengan lengan panjang. Gaun bermotif bunga-bunga berwarna biru. Warna kesukaanku.
Suasana cafe cukup ramai, karena ini adalah malam minggu. Banyak pasangan muda yang menghabiskan waktu disini.
"Bahas langsung ke intinya, Pak. Waktu saya tidak banyak."
Aku yang sudah tidak nyaman berduaan dengan pak Vano memutuskan untuk memulai pembicaraan karena pria ini tak kunjung mengatakan maksud dan tujuannya bahkan saat pelayan sudah mengantarkan pesanan kami.
"Mau kemana? Kamu sudah punya janji dengan pria lain?"
Ehm okey. Pertanyaan menjebak.
"Dan mungkin pria yang anda maksud adalah papa saya? Kami memang selalu menghabiskan waktu bersama."
"Ehm, sekalian saja ajak papa kamu kesini?"
What the f*ck. Dia nyuruh papa kesini? Dia fikir sia siapa? Dia belum pernah ketemu papa, tapi dia sama sekali tak ingin membuat kesan baik di pertemuan pertama. Menyuruh papa kesini, bukankah itu kurang sopan? Seharusnya kan dia yang bertamu ke rumah. Berkenalan secara baik-baik. Otakku mulai menilai sisi lain pak Vano.
Aku tersenyum canggung. "Papa sedang di rumah berkumpul dengan anak-anaknya yang lain. Jadi sangat tidak memungkinkan untuk kesini." Aku sengaja memancingnya. Apakah dia ingin bertamu atau tidak.
"Oh."
Hanya oh?
"Baiklah Bintang, ayo kita makan dulu. Keburu dingin makanannya."
Ah, baiklah. Daripada bicara pun hanya semakin membuatku illfeel.
Kulahap tak bersisa seporsi teriyaki salmon tanpa nasi. Dan segelas teh manis dingin juga sudah kandas.
Aku sebenarnya tidak lapar, karena makan siang menjelang sore yang Zoya sajikan tadi sepertinya cukup untuk ku bertahan hingga besok pagi.
"Bagaimana, Bintang. Mau menerimaku?" Dia mulai serius.
"Maaf pak. Apa tidak terlalu terburu-buru? Bapak saja tidak pernah menyatakan perasaan bapak ke saya."
"Bintang, jangan terlalu kaku. Panggil Vano saja."
Oke.
"Begini Van, kita tidak punya hubungan apapun sebelumnya. Lalu tiba-tiba kamu melamarku. Di sekolah pula."
"Kan kita sudah sama-sama dewasa. Jadi ku fikir kita tidak perlu melewati masa-masa pacaran lagi, Bintang."
Ah, kuno sekali cara berfikirnya.
"Lalu, bagaimana aku menerimamu jika kamu saja tidak mengenalku dan keluargaku dengan baik. Juga sebaliknya, aku juga tidak mengenal keluargamu." Aku harus tegas disini.
"Keluargaku pasti menerima siapapun pilihanku."
Aku mengangkat sebelah alisku.
"Soal keluargamu, aku bisa mengenal mereka saat kamu sudah menerimaku. Kita tidak akan menikah dalam waktu dekat. Karena persiapan pernikahan juga butuh waktu." Pak Vano berusaha meraih tanganku yang kuletakkan di atas meja.
Tapi aku berhasil menghindar, dengan pura-pura mengambil ponsel di dalam tas ku.
"Ehm maaf pak, pesan dari papa. Harus segera ku balas."
Aku membuka ponsel pura-pura mengetik pesan.
Bagaimana aku bisa menghindari pria ini. Ternyata selain pemaksa dan egois dia juga tidak menghargai keluargaku. Sama sekali bukan tipeku.
Akhirnya aku berhasil lolos darinya setelah mencoba membuatnya mengerti. Berbohong sedikit tidak masalah. Daripada harus merasa tak enak hati menolaknya secara terang-terangan.
"Tapi maaf sebelumnya Van. Aku sudah di jodohkan dengan anak teman papa. Walaupun kami belum pernah bertemu. Setidaknya aku ingin menghargai keputusan papaku."
"Maaf, Van."
