"Assalamualaikum," salam Arka ketika sampai di rumah. Dia membuka pintu perlahan dan masuk kedalam. Setelah itu dia mengunci pintunya kembali. Arka segera pergi ke dapur mengambil air minum untuk membasahi tenggorokannya yang sedari tadi kering kerontang selama perjalanan.
Selama perjalanan Arka sama sekali tak menghentikan mobilnya. Karena di pikirannya hanya ingin cepat sampai di rumah dan bertemu Annisa. Karena rasa kangennya sudah membumbung tinggi di dadanya.
Dia masih tak menyadari jika Annisa sedang tak berada di rumah, karena Arka tak memberitahu sebelumnya jika dia akan pulang hari ini.
Setelah dahaganya terhapus, dia segera melangkah ke kamarnya yang berada di lantai atas. Mungkin dia berpikir jika Annisa sedang berada di kamar mereka sekarang. Sehingga dia mempercepat langkahnya untuk bisa sampai di kamar mereka.
Ceklek..
Arka membuka pintunya seraya mengucapkan salam. Ketika dia sampai di dalam, dia sama sekali tak melihat bayangan Annisa. Setelah meletakkan tas nya di sofa, dia segera beranjak ke kamar mandi. Setelah membersihkan diri, dia baru akan menghubungi istrinya dan bertanya di mana dia sekarang, pikirnya.
Sepuluh menit berlalu, Arka sudah memakai pakaian barunya dengan rambutnya yang masih basah. Wajah segar nampak sekali dari wajahnya. Apalagi wajahnya terlihat berseri-seri bagai pengantin baru saja.
Dia duduk di sofa dan segera meraih ponselnya untuk menghubungi Annisa. Sampai dering ke lima, panggilan Arka pun belum juga di terima oleh Annisa. Arka mulai khawatir, karena tak biasa Annisa tak menjawab panggilan darinya.
Dia masih berusaha menghubungi Annisa, namun masih tak di terima olehnya. Dia yang mulai panik segera berdiri dan meraih kunci mobil di atas nakas dan segera berlari keluar kamar. Perasaan kalut menghantuinya kini. Dia tak ingin Annisa terluka atau tergores sedikit saja.
Ketika dia akan masuk ke mobilnya, dia melihat sebuah mobil putih masuk ke halaman rumahnya. Hingga Arka mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam mobil.
Keningnya berkerut ketika melihat mobil asing yang masuk ke halaman rumahnya. Lalu dengan langkah pasti Arka menghampiri mobil itu dan mengetuk pintunya.
Dan betapa terkejutnya dia setelah mengetahui siapa yang berada di dalam mobil tersebut. Senyum lega pun terpancar seketika dari bibirnya.
Arka segera berputar ke pintu sebelah samping kemudi. Lalu di bukanya pintu itu dan terlihatlah wajah cantik yang membuatnya panik saat ini. "Kamu dari mana saja, Yang? Aku cariin kamu dari tadi?" tanya Arka seraya membantu Annisa turun dari mobil.
"Jalan-jalan sama Aya, Yank. Maaf aku nggak pamit sama kamu. Aku kira kamu masih sibuk makanya aku jalan sama Aya. Iyakan, Ay?"
"Tap\_\_\_"
Annisa mengedipkan matanya beberapa kali memberi kode pada Aya. Aya yang mengerti pun segera menganggukan kepalanya pasrah. "Iya, Pak Arka. Kami tadi jalan-jalan sebentar ke Mall. Mencari kebutuhan wanita." dokter Soraya tersenyum canggung. Karena sejujurnya dia sama sekali tak pandai berbohong. Dan ini pertama kalinya dia berbohong demi melindungi sang sahabat yang sedang terdesak.
Arka tersenyum lega mendengarnya. "Ya sudah. Terima kasih dokter Soraya telah menjaga istri saya. Sekali lagi terima kasih."
"Panggil Aya saja, Pak. Agar bisa lebih akrab. Saya juga berterima karena Annisa mau menemani saya. Karena kalau bukan Annisa, saya tak tau mau siapa lagi yang harus menemani saya." poungkas Aya seraya tersenyum. "Ya udah ya, Nis. Aku pulang dulu. Mari pak Arka." pamit Aya seraya menganggukkan kepalanya hormat.
"Hati-hati, Ay!!" seru Annisa seraya melambaikan tangannya pada mobil Aya yang sudah perlahan menjauh. Setelah itu mereka berdua masuk setelah mobil Aya sudah hilang di jalan raya.
Arka menggandeng tangan Annisa posesif. Karena dia tak ingin Annisa hilang tanpa pamit lagi padanya. Dia sampai berpikiran negatif tentang istrinya karena tak menemukan Annisa di dalam rumahnya. Dia takut Annisa kenapa-kenapa karena perutnya yang sering kambuh.
