Mahardika terus berjalan. Sesampainya di depan kantor rektor, petugas itu membukakan pintu. Kemudian, Dika dipersilakan masuk, Dika melangkah masuk mengikuti petugas itu. Tampak beberapa orang di dalam ruangan tersebut lengkap dengan ketua rektorat sepertinya. Semua orang itu menatap kearahnya.
Oh god!
Apa yang telah dilakukan Wira pada kampusnya ini?
Detik ini juga , Dika merasa ingin menguliti saudara kembarnya hidup-hidup.
°
°
°
Sedangkan di ruangan pers yang sepi, Ercilia membuka-buka majalah yang tampak menumpuk di dalam rak koleksi kantor itu. Saat itu Bagas masuk dan menghampirinya.
"Hay Cil, nyari Wira?" tanya Bagas pada Ercilia.
"Lagi nungguin dia sih tepatnya." jawab Ercilia.
"Memangnya kemana Wira?"
"Wira dibawa ke ruang rektorat."
Bagas termenung.
"Rektorat pasti telah mempersiapkan hal ini. Mereka memanggil Wira ketika teman-temannya yang lain sedang ikut penelitian ke luar kota. Dan, kesendirian Wira di sini membuat mereka mengungkit masalah itu lagi. Wira pasti akan di tekan habis-habisan." ujar Bagas.
Ercilia menatap Bagas dan ikut merasa khawatir.
"Apa yang kira-kira yang akan terjadi padanya Gas?" tanya Ercilia cemas.
Bagas mengangkat bahunya.
"Aku sendiri juga tidak tahu Cil. Semua kemungkinan bisa saja terjadi. Kamu tau kan masalah ini sensitif."
"Iya aku tahu. Menurutmu, apakah Wira akan bisa menghadapi ini sendri?" tanya Ercilia lagi.
"Tidak tahu juga Cil. Masalahnya Wira tidak hanya menghadapi dewan rektorat saja." ujar Bagas menggantung.
"Maksudmu?" Ercilia menatap Bagas lekat-lekat.
"Semua dewan kampus tidak ada dikantornya. Mereka pasti berkumpul di sana." jawab Bagas.
Ercilia tidak mendengar kata-kata Bagas lagi. Karena, Ercilia merasakan kepalanya tiba-tiba terasa berat. Majalah yang terbuka di pangkuannya kini tidak jelas dalam pandangan. Huruf-huruf yang tercetak di sana mengabur perlahan-lahan.
Bruk....
"Cil.... "
°°°°°°°°
Dua jam setelah itu, Dika barulah keluar dari gedung rektorat dan berjalan tergesa-gesa ke ruang pers. Wajahnya tampak lelah sekaligus kebingungan. Berbagai pikiran berkecamuk dalam pikirannya.
Apa sebenarnya yang telah Wira lalukan?
Mereka seperti ingin membunuhku!
Sesampainya di ruangan pers. Dika mendapati Ercilia terbaring sambil memegangi kepalanya.
"Cil...." Dika mendekati kekasih saudaranya itu dengan khawatir.
Ercilia membuka matanya, tapi pandangannya masih samar-samar.
"Ercilia, kamu kenapa?" tanya Dika.
"Kepalaku berat sekali, Wir" rintih Ercilia perlahan.
"Pusing?" Dika menatapnya dengan cemas.
"Iya."
Dika sudah mendengar dari Wira kalau terkadang Ercilia mengalami saat-saat seperti ini. Wira juga mengatakan fisik Ercilia sedikit lemah, mudah terserah pusing dan terkadang sampai pingsan. Menurut dokter yang pernah memeriksanya. Ercilia mengalami gejala tipes.
Huft. Mungkin Ercilia juga kena anemia hingga sering pusing seperti ini. Batin Dika
"Aku tinggal sebentar ya. Kamu rebahan saja di sini sebentar." ujar Dika sambil mengelus pucuk kepala Ercilia.
Dika pun segera tahu apa yang seharusnya dia lakukan. Dia meninggalkan Ercilia dan segera menuju kantin kampus untuk mencari makanan. Sejak tadi, mereka memang belum makan siang. Urusan dengan rektorat tadi semakin membuat mereka terlambat makan.
Sampai di kantin. Dika mendekati penjual makanan dan memasang. Namun, karena jam istirahat kantin sedikit rame. Bagas yang ada di sana mendekati Dika.
"Tampangmu sangat kacau boy."
"Ada apa?'
"Masalah ini membuatku pusing."
"Belum lagi Ercilia seperti mau pingsan." jawab Dika.
Bagas sangat paham.
"Kamu kesana lah temani pacarmu. Aku yang akan membawa kan pesananmu."
"Apa tidak merepotkanmu?" tanya Dika ragu-ragu.
"Kantin sedang rame Wir," kata Bagas.
"Pergilah. Temani Ercilia."
