Bintang
Aku membuka mataku, waktu hampir subuh. Aku memutuskan untuk mandi dan bersiap sholat subuh berjamaah di musholah kecil di lantai bawah.
Selesai mandi, Zoya sudah tak terlihat di kamarku. Dia pasti tengah bersiap di kamarnya.
Karena hari libur, aku memilih memakai setelan olah raga berupa celana training dan kaos oblong berwarna putih.
Biasanya setelah sholat subuh, kami semua akan jogging atau bersepeda berkeliling komplek, kecuali mama. Karena mama akan sangat sibuk membuat menu makanan yamg akan kami santap sepulang jogging.
Aku dan Zoya turun memasuki tempat kami melaksanakan sholat subuh berjamaah. Semua orang sudah bersiap.
Aku menghitung jumlah jamaah laki-laki. Satu, dua, tiga, empat, lima? Siapa satu lagi? Biasanya hanya papa, mang Joko dan dua adikku.
"Bi, ikut sholat Nak? Zoya juga?"
Aku dan Zoya mengangguk bersamaan, lalu kami memakai mukenah yang masih terlipat rapi di lemari kecil di sudut ruangan itu.
Nair sudah mengumandangkan adzan iqomah. Lalu papa bersiap menjadi imam sholat.
Sholat dua raka'at itu berlangsung dengan lancar. Hingga papa sampai diujung doa dan kami semua mengaminkan.
Aku menyalami mama dan bi Imah. Aku dan Zoya duduk berhadapan dengan mama.
"Anak mama cantik-cantik." Mama tersenyum menyentuh pipi kami berdua.
"Tapi akan lebih terlihat cantik jika kalian tertutup seperti ini." Mama menunjuk mukenah yang masih menutup tubuh kami.
"Percaya atau tidak, pakaian akan menjaga kalian dari jahatnya dunia dan pedihnya siksa di akhirat."
Aku jadi teringat musibah yang menimpaku kemarin malam. Apakah jika aku memakai pakaian tertutup seperti mama, aku akan terhindar dari kejahatan itu?
"Dengan pakaian tertutup, para wanita menjaga dirinya agar tak memancing hawa ***** lawan jenis yang memandangnya."
"Dengan pakaian tertutup, Insya Allah tidak akan ada pria yang sembarangan menyentuh atau mendekati kalian."
Aku teringat Rion! Dia pria pertama yang berhasil mencuri first kissku.
"Kalian akan menikah, jaga diri dan marwah kalian hanya untuk suami kalian kelak."
Aku dan Zoya meletakkan kepala kami di pangkuan mama.
Mama mengelus kepala kami yang masih tertutup mukenah.
"Ma..." Kami duduk dan memandang mama.
"Mama gak akan paksa kalau kalian belum siap."
"Tapi pesan mama, jaga diri kalian. Jangan biarkan sembarang pria menyentuh kalian."
"Mama hanya bisa menjaga kalian di dalam rumah. Dan di luar rumah. Mama berpasrah pada Allah dan percaya pada kalian."
"Jika ada pria yang menaruh hati pada kalian, segera minta ia datang menemui mama papa."
"Lelaki baik-baik akan meminta kalian secara baik-baik."
"Mama sayang kalian."
Kami memeluk mama dengan bahu bergetar. Aku dan Zoya menangis.
Dan lengan kokoh memeluk tubuh kami bertiga. "Papa lebih sayang kalian."
***
Aku memakai sepatu sport dan menunggu yang lain untuk Jogging. Aku memilih untuk melakukan pemanasan dengan meregangkan otot tubuhku.
Zoya memilih membantu mama di dapur. Karena sepertinya kabar musibah yang menimpaku sudah menyebar di grup wa keluarga besar.
Dan dapat di pastikan seribu persen. Mereka akan datang hari ini.
"Bi, ikut jogging?" papa mengejutkanku.
"Iya, pa!"
"Malam tadi udah lari-lari. Pagi masih mau lari juga kak?" Nath ejekanmu gak lucu.
"Kesempatan lihat abang ganteng di blok depan." Aku cengengesan menjawab pertanyaan Nath yang lebih mirip ejekan itu.
"Lumayan dapat vitamin C pagi-pagi Nath." Lanjutku.
"Rion ikut juga?"
Pertanyaan papa membuatku menoleh pada dua pria yang baru saja keluar dari rumah. Nair dan Rion.
Rion menatapku dengam wajah datar. Sepertinya dia mendengar ucapanku tadi. Dan Dia cemburu?
Aku tak lagi terkejut dengan keberadaannya di rumah ini. Karena selesai sholat tadi aku melihatnya duduk bersama kedua adikku, menyaksikan bagaimana mama menasehatiku dan Zoya.
Kami mulai berlari kecil. Baru sepuluh menit, papa bertemu temannya dan mereka memilih memisahkan diri. Berlari kecil sambil bercerita.
"Kalian lanjut aja. Papa mau gabung sama teman papa." Ucap papa sebelum memisahkan diri.
"Jam tujuh, papa usahakan sampai rumah."
