Wira dan tiga temannya mengangguk.
Pak Yahya melanjutkan.
"Nah, mari kita ambil jalan tengahnya saja. Kita bisa sepakati dengan tetap menghormati hak kita masing-masing. Berita ini sudah terlanjur terbit dan terbaca masyarakat. Khususnya para mahasiswa dikampus kita. Jadi....."
Wira dan temannya masih menunggu Pak Yahya melanjutkan kalimatnya.
"Jadi... Bagaimana kalau di majalah edisi mendatang ada semacam 'ralat' atas berita yang telah termuat." ujar Pak Yahya sambil menatap empat mahasiswa di hadapannya.
"Maksudnya?" Wira bertanya dengan ekspresi sulit ditebak.
Pak Yahya terlihat agak bingung menjelaskan.
"Maksud saya, muatlah semacam... Ya.... Seperti ralat berita. Katakan bahwa kalian keliru menurunkan berita itu. Pokoknya hal-hal yang tetap bisa menjaga nama baik kampus lah."
Melihat Wira dan teman-temannya tampak masih mencerna. Pak Yahya segera melanjutkan.
"Bagaimana jika kalian membuat sebuah klarifikasi jika berita kemarin tidaklah ada."
Mahawira seperti menahan senyum saat menjawab.
"Pak Yahya, Bapak tentu tahu kami tidak bisa melakukan yang Bapak sebut 'RALAT' berita apa lagi sebuah klarifikasi.
"Iya.... Saya menyadari. Tetapi kita sama sama tahu ini masalah besar." Kata Pak Yahya sedikit tergagap.
"Tapi kami tidak bisa melakukannya." Wira tetap bertahan.
"Itu sama saja dengan mengatakan pada para pembaca kami memuat berita kebohongan." jelas Wira.
"Pihak rektorat menganggap bahwa berita yang kalian tulis memang sebuah kebohongan!" Pak Yahya kembali meledak.
Kali ini Wira terpancing emosinya.
"Kami siap dipertemukan dengan pihak rektorat dan juga orang yang memiliki perusahaan kontraktor pemegang proyek itu."
Pak Yahya bangkit dari duduknya. Lalu menatap keempat mahasiswa pembuat masalah itu dengan tatapan tajam nan galak.
"Kalian tahu apa resikonya jika kalian tetap tak mau merubahnya?"
Mahawira dan teman-temannya tahu bahwa kartu AS sesaat lagi akan keluar di atas meja. Wira menjawab tantangan itu dengan kalimat santai.
"Kami tak sempat memikirkannya."
"Kalian sekarang akan memikirkannya!" bentak Pak Yahya.
"Universitas ini punya Hak untuk memecat kalian atas apa yang telah kalian lakukan. Karena masalah ini sangat menjatuhkan reputasi universitas kita."
Sebenarnya Wira dan teman-temannya tahu itu adalah Kartu AS yang semenjak tadi di simpan dan ditahan oleh Pak Yahya. Mereka pun menyadari bahwa cepat atau lambat, mereka akan menghadapinya. Tetapi, mereka pun telah menyiapkan kartu yang mematikan. Pak Yahya lupa di setiap permainan kartu ada kartu tertinggi. Yaitu, Joker!
Mahawira berkata dengan pasti.
"Pak Yahya, kami menurunkan berita itu di majalah kami, karena menghormati universitas ini. Karena kami mencintai kampus ini. Tetapi, kalau kami sampai di drop out dari kampus, maka berita itu akan muncul di koran-koran dan majalah luar lainnya.
Pak Yahya terdiam di tempat duduknya.
Dan, perundingan pun gatot.
Alias gagal total.
°°°°
Di salah satu bangsal rumah sakit, beberapa perawat tengah sibuk. Pasien TBC itu kembali menunjukkan tanda-tanda kritis. Mereka sedang berusaha menolongnya. Dodi terbaring tak sadarkan diri di atas tempat tidur. Ketika pertolongan awal yang diberikan tak mampu menolong, seorang perawat menelepon beberapa petugas lainnya untuk memindahkan Dodi keruangan emergency. Seorang dokter pun dihubungi untuk keadaan darurat itu. Tubuh Dodi pun sudah di hubungkan dengan beberapa selang dan bunyi kardiografi berdetak perlahan-lahan
Tit.. Tit.. Tit.. Tit...
Dodi terbaring tak sadar di atas pembaringan.
°
°
Sedangkan di salah satu kamar hotel, jauh dari rumah sakit tempat Dodi di rawat. Ridho salah satu partner Dugem dan pergaulan bebas Dodi sedikit tercengang memperhatikan sesuatu yang keluar dari tubuhnya. Ridho mendapati kenyataan yang tak pernah dibayangkannya. Seorang perempuan teman kencannya masih terbaring di atas tempat tidur di dalam kamar hotel yang mereka sewa. Ridho mendapati air seninya tak lagi berwarna bening. Ada sesuatu yang tampak seperti darah dan jugaa......nanah!
Pada akhirnya Ridho sadar, Dia kena juga.
°
°
Di sebuah kamar mandi pula, di dalam rumahnya sendiri. Melda tengah tersenyum dengan senang. Dengan hati yang tenang. Dia memandangi alat tes kehamilan yang telah di cobanya. Negatif!
