Bintang
Hari senin adalah hari yang panjang bagiku. Jadwalku hari ini sangat padat. Dan yang paling penting adalah butuh lima hari setelah ini untuk kembali mendapatkan hari libur.
Aku masuk ke kamar mandi khusus guru wanita pada jam istirahat pertama. Aku berniat mengganti pembalut yang mulai terasa tak nyaman.
Rasa nyeri di perutku masih terasa. Hal biasa yang ku alami jika sedang datang bulan seperti ini. Tidak setiap bulan memang.
Aku berdiri menghadap cermin di depan washtafel. Ku lihat wajahku yang tampak pucat. Kepalaku pun terasa berat dan pusing. Tapi aku tak ingin libur karena kelas XII akan mulai ujian minggu depan. Aku harus memaksimalkan membahas materi yang belum mereka pahami.
Tak.. tuk... tak... tuk.
Suara hak sepatu berlaga dengan lantai kramik kamar mandi. Suaranya terdengar semakin mendekat.
Aku melihat seorang wanita berbodi besar depan belakang berdiri si sebelahku. Huuh, Miss Agatha.
"Bu Bintang, bibirnya dilipstikin dong, supaya gak kelihatan pucat."
Aku melihat bayangannya di cermin, make up tebal dengan rambut pendek sebahu. Kemeja ketat dengan dua kancing yang dibiarkan terbuka. Tidak menampakan belahan dada, tapi entah mengapa dia terlihat sexy.
Dan jangan lupakan pencil skirt yang mencetak jelas bagian belakang tubuhnya dengan kaki mulus beralaskan heels hitam setinggi lima senti.
Dia ingin jadi model atau guru?
Aku tak menanggapinya. Aku dan dia memang kurang akrab. Bahkan dia dengan guru-guru lain pun begitu. Karena dia seorang guru yang suka menyindir dan mengkritik siapapun manusia di depannya. Dia orang yang perfeksionis.
Aku memakai lipstik warna bata. Aku memang hobi memakai warna-warna nude di sekolah. Aku hanya ingin memberi contoh pada murid-murid perempuan yang mulai ingin berdandan.
Memakai warna nude lebih baik dibanding menampilkan bibir pucat atau hitam. Dan warna nude lebih baik dibanding warna pink terang atau merah menyala seperti vampir yang baru menghisap darah.
"Pakai yang warna merah dong, Bu. Seperti saya ini." Ucapnya sambil memonyongkan bibir tebal dan penuh yang berwarna merah itu.
Sebenarnya aku malas menanggapinya. Tapi jika tidak dilawan dia akan semakin merasa diatas awan. Dan setelahnya, dia akan bersikap sesukanya.
Aku tersenyum menatapnya. Menaikkan tali tas ke pundakku. Aku bersiap keluar dari kamar mandi.
Dia menatapku. "I'm sorry miss Agatha, Saya masih terlalu muda untuk bergaya bak tante-tante sosialita."
Skak mat! Aku berhasil membungkam mulutnya dengan sebaris kalimat.
Sangat disayangkan, Miss Agatha hanya 3-4 tahun lebih tua dariku. Tapi caranya memakai make up seperti wanita 35 tahunan. Tebal. Seperti sedang berusaha menutupi garis kerutan.
Aku masuk ke kelas XII IIS 4. Aku duduk di meja guru setelah memberikan tugas kepada muridku.
"Bu, pucat banget!" Ucap pelan Marisa yang duduk di depanku.
"Iya, bu. Ibu Sakit?" tanya teman sebangku Marisa, Jihan.
Tanpa sengaja mataku melirik ke arah Nath dan Rion yang menatapku tajam dengan raut wajah khawatir.
"Bu, coba ke UKS." Nath memberiku saran.
"I'm okey, Nath." Aku tersenyum ke arahnya.
Aku menunduk, dan satu tanganku memegang perut di bawah meja.
"Kenapa, Buk? Lagi haid, ya?" tanya Marisa lagi.
Aku mengangguk. "Kepala juga agak pusing, Sa."
"Saya bawa minyak angin, Bu? Ibu mau pakai?" Gadis itu menawariku.
"Ibu bawa kok, ada di tas."
Aku menunduk memijat kening dan pelipisku yang terasa semakin pusing.
Sesekali aku menatap murid-murid yang sedang berkonsentrasi mengerjakan tugas.
Aku melihat Marisa menatap ke belakang, tepatnya kearah Rion, Nath dan Ethan.
"Ada apa Marisa?"
Marisa terkesiap. "Eh, gak ada apa-apa Buk."