"Kamu mau pulang kog nggak kasih kabar, yank? Tumben??" tanya Annisa manja sambil bergelayutan di lengan kokoh Arka. Mereka bergandengan mesra menuju kursi ruang tamu.
"Biar surprise, yank." ujar Arka seraya mencubit hidung kecil Annisa. "Tapi sayang, malah aku yang mendapatkan surprise dari istriku," Arka seketika cemberut. Masih belum bisa menghilangkan rasa kesalnya karena Annisa pergi tanpa pamit.
Annisa segera memeluk Arka dari samping. Rasa sayang pada suaminya makin bertambah saja karena sikap perhatian dan kasih sayang Arka padanya. Jika saja bukan Arka suaminya, dia tak tau mau jadi apa dia sekarang. Pria yang rela berkorban untuk wanita seperti dirinya.
Annisa masih ingat dengan jelas saat Arka di tampar oleh ibu mertuanya karena membangkang perintahnya. Dan itu dikarenakan Arka lebih memilih Annisa ketimbang wanita yang akan di jodohkan dengannya. Hati Annisa hancur saat itu karena melihat dengan mata kepalanya sendiri Arka yang tampak kesakitan namun berusaha tegar demi dirinya.
Dia juga rela kehilangan hak warisnya agar bisa hidup bersama Annisa. Dan dia bersyukur, di tengah ke brutalan ibu mertuanya memaki Arka, datanglah penyelamat yang menolong Arka waktu itu. Ya, siapa lagi kalau bukan ayah mertuanya, Barata Wijaya.
Ayah mertuanya dengan tulus menerima Annisa sebagai menantunya karena merasa bahwa hanya Annisa lah yang bisa membimbing Arka menjadi pribadi yang lebih baik. Dan dengan senang hati juga Ayah mertuanya memberikan hadiah rumah sebagai hadiah pernikahan mereka. Dia sangat bersyukur untuk itu. Walaupun dia harus berjuang keras untuk meluluhkan hati ibu mertuanya, namun Annisa tak akan menyerah meskipun ibu mertuanya masih belum menerima kehadirannya.
Annisa percaya jika sekeras-kerasnya batu akan berlubang juga dengan tetesan air. Begitu pula dengan hati ibu mertuanya. Dia yakin suatu saat nanti hati Ibu Nany akan luluh dan bisa menyayanginya dengan tulus.
"Hei, kog melamun? Kenapa?" tanya Arka yang sedari tadi menatap Annisa yang melamun.
Annisa tersadar. Lalu menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. Lalu menyandarkan kepalanya pada dada bidang Arka. Memainkan jarinya dengan lincah di sana. "Mas!!" panggil Annisa dengan lirih.
"Ya," kemudian Arka mengecup kening Annisa yang berbalut borgo pink itu. "Kenapa? Apa ada yang mengganggu dirimu?"
Annisa mengangguk, lalu menarik kepalanya untuk melihat wajah suaminya. Menatapnya dalam kemudian tanpa sadar matanya berkaca-kaca.
Arka yang melihat Annisa berubah sendu, segera menegakkan tubuhnya dan langsung memeluk Annisa. "Kamu kenapa, Yang? Ada apa? Kamu bisa cerita sama aku kamu kenapa?" berondong Arka dengan tak sabar. Dia paling tak tega melihat Annisa menitikan air matanya. Sebisa mungkin dia akan membuat Annisa bahagia dengan caranya. Walau itu akan sangat menyakitkan.
Sedangkan Annisa sendiri masih terisak di pelukan Arka. Dia terlalu berat mengatakan kejujurannya pada Arka. Dia tak ingin menjadi beban pikiran Arka untuk kedepannya. Dan menyembunyikan kebenaran adalah jalan terbaik untuknya.
Tangan Arka masih setia mengelus punggung Annisa. Memberikan kekuatan dan seolah berkata semua akan baik-baik saja jika kita selalu bersama.
Cukup lama Annisa memeluk suaminya untuk meredakan emosi di dadanya. Kemudian dia menarik tubuhnya dari pelukan Arka dan kembali menatap wajah suaminya.
"Mas,"
"Iya."
Annisa bergeming, masih menatap wajah suami lekat dan dalam.
"Kenapa? Heem??!" tanya Arka seraya membelai pipi Annisa.
"Apakah kamu akan menikahi wanita lain jika aku tak bisa memberikan keturunan untukmu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Lina Castano Thekelijie
nah loh
2021-10-04
1
Retti Raflin
bagai petir disiang bolong, jlebeb!!! kena kamu arka
2021-09-26
0
Zhang Mila
hahahaha....
2021-09-23
0