Melati sangat menikmati makan siangnya. Dengan lahap dia memakan nasi pecel yang ada di seberang kompleknya. Dia sangat bersyukur karena masih ada warung yang buka di daerah sekitarnya. Karena jika tutup, bisa di pastikan jika Melati akan berjalan jauh demi bisa mendapatkan nasi bungkusnya.
Setelah selesai melahap makanannya, dia segera bergegas menuju ke rumah sakit untuk menjenguk sang ibu. Biarlah dia tak meminta izin pada Arka, karena karena sendiri yang meninggalkannya tanpa kata. Sedangkan Arka sama sekali tak memberikan nomor ponselnya untuk Melati agar bisa menghubunginya setiap waktu.
Senyumnya mengembang kala menyusuri koridor menuju dimana ruangan sang ibu. Lebih tepatnya di ruang VIP nomer 1 di rumah sakit ini. Melati sangat bahagia, meskipun Arka bersikap kasar dan acuh padanya, setidaknya Arka masih menepati janjinya untuk memenuhi semua kebutuhan sang ibu selama berada di rumah sakit.
Yang dia harapkan saat ini hanya lah kesembuhan sang ibu. Biarpun sang ibu membuka mata dan dalam keadaan tak sempurna, dia akan menerimanya dengan senang hati asalkan sang ibu bisa kembali tersenyum kepadanya. Karena hanya ibunya lah yang dia miliki selama ini setelah sang ayah meninggalkan mereka.
Ketika akan memasuki ruangan sang ibu, bersamaan pula dengan seorang dokter keluar dari ruangan tersebut.
"Eh, selama pagi menjelang siang, Melati. Bagaimana harimu setelah menjadi istri dari Arka? Apakah bahagia lahir batin?" tanya dokter Irawan dengan jahilnya.
Melati menunduk malu karena mendengar pertanyaan dokter Irawan yang menjurus ke ranah pribadinya. Meskipun dia tak bahagia, namun dia berusaha menyembunyikan laranya. Karena dia juga tak ingin mengumbar aib rumah tangganya untuk di konsumsi publik.
Dokter Irawan yang melihat Melati tak nyaman pun segera meminta maaf.
"Maaf, Mel. Keceplosan? Biasa, lambe turah mah begini. Susah di rem." seloroh dokter Irawan. Yang membuat Melati tersenyum seketika.
Meskipun dokter Irawan seorang dokter, namun dia adalah pribadi yang menyenangkan. Pandai berhumor dan sangat asyik bila di ajak mengobrol. Membuat Melati merasa nyaman ketika bersama nya. Dokter Irawan juga tipe orang yang bisa di percaya, sehingga Arka mempercayakan perihal rahim pengganti padanya.
"Gak apa-apa, dok. Oh ya dok, bagaimana kondisi ibu saya sekarang? Apakah ada kemajuan sang signifikan sehingga bisa menopang kesembuhan ibu saya?" tanya Melati tak sabar. Dia ingin sekali membawa sang ibu pulang kerumah, agar sang ibu bisa menghirup udara segar.
"Sejauh ini masih aman, Mel. Semoga kedepannya semakin membaik dan bisa segera kamu bawa pulang. Kamu jangan lupa berdoa demi ke sembuhan ibu kamu, Mel."
Melati mengangguk semangat. Tiada lelah dia berdoa untuk kesembuhan sang ibu. Karena hanya ibunya lah keluarga satu-satunya baginya.
"Mari saya antar ke kamar ibu kamu. Kamu pasti sudah kangen dengan beliau kan?"
Melati tersenyum lebar sebagai jawaban dari pertanyaan sang Dokter.
Ceklek..
Dokter Irawan membuka pintu ruangan ibu Melati dan mempersilahkan Melati untuk masuk.
"Saya tinggal ya, Mel. Kamu jangan lupa mengajaknya mengobrol, biar beliau terstimulasi otakknya dan ada semangat untuk kembali ke dunia,"
Melati mengangguk sendu seraya menatap sang ibu. Dia segera mendekat ke arah sang ibu yang masih setia menutup matanya itu.
Dia menggeser kursi dan menaruhnya tepat di samping sang ibu, sehingga dia bisa dengan leluasa menatap sang ibu.
Ia meraih tangan sang ibu dan berulang kali mengecup punggung tangan yang dingin itu. "Selamat siang, Ibu. Bagaimana kabarmu hari ini? Semoga segera di beri kesembuhan, bu. Agar engkau bisa menemani aku setiap hari. Agar engkau bisa memarahiku saat aku membuatmu kesal dan\_\_" Melati tercekat, tak bisa melanjutkan kata-kata yang ingin di ungkapkan kepada sang ibu.
Dia menunduk, semakin terisak kala mengingat pernikahannya dengan Arka bak sinetron ikan terbang yang selalu di tonton sang ibu. Perlakuan kasar danbucapan Azka yang selalu menyakiti hatinya
Melati mendongak, kemudian tangannya menyapu air mata di pipinya. Ia menarik nafas panjang untuk menghilangkan sesak di dadanya dan mencoba tersenyum ke arah sang ibu. Ia tak ingin sang ibu tau kesedihan yang di alaminya kini.