Aku kembali memijat keningku. Kepalaku terasa berputar dan setelahnya gelap.
***
Orion
"Bu!" Marisa dan Jihan panik segera berdiri dari bangku mereka.
"Nath, Rion! Bu Bintang pingsan!" Jerit Marisa yang panik. Dia sedang berusa menepuk pipi kak Bintang.
Murid-murid menatapku dan Nath. Mungkin mereka heran, mengapa Marisa memanggil kami sementara Ethanlah ketua kelasnya.
Aku langsung menggendong tubuh kak Bintang. "Nath, aku saja. Kamu bawa tasnya dan cari kunci mobil."
"Marisa! Ikut." Perintahku.
"Rion, UKS!" teriak Nath.
"Rumah sakit, Nath!" Bentakku.
Nath seprtinya tak ingin berdebat. Dia menuruti keinginanku.
"Kalian langsung ke mobil. Aku lapor guru piket dan satpam."
Memang begini ketentuan di sekolah ini. Siapapun yang ada keperluan keluar dari lingkungan sekolah, entah karena sakit atau izin membeli sesuatu dan mengambil tugas yang tertinggal di rumah. Semua harus lapor pada guru piket lalu setelahnya di teruskan ke pada pak satpam untuk membukakan gerbang.
"Kak, bertahan kak." ucapku lirih.
Aku memasukkan tubuh kak Bintang ke dalam mobil. Marisa yang memangku kepalanya. Aku yang mengemudi dan Nath duduk di sebelahku dengan wajah panik.
Marisa merangsang indera penciuman kak Bi dengan minyak angin yang ia oleskan sedikit di bawah hidungnya.
"Ma-ri-sa." suara lemah kak Bintang membuat kami menoleh.
"Kak!" Nath melihat ke belakang.
Tampak Kak Bintang memegang keningnya dan berusaha duduk.
"Jangan di paksa, Kak. Biar gini aja." Marisa melarang kak Bi untuk duduk.
Kami sampai di klinik terdekat. Kak Bintang langsung di periksa oleh dokter.
Aku dan Nath menunggu dengan panik. Aku dan Nath bahkan mondar mandir dengan arah saling berlawanan.
"Kalian bisa duduk gak?" Ucap Marisa yang melipat tangan di dada dan duduk di kursi.
"Panik, Sa!" Ucapku pelan. Dan Marisa menarik tanganku agar aku duduk.
Begitu juga, Nath. "Aku memang pernah lihat kak Bi sakit perut begini. Kata mama lagi datang bulan. Tapi belum pernah separa ini." Nath tampak frustasi duduk di kursinya.
"Ya Ampun! Mama!" Nath langsung mencari ponselnya di saku celana.
Nath menempelkan ponselnya di telinga.
"Hallo, ma."
"Kak Bi pingsan ma. Nath udah bawa di klinik Medika dekat sekolah."
Nath diam sebentar mendengar tante Lintang berbicara.
"Iya, ma. Cepat ya ma! Nath tunggu."
Dokter keluar, "Bagaimana dok. Tidak ada masalah serius, kan?" Tanyaku panik.
Aku menyadari sesuatu. Aku melihat Marisa dan Nath yang menatapku tajam. Mereka memberi tatapan penuh kecurigaan.
Astaga! Apa khawatirku berlebihan?
"Pasien baik-baik saja. Hanya kelelahan dan tekanan darahnya rendah."
"Sudah boleh dilihat kan dok?" tanya Nath sejurus kemudian.
Dokter itu mengangguk.
Kami masuk ke ruangan yang hanya di beri kain pembatas berwarna putih itu.
Kak Bintang berbaring dengan wajah pucat dan botol infus yang menggantung di sebelahnya.
Dia mungkin memang kelelahan. Sabtu malam, dia terkena musibah dan harus berkejar-kerjaran dengan pria jahat.
Siangnya kami berkumpul dan sore hingga malam kami masih yerus menikmati keseruan. Kak Bintang tidak istirahat dengan benar.
"Kak...!" Nath berdiri disebelah kak Bi bersama Marisa. Sementara aku berdiri disisi yang lainnya.
Perlahan mata sayup itu terbuka. "Nath..." Kak Bi juga menatapku dan Marisa.
"Terima kasih, semuanya." ucapnya lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
sintesa destania
doble up thors😍
2021-09-29
1
mom Cinta & Marvel
Rion tingginya brp thor?
2021-09-29
1
Tehtie
Kak Bi jgn sakitt yaa kasihan dede ion tuh khawatirin kk, sm kaya aku yg sll khawatir nunggu author up ceritamu
2021-09-29
1