Nath dan Nair berlari di depan. Mereka berlari berdampingan sambil sesekali berlari cepat saling berlomba mencapai satu titik.
Nath dan Nair berhenti tiba-tiba. Membuatku dan Rion yang sedari tadi saling membisu ikut berhenti.
"Siapa lebih dulu sampai di pagar 20 C. Di traktir Rion di R cafe sepuasnya." Nath membuat Rion yang sedari tadi diam di sampingku angkat bicara.
"Hei, kenapa aku Nath?"
"Diam Rion!" Sergah Nair.
Nair tersenyum sinis. "Oke siapa takut."
"Yang kalah cuciin motor yang menang." sambung Nair.
"Oke deal. Sekalian yang kalah cuci motor ku!" Rion malah ikut dalam taruhan.
"Kak, mau ikut?" Nath menawariku.
Aku berfikir sejenak. "Kalau motor kalian sudah bersih. Ajak aku mantai petang nanti. Pengen hunting foto soalnya." Ucapku pada mereka.
"Wookey cantik." Nath, Nair dan Rion berucap bersamaan. Ciri khas mereka sejak dulu saat mengiyakan perintahku.
"Oke kita mulai."
"Three, two, one and go!" Aba-aba dari Rion yang berdiri di depan mereka.
Keduanya berlari sekuat tenaga. Jarak dari yang mereka tempuh sekitar 300 meter lurus kedepan.
Aku dan Rion tetap berlari kecil. "Maaf kak."
Permintaan Rion membuatku menoleh. Pria yang memakai pakaian Nath itu menatapku juga. Kami berhenti sejenak.
"Maaf telah menyentuh kakak disini." Dia menunjuk pelipisku.
"Disini." Dia menyentuh bibirku. Lalu jemarinya turun menggenggam tanganku.
"Ucapan tante Lintang subuh tadi berhasil menamparku kak." Wajahnya penuh penyesalan.
"Aku salah, kak." Sesalnya.
Aku melepas genggaman tangannya. Bukan karena marah. Tapi aku tak sanggup menatapnya. Jantungku kembali berdetak tak karuan.
Aku berjalan, dan dia menyusulku.
"Kak..." Dia berusaha meraih tanganku. Dan berhasil.
"Tampar aku kak. Pukul. Asal jangan membenciku."
"Izinkan aku untuk tetap bisa melihat kakak."
"Izinkan aku berjuang untuk kakak."
"Aku akan berhenti saat ada pria lain mengucap kalimat kabul dan membuatmu sah menjadi istrinya, kak."
"Akan ku buktikan aku pantas untukmu. Tunggu aku kak."
Aku mencari kebohongan di matanya. Namun hanya tatapan penuh harap yang terlihat.
"Rion, kamu masih muda Yon!" Aku mencoba membuatnya mengerti.
"Orang tuamu akan kecewa melihatmu memohon padaku, Yon!"
"Banyak wanita cantik dan pantas untukmu."
"Berpakaian dan berpenampilan menarik, sesuai dengan mu yang tampan."
Dia tersenyum. "Kakak mengakui aku tampan?"
Aku terkesiap. Aku mengatakannya tadi?
"Jangan mengalihkan pembicaraan, Rion!" Aku meninggalkannya. Menyusul Nath dan Nair yang sudah bersorak di finish.
"Tutup aurat kakak sesuai nasehat tante Lintang." Rion sudah berlari disampingku sekarang.
"Jaga marwah kakak." Dia berjalan mundur. Matanya terfokus mengarah padaku.
"Dan kutunggu kakak di finish."
"Menikahlah denganku atas restu orang tua kita." Dia mengerling. Tampan. Dia sangat tampan.
Aku terpaku seolah terhipnotis dengan ucapannya.
Akankah saat aku sampai di finish, kamu masih disana, Yon?
Akankah kamu masih menjaga rasa yang sama meski aku mengulur waktu untuk tiba disana?
Kamu hanya terbiasa denganku, Yon! Percayalah. Saat kamu sudah mengenal dunia luar, rasa itu tak akan lagi sama.
"Kak... mau sampai kapan disana!" Jeritan Nath membuatku seketika tersadar. Dan Rion sudah hampir sampai di posisi Nath dan Nair.
Huuuft!! Kenapa aku jadi baper begini?
***
Hai kakak-kakak semua 😊 Udah hari Senin aja Nih?
Bi, udah mulai goyah loh? 😂
Pesona brondong emang Jozzzz Gandosss!! 😆😆
Ah, selamat membaca buat kalian semua.
Tinggalkan jejak. Vote, like, komen sampai puassss silahkan!! 😊
Tunggu kelanjutan ceritanya ☺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Jumadin Adin
tunjukkan klo kamu mmg pantas rion..bersama bintang
2021-10-23
2
Lilik Juhariah
suka banget saling menjaga, berusaha untuk bertahan dan kembali pada takdir, good bang rion
2021-10-16
1
Isabella
nofel yg gini nickh yg membuat AQ baper
suka ceritanya
2021-10-05
1