Kembar 06

Mahardika tahu bahwa jika dia datang ke kamar Melda, perempuan itu pasti tidak cuman akan menemaninya ngobrol seperti yang tadi dia katakan. Dika sudah terbiasa dengan alibi seperti ini. Sejak dia populer di kampus, selalu saja ada perempuan cantik yang siap menemaninya. Selalu saja ada perempuan yang rela melakukan apa pun dengannya.

Waktu itu pun, Dika tidak menyia-nyiakan kesempatan yang di tawarkan Melda. Ketika malam sudah cukup larut dan dia merasa butuh teman ngobrol. Dika pun membuka pintu kamar hotelnya, melangkah santai menuju kamar Melda.

Melda belum tidur dan langsung membukakan pintu kamar. Dia tersenyum manis saat itu. Dan segera saja menarik Dika masuk ke dalam kamar yang telah tampak remang. Hanya di terangi lampu tidur. Kemudian mereka pun 'mengobrol' seperti yang dikatakan Melda juga seperti yang telah di bayangkan Dika. Mereka tidak hanya 'mengobrol', dan Melda benar-benar teman 'ngobrol' yang luar biasa. Maka, mereka pun menikmati malam itu di kamar Melda. Bahkan, Dika seperti lupa untuk kembali ke kamarnya sendiri.

Sejak itulah, Melda jadi sering menelpon Dika. Menanyakan kapan akan menemuinya kembali. Dika tidak pernah memastikan itu. Melda hadir di sela-sela kesibukannya. Dalam pelukannya. Daaan Dika menikmatinya.

Baru saja Dika memejamkan matanya, ketika dering ponselnya berbunyi kembali. Kali ini nama Ridho yang muncul di layar ponsel. Dia juga pecandu pesta seperti Dodi. Mereka biasanya menghabiskan malam bersama.

"Hallo...." sapa Dika.

"Dik, kamu sudah dengar berita tentang Dodi?" tanya Ridho.

"Ada apa dengan Dodi?"

"Dia masuk rumah sakit!" Ridho menjawab sungguh-sungguh.

Dika belum terpengaruh.

"Memangnya Dodi kehabisan tempat pesta sampai berpesta di rumah sakit?"

"Dik. Jangan bercanda! Dodi benar-benar masuk rumah sakit. Dia kena TBC!"

"Kamu serius?"

"Aku baru saja dikabari Romi. Dia sudah menjenguknya tadi sore. Kata Romi, keadaannya cukup parah."

"TBC?" Dika seperti ingin memastikan pendengarannya tadi.

"Iya TBC. Sungguh mengejutkan!" kata Ridho terdengar serius.

Sebenarnya, bagi Dika itu bukan hal mengejutkan. Melihat gaya hidup Dodi selama ini. Dika sama sekali tidak terkejut ketika mendengar Dodi kena TBC. Sama tidak terkejutnya jika Dodi mengidap Aids atau Raja singa

°

°

°

Di kota lain

Dengan jari-jari bergetar menahan marah, Pak Yahya mengangkat telepon di meja. Menghubungi asistennya di lantai bawah. Sudah tujuh kali atasnya menghubungi, menanyakan persoalan menyangkut bocah-bocah nakal yang menulis berita di majalah itu. Pak Yahya sudah tidak tahan dia harus segera menyelesaikan persoalan ini.

Bocah-bocah nakal itu sudah harus dibereskan!

"Pastikan mereka benar-benar masuk ke ruangan saya." kata Pak Yahya di telepon.

"Baik Pak." jawab asistennya.

"Saya segera mengantar mereka menemui Bapak."

"SE-CE-PATNYA!" kata Pak Yahya lagi penuh penekanan dengan amarah yang sedari tadi di tahannya.

"I...iya Pak."

Bu Asti, sang asisten segera melesat keluar dari gedung purik. Menuju ke tempat anak-anak yang menjadi 'buronan' kampus bagi atasannya itu. Bu Asti sangat memahami apa yang telah terjadi, dia pun tahu atasannya sangat gusar serta tertekan dengan laporan berita majalah kampus. Dia sendiri pun tidak tahu atasannya ikut terlibat atau tidak dalam kasus itu.

...………………...

Di ruang Pers, para mahasiswa tengah berkumpul. Membicarakan langkah selanjutnya untuk menindaklanjuti kasus mereka dengan pihak rektorat. Mereka menyadari sepenuhnya bahwa senakal dan seliar apa pun, nasib mereka kini diujung tanduk. Seperti jeruk makan jeruk. Rektorat ikut membiayai penerbitan majalah. Namun, majalah itu terbit dengan menghantam pihak rektorat. SK penerbitan majalah itu juga dikeluarkan pihak rektorat. Anak-anak itu tahu betul bahwa rektorat dengan kekuasaannya dapat mencabut kembali SK penerbitannya. Majalah yang mereka sayangi bisa di bekukan.