Vano menatapku penuh kecewa. Tak ingin berlama-lama. Aku segera membayar makananku.
Apa-apaan ini? Dia tidak melarangku membayar makananku sendiri?
Aku masuk kedalam mobil dengan perasaan kesal. Bagaimana mungkin ada pria sekomplit itu. Egois, pemaksa, tidak bisa menghargai, pelit pula.
Aku langsung pulang ke rumah. Dan rumah terasa sepi karena Zoya pergi ke pesta rekannya. Mama papa sudah di kamar. Dan ku intip si kembar sedang sibuk dengan ponsel masing-masing.
Aku merebahkan tubuhku di ranjang dan langsung terlelap.
***
Orion
Aku baru tiba di cafe papi. Dan mini cooper yang bertengger cantik di parkiran membuatku tersenyum lebar.
Kak Bintang disini?
Aku masuk kedalam, tapi pemandangan tak menyenangkan membuatku moodku turun drastis.
Aku melihat kak Bintang dan pak Vano duduk berhadapan. Mereka saling berbicara. Aku tak tau membahas apa dan aku juga tidak ingin tahu.
Aku masuk ke ruangan papi. Memeriksa laporan keuangan seminggu ini. Serta masuk ke dapur cafe hanya untuk memastikan tak ada kendala apapun.
Ting...
Notifikasi ponselku berbunyi. Pesan chat dari Ethan.
Aku on the way ke rumah pinang di belah dua.
Pinang dibelah dua yang ia maksud adalah Nair dan Nath.
Mau apa kesana? Balasku.
Hilangkan gabut. Aku bawa makanan. Kalau mau nambahin, silahkan. Balasnya lagi.
Aku tak membalas lagi. Aku memasukkan ponselku ke kantong celanaku dan memesan beberapa menu untuk ku bawa ke rumah Nath.
Aku segera ke rumah Nath, mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Aku teringat sesuatu. Mobil kak Bintang tidak ada di parkiran.
Apakah dia sudah pulang?
Aku tiba di rumah Nath dan benar saja, mobil kak Bintang sudah terparkir di dalam garasi.
Aku langsung masuk ke dalam dan menuju ke halaman belakang. Ethan dan Delvin sudah ada disini. Mereka menyalakan musik sedikit keras dengan loudspeaker berukuran lumayan besar.
Ternyata begini cara para jomblo menghilangkan kegabutan malam minggu.
Kami bernyanyi bersama mengikuti lagu yang di putar. Saling berbagi tawa dan bercanda. Namun, beberapa kali fikiranku kembali mengingat kak Bintang dan pak Vano.
Apa mereka sudah jadian? Dan apakah kak Bi tang menerima lamarannya.
Aku merasa resah. Aku memutuskan pergi kedapur, sepertinya minum minuman dingin akan membuat otakku adem.
Aku masuk ke dapur, dan ku lihat kak Bintang sedang berada disana. Gadis itu masih memakai pakaian yang sama seperti yang ku lihat di cafe. Tapi sepertinya dia sudah menghapus make up nya.
Kak Bintang membuka pintu kulkas. Aku berdiri di belakangnya, lalu mengulurkan tanganku mengambil minuman kaleng.
"Nath, kebiasaan!" Kak Bintang berbicara dan menoleh kebelakang. Pelipisnya menyentuh bibirku karena aku sedikit menunduk.
Posisi ini terasa seolah aku menciumnya. Sekalian saja ku nikmati momen ini. Aku semakin menempelkan bibirku dipelipisnya.
Tanganku sudah tak tahan ingin merengkuh perut rata itu. Dan dinginnya suhu kulkas membuatku tersadar. Terlalu beresiko.
"Ini Rion kak. Bukan Nath." Aku segera bergerak mundur menjauhinya. Aku berbalik dan, "Aduh kak!"
Kak Bintang menarik kerah bajuku dari arah belakang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Isabella
pinang di belah dua
hahahaha ngakak AQ kak
2021-10-04
1
Tehtie
Hayooo rion ngapain tuh fah mulai berani bikin percik" asmara kali yee ma bu guru bintang?
2021-09-23
1
sintesa destania
berbalas gak ya😰
2021-09-23
1