Bintang
Hari ini adalah bad day ever (hari terburuk yang pernah ada). Entah mimpi apa aku tadi malam. Mulai dari terjebak macet, lari dari lamaran seorang pria, mengurus duo kucing pembuat ulah, hingga dipanggil menghadap kepala sekolah.
Pak Vano sungguh luar biasa seenaknya. Dia melamarku tanpa meminta izin kepala sekolah. Mengapa perlu meminta izin? Ya karena dia melamarku di halaman sekolah, dihadapan siswa-siswi.
"Ini adalah peringatan pertama dan terakhir. Jika ingin melamar, lakukan di luar sekolah. Dan jangan di depan para murid." Peringatan tegas dari pak Haris, kepala sekolah yang terkenal tegas.
"Iya pak. Saya janji ini yang terakhir." Pak Vano berjanji dengan penuh penyesalan.
Setelah keluar dari ruangan kepala sekolah, Pak Vano berjalan disampingku. "Bagaimana jawaban kamu, Bintang?"
Aku mengerutkan kening menatapnya. Apa-apaan dia ini. Aku sampai dipanggil ke ruangan Kepsek karena dia. Dan dia masih meminta jawabanku?
Aku berhenti dan kami saling berhadapan. "Maaf Pak Vano. Ini masalah pribadi dan sangat tidak pantas jika kita bahas disini. Terima kasih sudah membuat saya mendapat peringatan dari Kepala sekolah."
Aku berlalu meninggalkannya. Dia jelas-jelas sudah membuat masalah dan ikut menarikku dalam masalahnya. Lalu tanpa berdosa dia menanyakan jawabanku? Bukannya minta maaf malah memikirkan egonya sendiri.
"Havana, ooh na-na. Half of my heart is in Havana, ooh na-na." Aku bersenandung menyanyikan lagu Havana- Camila Cabello saat berjalan menuju teras rumah.
Daripada stress memikirkan masalah yang bukan aku penyebabnya, lebih baik aku bersenandung menata hati yang porak-poranda akibat kejutan tak terduga hari ini.
"He took me back to East Atlanta, na-na-na ah. Oh, but my heart is in Havana."
"Seneng baget, Bi." Suara bariton mengagetkanku.
"Astagfirullah." Aku mundur selangkah memegangi dadaku. Ku lihat pria yang ku kenal duduk di kursi teras.
Namun pria tampan itu malah terbahak. "Ha... ha... ha... Sorry Bi, sorry. Manusia segede ini gak kelihatan!" Dia memegangi perutnya saking semangatnya tertawa.
"Ezra! Kamu belum pernah ngerasain terjun bebas dari tugu monas, kan!"
"Ya, belum lah. Kalau udah. Aku tinggal nama, Bi."
"Oke fix. Besok kita kesana dan bersiap, aku bakal dorong kamu dari atas!"
Aku meninggalkannya di teras dan berjalan masuk kedalam rumah. Tapi pria kurang asem itu malah terbahak di belakangku.
Dialah Ezra Ganendra teman kuliahku. Usianya 27 tahun. Kami lulus di tahun yang sama. Dia terlambat masuk kuliah karena masalah ekonomi.
Sekarang dia bekerja untuk papaku. Papa memintanya menjadi supir pribadi Zoya saat di Jakarta dan menjadi Bodyguardnya saat Zoya di Surabaya.
Zoya sudah memegang Arumi Resto sepenuhnya. Restoran warisan opanya itu semakin maju di tangannya.
Zoya adalah saudaraku. Papa kami adalah orang yang sama. Kenapa bisa? Karena diawal pernikahan papa dan mama, papa menjalin hubungan special dengan mamanya Zoya yang merupakan seorang janda. Mereka berdua dulu pernah pacaran saat SMA.
Hingga saat mama hamil tujuh bulan, dan mama Zoya hamil sembilan bulan semuanya terbongkar. Mamaku mengalami pendarahan dan aku lahir prematur. Dan entah itu kebetulan atau tidak, aku dan Zoya lahir pada tanggal yang sama.
Dulu kami belum faham tentang hubungan itu. Tapi setelah beranjak dewasa kami berdua mulai memahami hubungan rumit yang terjalin antara orang tua kami.
Papa kami dan mama Zoya sudah meninggal karena kecelakaan, tepat dua hari setelah kami lahir. Dan empat tahun kemudian mamaku menikah dengan mantan suami mama Zoya, yaitu papa Akhtar.
Dunia ini sempit? Ya begitulah. Takdir manusia tak ada yang tahu.
Aku terus melangkahkan kaki ke dalam rumah tak peduli dengan tawa Ezra. Eh, tunggu! Ezra disini, berarti... aku melihat sekeliling dan menemukan Zoya sedang berkutat di dapur.