Dari awal mereka sudah memprediksikan hal-hal yang mengerikan itu. Ketika memutuskan untuk menurunkan laporan itu menjadi sebuah berita utama di majalah kampus. Mereka sudah siap dengan segala resikonya. Jika mereka harus menghadapinya sekarang, mereka hanya perlu melakukan persiapan yang lebih matang serta argumentasi yang lebih meyakinkan. Jika nasib mereka diujung tanduk, mereka pun tahu nasib rektorat juga berada di ujung tanduk yang sama.

Tak lama, Bu Asti asisten Purek muncul di depan pintu ruangan Pers. Para mahasiswa tahu saatnya eksekusi telah tiba.

"Pak Yahya mengharapkan kedatangan kalian." kata Bu Asti sopan.

"Sekarang juga."

Mahawira, Agung, Angga, Desi pun bangkit. Sementara yang lain masih duduk menunggu instruksi.

"Kalian tunggu dulu di sini," kata Wira kepada teman-temannya yang masih duduk.

"Jika kalian di perlukan, saya akan hubungi."

Teman-teman Wira mengangguk. Bu Asti lalu menggiring empat mahasiswa 'buronan' atasannya itu menjauh dari markas. Mereka melangkah meninggalkan ruangan Pers. Menuju gedung rektorat.

"Tahu tidak, kalian benar-benar nekat." kata Bu Asti sambil tersenyum pada Wira dan teman-temannya. Dia merasa tak punya kaitan apa-apa dengan kasus yang sedang dipermasalahkan itu.

Wira dan teman-temannya hanya tersenyum mendengar komentar Bu Asti.

"Kalian mau membocorkan berita apa lagi yang kira-kira akan di tampilkan di edisi berikutnya?" tanya Bu Asti lagi, masih dengan senyumnya.

"Mungkin lebih mengerikan dari edisi kemarin." canda Agung yang disambut senyum lebar oleh teman-temannya.

"Sebaiknya jangan." kata Bu Asti.

"Kalian itu sudah semester akhir. Tidak lama lagi wisuda, sayang kalau sampai di-DO."

"Memangnya ada kemungkinan bisa di DO?" tanya Wira dengan santai.

"Kemungkinan semacam itu selalu ada. Kan kalian tahu sendiri pihak rektorat sangat kebakaran jenggot dengan ulang kalian."

"Juga purek." potong Desi.

Bu Asti menjawab dengan netral.

"Kalau Pak Yahya sih cuma di tugaskan untuk mengurusi dan menyelesaikan bersama kalian. Bagaimana pun juga ini kan menyangkut mahasiswa."

"Mana kita tahu." jawab Angga mengangkat bahu.

Mereka semua memasuki gedung rektorat. Bu Asti terus menggiring mereka menuju lantai dua ruangan atasannya. Dia tidak mau di semprot lagi karena kehilangan anak-anak ini.

Sampai di depan ruangan kantor purek, Bu Asti melapor dengan bangga.

"Mereka sudah datang Pak." katanya pada Pak Yahya.

Pak Yahya mengangguk, lalu meminta Wira dan teman-temannya duduk.

Begitu mereka semua sudah masuk dan duduk. Bu Asti pun bernafas lega. Dia perlahan-lahan menutup pintu dan beranjak dari sana menuju kursinya sendiri. Tugas berat telah selesai . Dia tidak perduli apa yang akan terjadi.

°°°°

Selamat Malam minggu KAUM KECE

Jika malam ini kita tidak bisa ngopi-ngopi ☕bareng... setidaknya Bantu Vote (Gratis) Nya jangan lupa 😜

Tetap jaga kesehatan ,

Tetap jaga Perasaan (apasih 😅😂)

Jangan lupa mampir ke Karya ku yang lain ya.

°Mawar Hitam

°Unfriend

Jangan lupa RATE, LIKE, COMENT, ❤️

Terimakasih semua ☕😎

Terpopuler

Comments

𝐋𝐚R⃟𝐚♡⃝𝕬𝖋🦄🎯™

𝐋𝐚R⃟𝐚♡⃝𝕬𝖋🦄🎯™

Semangat wira u can do it🤭
Suka bat deh sama wira tapi punya ercilia 😅

2022-06-02

1

𝗖𝗲𝗹𝗼

𝗖𝗲𝗹𝗼

rusuhhh rusuhhh

2022-05-09

1

Byan

Byan

wah dika maen celap celup aja ya

2022-04-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!