Orion
Setelah pesanku tak lagi dibalas kak Bi, aku segera memacu sepeda motorku menuju rumah. Jaraknya hanya beberapa kilometer dari sekolah. Hingga hanya butuh waktu lima belas menit untuk sampai.
Di jalan, aku melihat mobil om Akhtar. Ku fikir, om Akhtar akan ke rumah, ternyata mobil itu berbelok ke sebuah SPBU. Padahal hatiku sempat berbunga, mungkin om Akhtar berniat menjodohkanku dengan kak Bi. Yeah, itulah isi kepalaku.
Dan jika itu terjadi, aku akan bersorak dan berlari sepanjang jalan komplek dengan berteriak, *Bintang, I love you!!!
Ah, senangnya berkhayal*!
Aku tiba di rumah, dan entah ada hal apa mami dan papi menungguku di ruang tamu. Papi tampak menahan geram dan mami tampak khawatir. Keduanya menunjukkan ekspresi berlawanan.
Sempat basa-basi, tapi akhirnya papi menunjukkan sebuah video dari laptopnya. Video dimana berhasil membuat ketenangan dan rasa santuy ku terlempar kedasar jurang.
Mataku membulat. Aku menahan nafas. Dan kedua tanganku otomatis bergerak keatas dan meremas rambutku.
Aduh! Mati aku!
Dan setelahnya, aku hanya berpasrah. Tuhan kirimkan aku malaikat penolong atau malaikat maut.
Dan ternyata malaikat mautku yang datang.
****
Kita beralih ke papi Ray, yuk 😊
Ray
Jam dua siang, aku duduk menghadap laptop yang sedang terbuka di atas meja. Sania, istriku yang sedari tadi duduk disampingku, mengelus lenganku berkali-kali. Memintaku untuk meredam emosi.
"Ray, tenangin diri kamu sayang."
Saat aku baru keluar dari gerbang sekolah, Akhtar menelponku. Dan sore ini Akhtar dan Lintang akan datang ke rumah.
Memintaku menjelaskan masalah yang terjadi di sekolah pagi ini. Begitu cintanya mereka pada Bintang, sampai mereka meminta penjelasan atas masalah yang sudah terselesaikan.
"Aku di rumah setelah makan siang, Tar. Datang kapanpun kamu bisa." Ucapku di telpon.
"Oke." jawabnya di telpon sebelum mengakhiri panggilan.
"Ray..." Sania lagi-lagi mencoba bicara padaku.
"I'm okey Sayang."
Aku tersenyum terpaksa padanya. Aku bersandar di sofa. Rasanya kepalaku berdenyut tak karuan. Entah harus ku mulai dari mana untuk mengurai benang kusut ini.
Dan aku baru saja menelpon Rion, putraku. Dan memintanya untuk segera pulang.
Berawal dari pagi tadi setelah penjelasanku di podium. Aku memutuskan untuk ke R cafe untuk memeriksa apakah ada kendala atau tidak.
Aku masuk ke kamar mandi dan mengambil sabun pencuci muka di rak kecil yang menggantung di dindingnya.
Dan apa yang ku temukan? Dua pembalut masih lengkap dengan bungkusnya.
Aku bingung, milik siapa ini? Sania? Dia pernah datang tapi tidak saat datang bulan. Siapa yang masuk kesini selain Sania?
Dan rasanya aku seketika terhempas ke dasar bumi saat menyadari sesuatu. Rion! Ya, hanya aku dan Rion yang punya akses ke ruangan ini.
Aku memanggil Handoko, manager cafe.
"Beberapa hari ini Rion pernah datang ke cafe, Han?" tanyaku yang duduk di kursi kerja.
"Terakhir minggu malam, Pak. Mas Rion datang serombongan sama teman-temannya?" ucapnya.
"Ada yang cewek?"
Handoko tampak berfikir. "Ada, sepertinya tiga orang. Salah satunya mbak Bintang, pak."
Tiga orang, ya. Satu lagi Zoya. Dan yang satunya lagi siapa? Pacar Rion?
Soal Bintang, jelas semua pegawai mengenalnya. Dia termasuk pelanggan khusus karena punya voucher khusus guru yang ku beri.
Aku menyuruh Handoko untuk keluar dari ruanganku. Aku semakin bingung, dan akhirnya aku mengecek cctv yang ada di ruanganku. Cctv yang hanya terhubung ke laptopku.
Aku mulai mencari data rekaman pada tanggal dan jam saat Rion datang ke Cafe. Satu persatu ku lihat dan nafasku terasa berhenti detik itu juga.
Aku menyaksikan sendiri kekurang ajaran putraku pada Bintang. Gadis yang lima tahun lebih tua darinya, putri sambung sahabatku.
"Ray..." Sania kembali mengelus lenganku. Menyadarkanku yang tengah melamun.