"Zoyaaaaaaaa!! Miss youuuuu!!" Jeritku berlari kearahnya. Aku langsung memeluknya erat. "Miss you so much Zoy!" Kami sudah dua minggu tidak bertemu. Karena Zoya pembukaan cabang baru Arumi Resto sekaligus meresmikannya.
"Miss you too, Bi." Dia melepas pelukanku dan kembali pada kuali yang mengeluarkan aroma menggugah selera.
"Aku masak dulu, Bi. Cepat mandi. Kita makan bareng!" Dia mengajakku makan di jam 2 siang? Gak masalah Zoy. Aku dengan senang hati meladenimu.
"Siap buk Bos!" Aku berjalan keluar dapur. Dan mendapati Alina, asisten pribadi Zoya.
"Hai kutilang darat!" Aku melempar senyum termanisku. Dia gadis bertubuh kurus, tinggi, langsing, dada rata, jika disingkat jadi kutilang darat. Tampilannya sangat feminim.
Dia yang sedari tadi fokus pada laptopnya kini beralih menatapku. "Eh, hai kutilang berdasi!"
"Apaan itu Al?"
"Kurus, tinggi, langsing, berbentuk, dada berisi." Lalu dia terbahak.
Aku memegang dadaku. Lalu menatap dadanya. Memang agak berisi sih dibanding miliknya.
"Ah ya. Thanks atas pujiannya, Al."
"Biar aja berisi, aset ini mah." lanjutku.
"Aset?" Dia mengerutkan kening menatapku penuh tanya.
"Aset nyenengin suami." Aku mengerling lalu berlari menaiki anak tangga.
"Bintang gemblung!" Jeritnya. Dan aku tertawa begitu sampai di lantai atas.
Aku segera mandi dan turun ke bawah. Ternyata Nair dan Nath sudah duduk manis di meja makan bersama Zoya dan Alina.
"Cepat, Bi." Zoya menyuruhku berjalan lebih cepat.
"Laper banget, kalian?" Ucapku pada adik kembarku, Nair dan Nath.
"Iya kak." sahut Nair.
"Ezra mana, Zoy. Ajak makan sekalian."
"Dia baru aja pulang, Bi." Zoya meletakkan nasi di piringku. Lalu ke piring Nair, Nath dan Alina.
"Kenapa? Biasanya bareng kutilang darat ini?" Aku memanyunkan bibir guna menunjuk Alina.
"Nanti malam ada undangan pesta rekanku. Kami akan pergi bersama dan Ezra akan menjemput kami disini."
Aku ber-o ria tanpa mengeluarkan suara. Aku tak tertarik membahas itu, karena cumi dengan bumbu merah membara dengan irisan cabai menghujani permukaannya lebih menarik perhatianku.
Suapan pertama, "Ehhhm.. seperti biasa. Delisiosoo."
Suapan kedua, "Nampol Zoy."
Suapan ketiga, keempat dan seterusnya masih terasa nikmat hingga ke suapan terakhir.
"Nambah, Bi."
"Dia udah nambah 3 kali, Zoy. Perutnya bisa meledak." ucap Alina.
"Ck!! Agak lebay ya, Al!"
"Habis dilamar, jadi lapar!" Celetukan Nath membuatku melotot ke arahnya.
"Siap yang di lamar, Nath?" Zoya menatap Nath penuh selidik.
"Tuh!" Nath menunjukku dengan bibirnya.
"Apa!!" Zoya terkejut lalu menatapku. "Benar, Bi?"
"Eh... anu... enggak Zoy! Enggak!"
Kenapa jadi gagap sih!
"Bi..." Zoya tahu aku bohong.
Nath, awas kamu, ya!
"Heheh.. nanti aku cerita deh. Aku mau istirahat dulu. Ngantuk."
Aku bangun dan lari seribu meninggalkan mereka semua.
Aku sebenarnya merasa moodku kembali anjlok hanya karena mengingat lamaran tak terduga itu.
Aku masuk ke kamar dan memeriksa ponselku.
3 pesan chat dari Pak Vano.
Bagaimana Bintang?
Kita harus bicara!
Ku tunggu di Cafe R jam 7 malam.
"Dasar pemaksa!" gumamku kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Jumadin Adin
bintang banyak di kelilingi cowo tampan
2021-10-22
2
Isabella
hahaha kutilang darat jadi ingat Kirun
kutilang berdasi cocok kak hahaha
2021-10-04
2
Mama Razan
kutilang darat,, jd inget jaman dulu (tua bgt aku😂😂)
2021-09-22
2