Sekali lagi dia coba dan diperhatikannya alat itu. Tetap Negatif! Sekali lagi dia tersenyum.
Itu tidak boleh terjadi.
Dia buangnya alat tes itu ke dalam kloset yang kemudian mengalir bersama gemuruhnya air. Lagi, bibir itu tersenyum dengan lebarnya. Bayangan Indah menari-nari di kepalanya.
Mahardika, Alex, Jonathan, Bagas, dan... Oh ya terakhir Topan.
Dan beberapa nama lain juga pernah masuk dalam koleksinya. Namun Melda tidak pernah mau menyimpannya terlalu lama. Selalu saja ada sosok baru yang menggairahkan. Dia bangga bisa berkencan dengan lelaki tampan dan populer itu.
Melda keluar dari kamar mandinya.
Petualangan belum berakhir.
…………………… …………………
Lain kisah teman-temannya.. Lain pula Mahardika. Dika tengah menelepon saudara kembarnya.
"Jadi kau benar-benar akan pulang?" tanya Wira.
"Tidak sibuk kamu?"
"Suer, kali ini aku benar-benar akan pulang. Urusan Kampus juga sudah beres semua, aku sudah kangen kalian." ujar Dika di telepon.
"Kamu tahu, Mama selalu mengkhawatirkanmu?"
Dik tertawa. "Pasti soal cewek-cewek itu kan."
"Cih! Kamu seperti DonJuan saja. Dik," ledek Wira dengan tawanya.
"Jangan ngawur! Mama saja yang terlalu khawatir."
"Gimana suasana di sana? Pasti sangat menyenangkan jadi dirimu." Wira masih mencoba meledek kembarannya.
"Kamu pasti akan terkejut jika melihat kenyataannya Wir." balas Dika.
"Oyah? Aku semakin penasaran." jawab asal Wira.
"Sudahlah. Mungkin besok atau lusa aku akan pulang. Sampai bertemu di rumah."
"Oke. Hati-hati."
Mereka pun menutup telponnya.
°°°°
Beberapa hari berlalu. Mahardika tiba di kotanya sore hari. Dia disambut dengan hangat, penuh kerinduan oleh seluruh keluarga. Meskipun ini bukan kepulangannya yang pertama sejak dia memutuskan kuliah di kota lain. Tetapi, kepulangan Dika ke rumah selalu menjadi sesuatu yang besar bagi keluarga.
Malam itu, Dika menikmati kebersamaannya kembali dengan keluarga. Bunda mereka telah memaksakan makan malam yang spesial. Mereka menikmati makan malam yang luar biasa.
"Kalian tahu," kata Putra sang Ayah. Sambil menatap Dika dan Wira yang duduk santai.
"Jika kalian sedang bersama seperti ini, Ayah sedikit bingung membedakan kalian."
Dika dan Wira tertawa kecil. Sementara Mawar tersenyum.
"Ayah sibuk terus si di perkebunan." kata Wira kemudian.
"Jadi ayah tidak punya waktu memperhatikan kami."
"Kalian memang sulit dibedakan." jawab Ayah Putra.
"Coba kalian bercermin, kalian pasti akan bingung sendiri."
"Ayah jadi pengen tahu seperti apa dulu, Ayah dan Bunda membuat kalian."
Mereka pun kembali tertawa.
Tak lama sang Bunda menatap Dika.
"Dik, kamu di sana tidak aneh-aneh kan. Selalu saja banyak perempuan yang menelepon bilang dia kekasihmu." ujar Mawar sambil menatap tajam anaknya.
"Aduh Bun! Sudah Dika bilang jangan asal menerima informasi. Lagian mereka tahu nomer Bunda dari mana." tanggap Dika buru-buru.
"Mungkin ketika kamu masih tertidur, mereka membuka ponselmu." ledek Wira.
"A-APAAAAAA? MAHARDIKAAAA." teriak Mawar.
"Bundaaaaa, jangan dengerin Wira." kata Dika langsung melotot pada saudara kembarnya.
"Kan baru mungkin saja. Slowmen. Hhahahaa"
"Dika, Wira. Bunda tidak pernah ngajarin kalian bertindak tidak senonoh ya. Awas saja sampai ada yang datang ke sini minta di nikahi."
"Kalian ini. Ayah tidak melarang kalian untuk nakal. Nakal dalam arti merokok, minum itu tidak apa-ap"
"Ayaaaaaaaaaah...."
°°°°
Jangan lupa RATE, LIKE, COMENT, ❤️
Terimakasih semua ☕😎
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
𝗖𝗲𝗹𝗼
si bunda kasian ngadepin 3 kadal 😂
2022-05-09
2
Byan
astaga itu perempuan si melda dicelupin banyak laki2.. koleksi cogan
2022-04-29
1
☠ᵏᵋᶜᶟ𝕸y💞𝖄𝖘мєη𝕱𝖘ⓚ𝒾ᵗa✇
tuh lihat dika temen² dugem km udah ada yg kena lagi ...cepatlah berhenti dr dunia gemerlap km dika
2022-04-29
0