"Rion pulang." Ucap Sania saat suara motor Rion masuk ke dalam kawasan rumah.
"Tahan emosi kamu, Ray."
"Tenang San. Bukan aku yang berhak menghukum putramu." Ucapku datar.
"Assalamualaikum, Mi, Pi." suara dari orang yang ku tunggu.
"Waalaikumsalam." Jawab istriku.
"Ada apa, Pi? Udah kangen aku, ehm?" tanyanya dengan senyum mengembang.
"Duduk!" Perintahku padanya dengan menunjuk Sofa di depanku.
Rion menurut padaku. Dia duduk di seberang meja dengan santainya.
"Rion, sudah makan siang ,Nak?"
"Udah, Mi. Tadi di kantin sekolah." Jawabnya sambil duduk bersandar.
"Bagus kalau gitu." Jawabku sinis.
Aku memutar laptop yang sedang ku putar rekaman cctv di ruangan itu menghadap padanya.
"Mau kamu yang jelaskan atau om Akhtar yang introgasi." Ucapku tegas padanya. Ku lipat tanganku di dada.
Matanya membulat sempurna. Dia terkejut. Jelas! Rion juga sedang meremas rambut dengan kedua tangannya. Pertanda dia tengah panik dan menyadari kebodohannya.
Anak ini bahkan mungkin tak menyadari ada cctv di ruangan itu. Makanya dia dengan segenap jiwa raganya menci*m Bintang.
Rion juga tak ragu sedikitpun membuka jaket Bintang dan memakaikan kaos padanya. Dia bahkan menelusupkan wajahnya cukup lama di ceruk leher Bintang.
Sebenarnya ada apa diantara keduanya? Benar juga kata Sania, jika keduanya tak ada hubungan apa-apa tidak mungkin Bintang hanya diam saja.
Tapi Rion tetap salah. Karena point penting bagiku, Bintang tidak membalasnya. Apa gadis itu berada dalam tekanan Rion? Apa gadis itu berada dibawah ancaman putraku?
"Ini gak seperti yang terlihat, Pi, Mi." Dia menatap kami dengan raut wajah yang sulit ku tebak.
"Jadi yang seperti apa yang harusnya terlihat, Rion!!" Bentakku.
"Sudah sejauh apa perbuatan kalian?" Aku berdiri memberikan tatapan tajam pada putraku.
"Sudah sekurang ajar apa kamu pada Bintang?"
"Jangan sampai karena ulahmu, persahabatan kami yang sudah terjalin lebih dari 30 tahun, rusak begitu saja!"
"Harusnya kamu bisa memikirkan resikonya!"
"Bintang kakakmu, Rion!" Dadaku naik turun menahan emosi. Sania kembali memintaku untuk duduk.
Aku tak babis fikir padanya. Dulu aku memang pemain wanita saat seusianya. Tapi tidak kulakukan pada gadis yang merupakan anak teman papaku. Tidak kulakukan pada kakak sahabatku. Dan satu hal penting. Aku melakukan pada gadis yang dengan senang hati membalasku.
Tidak seperti dia yang lebih dominan yang bermain tanpa balasan.
Rion duduk berlutut di depan kami berdua. "Pi, percaya sama Rion. Gak ada yang melebihi batas, Pi. Mi, mami percaya Rion kan?"
"Ray, percaya sama Rion." Bisik istriku.
Kalau Akhtar dan Lintang tau, maka aku tak bisa berbuat apa-apa. Terlebih jika ini memang kesalahan Rion.
Aku menatap sinis pada putra tengikku.
"Pi, maafkan Rion!"
"Jangan sampai om Akhtar dan tante Lintang tau soal ini Rion! Atau Papi sama sekali gak akan bisa menolongmu."
"Kamu kelewat batas, Rion!" Bentakku lagi.
"Apa yang gak boleh ku ketahui, Ray." Suara bariton yang ku kenal.
Deg!!!
Aku menatap ke depan, Akhtar dan Lintang berjalan mendekat. Mereka mendengar semuanya?
****
Kita udah mulai masuk konflik ya kak 😊
Rion enaknya di apain ya?
Dihajar sama Akhtar
Dihajar sama Satya
Dihajar sama Langit
Wkwkwk, sama aja yak? 😅 Intinya mukanya babak belur biar gak sok kecakepan.
*Jejak jangan lupa. Hari ini up 2 bab. Kalau khilaf 😆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Yayuk Bunda Idza
perjuangan cinta dimulai Yon.... semangat!!
2022-05-03
0
trisya
semua pilihannya gak enak 😅😅😅papa akhtar yg ganas, seganas om sky dan ayah satya. mereka bodyguard sejatinya bintang. ohohohoho rion ku dalam bahaya sayang 😆😆😆
2021-12-23
1
Muna Poenya
kasian sieh,,😁 tapi aku malah ngakak😂😂😂
2021-12-13
1