Dika pun mengucapkan terima kasih. Lalu segera pergi meninggalkan kantin.
Setibanya di ruangan pers. Dika masih mendapati Ercilia yang berbaring sambil memijat pelan pelipisnya. Dia tampak kesakitan. Dika segera mendekati, kemudian berkata lembut.
"Kita ke klinik ya?"
"Tidak usah. Aku hanya sedikit pusing." jawab Ercilia pelan.
"Aku tidak akan pingsan lagi." lanjutnya sambil tersenyum.
"Kamu yakin?" Dika menatap wajah Ercilia yang pucat.
"Iya! Berbaring sebentar seperti ini sudah lebih baik."
Dika mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan itu. Mencari sesuatu yang mungkin bisa menjadi bantal yang nyaman untuk kepala Ercilia. Tapi, seluruh ruangan itu hanya berisi benda-benda keras. Meja dan kursi, tak ada bantal. Tak lama dia mengangkat kepala Ercilia lalu duduk dan membaringkan kembali kepalanya di kedua pahanya.
Ercilia menurut. Kini, dia berbaring di atas paha Dika. Wajahnya berkeringat. Dika menyeka keringat di wajah itu dengan jari-jarinya. Ercilia membuka matanya. Dika menunduk dan berbisik.
"Apa masih pusing?" tanya Dika pelan.
"Sudah sedikit berkurang." jawab Ercilia pelan.
Wajah mereka begitu dekat. Saling berhadapan dan bertatapan.
Deg!
Dika merasa ada sesuatu yang bergejolak dalam dirinya. Seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan dalam perutnya. Seolah kupu-kupu itu menabrak ginjal, paru-paru, jantung dan hatinya.....
Entah dari mana datangnya dorongan itu. Dika menyeka anak-anak rambut yang menutupi wajah pucat Ercilia. Sekali lagi, dengan jarak dekat seperti ini Dika menyaksikan kecantikan yang lembut dan alami pada diri Ercilia. Wajah dibawahnya ini memang tampak pucat dan tampak kelelahan. Namun, semua itu tidak menghapus bayangan kecantikan yang murni.
Sangat cantik! Batin Dika.
Cup cup cup
Dika mengecup dahi, hidung, dan pipi Ercilia. Saat ingin mengecup bi bir pucat itu bayangan wajah Wira bermain-main di hadapannya.
Krek...
Bagas masuk. Dika dan Ercilia salah tingkah.
"Wow! Maaf mengganggu sesi romantis ini." ejek Bagas sambil meletakkan makanan yang dia bawa.
"Kalian lanjutkan lah, tapi sebaiknya isi tenaga dulu biar di tengah jalan nggak mogok." goda Bagas lagi sambil tertawa.
"Apaan sih."
Dika membantu Ercilia bangkit. Kemudian mengambil bungkusan dari tangan Bagas.
"Thanks ya!" ucapnya sungguh-sungguh.
"Oke aman. Aku keluar dulu, kalian makanlah."
Dika membuka bungkusan makanan itu. Ercilia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Dika memberikan bungkusan nasi yang telah dia buka.
"Mau aku suapin?" Dika menawarkan diri membantu Ercilia makan.
Ercilia tersenyum. Dan menjawab lemah.
"Tidak usah. Aku bisa makan sendiri, kamu makanlah juga."
Dika pun membuka bungkusan nasinya dan mulai menikmatinya juga. Di saat seperti ini, Dika merasa benar-benar menjadi sosok Wira. Seorang mahasiswa biasa, ke kampus memakai motor dan makan-makanan bungkusan. Tapi, dia sangat menikmati moment ini. Menjadi mahasiswa biasa dan punya pacar yang bersahaja dan sederhana.
°°°°°°°
Hello KAUM KECE. .
Slow Update ya. Saya sudah mulai sibuk..
tapi sebisa mungkin saya tetap mengajak kalian jalan-jalan bersama si kembar (Apasih) 😅
Maaf buat para readers, Comment kalian tidak bisa saya balas satu-satu. karena akun ini pun saya buka hanya jika akan up saja. tapi saya baca jika sedikit ada waktu longgar.
Tetap jaga Kesehatan
Tetap tersenyum
Tetap eh wajib bahagia 🌻
Jangan lupa RATE, LIKE, COMENT, ❤️
Terimakasih semua ☕😎
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Pikadamasta
ini terlalu membingungkan untuk dimengerti, kelakuan mereka ituloh ada² aja
2022-05-12
3
ㅤㅤ💖 ᴅ͜͡ ๓ᵕ̈✰͜͡v᭄ ᵕ̈💖
nah nah si kalem jadi cassanova
s Cassanova insyaf jadi kalem🤭
apa Dika bisa menyelesaikan masalah Wira🤔🥶🥶🥶
2022-04-30
43
🌪️🌧️🌬️☁️☙
si dika dah kesemsem ama si cilla yakk
2022-04-29
0