"Ibu tau, aku sangat menyayangimu. Meskipun aku sering membuatmu marah. Namun percayalah aku sangat mencintaimu, melebihi hidupku. Aku rela kehilangan apapun demi bisa bersama denganmu. Aku rela kehilangan nyawaku agar ibu bisa selamat. Karena kesakitan mu adalah kesakitan ku juga, bu." Air mata kembali membanjiri pipinya dengan derasnya. Entah kenapa dia ingin menangis di samping ibunya. Padahal dia sudah berjanji tak akan menangis di depan sang ibu. Namun apalah daya, dia tak kuat menahannya sendirian.
Melati masih menunduk dan terisak. Hingga tak menyadari sebuah tangan menyentuh kepalanya. Tangisnya terhenti seketika ketika dia merasakan sentuhan itu.
Dia mendongak, dan ternyata sang ibu telah membuka matanya.
Melati terkesiap, bingung dan senang bercampur jadi satu melihat ibunya sadar. "I\_\_ibu!!" Panggil Melati denga lirih.
Dia gegas berdiri dan segera memeluk sang ibu. Mengecup seluruh wajahnya sebagai rasa bahagianya saat ini.
"I\_\_ibu sudah sadar?" Dengan segera dia menakan tombol yang menghubungkan ke ruangan dokter Irawan. Dan tak lama kemudian, dokter dan perawat pun masuk ke kamar rawat sang ibu.
Melati segera bergeser kala dokter Irawan akan memeriksa kondisi sang ibu.
"Bagaimana dok keadaan ibu saya?" tanya Melati dengan cemas namun lebih bahagia.
Dokter Irawan tersenyum, "Kondisi ibu kamu sangat baik, Mel. Semua organnya bekerja dengan sempurna. Jaga lah dia selalu. Turuti lah apa yang dia inginkan, Mel."
"Baik, dok. Terima kasih," Melati sangat bahagia saat ini. Untuk sesaat dia melupakan betapa peliknya rumah tangga yang di jalaninya dengan Arka.
Entah dia akan bertahan atau akan menyerah dengan bahtera rumah tangganya.
Melati mendekat ke arah sang ibu yang yang sudah selesai di periksa itu, duduk di sampingnya dengan senyum penuh kebahagiaan.
"Ibu, ibu mau makan apa? Biar Melati suapi ya?"
Ibu Melati menggeleng, lalu meraih tangan Melati dan menggenggam tangannya. "Terima kasih karena selama ini kamu sudah menjadi anak yang baik bagi ibu, Mel. Ibu bangga mempunyai anak sebaik kamu, sayang," ucapnya serak dengan mata berkaca-kaca.
Melati segera mengusapnya dan menggeleng tegas, "Justru Melati yang berterima kasih karena di lahirkan dari rahim seorang wanita yang kuat dan tangguh seperti ibu. Terima kasih bu, terima kasih." Sekuat tenaga Melati menahan air matanya yang sudah ingin tumpah di pipinya. Dia tak ingin melihat sang ibu sedih jika melihatnya menangis.
"Maaf jika ibu selalu menyusahkan mu, Mel. Dan ibu berjanji bakal sembuh dan tak sakit lagi. Kamu mau kan memaafkan ibu, Mel?"
Dengan segera Melati memeluk sang ibu yang masih menitik air mata itu. Dia juga tak ingin mendengar perkataan ibunya yang membuatnya seolah merasakan? entahlah. Dan untuk sekarang dia hanya ingin menikmati kebahagiaan dengan sadarnya sang ibu dari komanya, dan dia janji akan lebih baik lagi dalam menjaga sang ibu.
Melati menyuapi sang ibu dengan telaten, sesekali saling menggoda dan mengejek ketika mengingat kenakalan Melati saat waktu kecil dulu yang membuat gelak tawa mereka berdua.
"Aku akan menjagamu bu jika engkau keluar dari rumah sakit nanti. Dan aku lebih memilih ibu jika Arka tak menyetujui jika ibu ikut pulang bersama Melati nanti. Melati rela kehilangan imam asal tak kehilangan ibu lagi. Cukup sekali, bu." Batinnya bermonolog.
"Mel, kenapa kamu melamun, nak?" tanya sang ibu.
Melati menggeleng, "Melati hanya tak ingin kehilangan ibu lagi. Jangan tinggalkan Melati lagi ya, Bu."
"Ibu akan selalu di hatimu, Nak. Dan jangan lupakan ibu untuk sedetik saja. Kamu janji ya, Mel?"
"Hush, ibu ngomong apa sih? Udah deh, jangan ngawur," dengan segera dia memeluk sang ibu yang sedang terkekeh itu.
"Anak nakal," lirihnya dengan mengecup puncak kepala Melati berulang kali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Diana M
lanjut toor ja❤
2021-09-24
2
Lina Castano Thekelijie
lanjuttt
2021-09-20
0
Maria Catharina Sriwulandari
lanjut rahim pengganti
2021-09-19
0