Melati segera pergi ke dapur setelah membersihkan tubuhnya. Dia berencana akan membuatkan makanan untuk pria tampan yang baru saja menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Dia hanya ingin menjadi istri yang baik untuk suaminya itu, meskipun dia belum tentu bisa meraih hati sang suami. Melati juga tak berharap terlalu banyak atas cinta Arka untuknya.
Arka mau menanggung pengobatan sang ibu pun Melati sudah sangat merasa bersyukur. Karena baginya kesembuhan ibunya adalah nomer satu. Apapun akan di lakukan Melati agar sang ibu bisa sembuh seperti sedia kala.
Ada rasa perih ketika dia melangkahkan kakinya ke dapur, namun dia sama sekali tak menghiraukan rasa sakit itu. Karena ini adalah sebagai bukti jika Arka sudah menjalankan kewajibannya. Dan oleh sebab itu Melati juga harus melayani sang suami dengan baik sebagai baktinya seorang istri.
"Mas." panggil Melati dengan lirih ketika melihat Arka. "Mas Arka mau makan apa? Biar aku yang masakin untuk mas Arka?" tanya Melati seraya tersenyum manis menatap Arka.
Arka menatap tajam ke arah Melati yang mendekat ke arahnya. Dia sungguh muak melihat sikap Melati yang sok baik terhadapnya. Baginya, tiada wanita sempurna selain sang istri, Annisa.
"Kamu tak perlu bersusah payah memasak untukku, Mel. Aku juga tak sudi memakan masakanmu." ucapnya dingin. Namun tatapan matanya masih tertuju pada Melati dengan tatapan yang sulit di artikan.
Deg..
Melati kontan menghentikan langkahnya. Kemudian menoleh, menatap wajah Arka yang menatapnya penuh kobaran api kebencian terhadapnya.
"Harusnya kamu tau diri, Melati. Jika saja aku tak membutuhkan rahimmu, tak mungkin juga aku mau tidur denganmu. Kamu juga harus menjaga sikapmu jika kita bertemu di suatu tempat. Anggap saja kita tak saling kenal dan kamu harus berusaha menghindari ku dan jangan pernah ganggu keluargaku," ucap Arka kemudian.
Melati memejamkan matanya, menahan bulir yang ingin tumpah di pipinya. Sungguh kejam ucapan Arka yang sudah menyakiti hatinya. Jika dia malu menikah dengannya, seharusnya dia tak melakukannya. Arka masih bisa berusaha dengan cara lain, bukan menikahinya lalu menganggapnya tak ada.
"Kenapa kamu masih mematung di sana? Duduklah," pinta Arka. Dia menunjuk kursi di depannya dengan dagunya.
Melati pun menurutinya. Dia segera melangkah dan mendudukkan bokongnya di kursi yang di tunjuk Arka. Dia duduk dengan tak nyaman, karena merasa mata tajam Arka terus memindai dirinya dengan lekat.
Melati memilih menundukkan wajahnya agar tak menatap wajah Arka yang tampan namun sangat menyeramkan. Wajah tampan Arka tak mampu membuatnya kegugupannya hilang, malah semakin membuatnya tersiksa karena di dekatnya.
Cukup lama mereka saling membisu, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Melati juga enggan membuka mulutnya terlebih dahulu. Karena dia tak ingin di hina kembali oleh Arka yang bermulut pedas dan menyakitkan.
Terdengar hembusan nafas berat yang keluar dari bibir Arka. Seolah beban berat tengah menghimpitnya dadanya saat ini. Mungkin Arka menyesal telah menikahinya. Namun dia bisa apa, mungkin yang di lakukan saat ini hanyalah pasrah. Karena nyawa sang ibu taruhannya. Dia hanya ingin diam agar Arka tak nekat mencabut biaya rumah sakit sang ibu.
Melati mencoba berbesar hati menerima nasibnya. Mungkin inilah jalan yang harus di laluinya demi sang ibu. Dia tak akan menyesal jika itu untuk kesembuhan wanita yang telah melahirkannya. Apapun akan dia lakukan untuk wanita yang paling berharga di hidupnya.
"Ini untukmu," Arka menyodorkan sebuah kartu sakti di depan Melati. Sehingga membuat lamunan Melati buyar seketika.
Mata Melati menatap benda tersebut. "Apa ini?" tanya Melati polos. Bukannya dia tak tau, namun dia tak mengerti untuk apa itu. Sedangkan dia sudah bekerja dan bisa menghidupi dirinya sendiri jika Arka tak mau menanggung hidupnya.
Arka tersenyum sinis mendengar pertanyaan Melati. Semakin ilfil Arka pada Melati yang sok polos.
"Kamu pura-pura tak tau atau memang kamu bodoh, Mel?" tanya Arka sambil mendekap kedua tangannya.
"Ma\_maksud aku?" Dia segera menunduk takut karena tatapan tajam Arka yang seolah menghunus jantungnya.
"Udah. Jangan sok polos kamu. Ini untuk kebutuhan kamu selama menjadi istriku. Dan ini bukan termasuk biaya rumah sakit ibu kamu. Tenang saja, aku nggak bakalan mengingkari janjiku. Aku akan menanggung semua biaya rumah sakit untuk ibumu. Dan jangan lupa jika kamu juga harus dengan segera mengandung anakku. Karena aku tak sudi jika terus-terusan tidur denganmu dan mengabaikan istriku."
Lagi dan lagi ucapan Arka bagai tombak yang menghunus hatinya. Rasanya sungguh sakit tiada terbanding. Jika Arka menyesal, dia menerima itu. Tapi jangan terus-terusan menghinanya. Karena yang di rugikan di sini bukan hanya Arka, namun juga dirinya dan masa depannya. Mau jadi apa dia besok jika berpisah dengan Arka? Mungkin akan banyak cacian dan gunjingan jika mengetahui masa lalunya yang hanya menjadi pencetak anak untuk suami sirihnya.
"Ba\_baiklah, Mas!!"
Suara Melati bergetar menahan gejolak hatinya.
"Dan satu lagi. Kamu jangan coba-coba dekat dengan pria lain. Karena aku tak ingin anak yang kamu kandung kelak tak jelas nasabnya itu anak siapa."
Duarr..
Melati terkesiap. Dia mendongakkan wajahnya menatap sang suami yang dengan tega kembali melukai harga dirinya.
"Maksud mas Arka apa? Meskipun kita menikah sirih, tapi aku sangat menghargai pernikahanku, mas. Aku akan menjaga pernikahan ini sampai waktunya tiba. Jadi mas Arka tak perlu menyinggung harga diriku. Aku tak serendah yang mas Arka pikirkan." balas Melati dengan tegas. Bukan bermaksud kurang ajar, tapi dia juga perlu melindungi harga dirinya agar tak selalu menjadi bulan-bulanan suaminya.
"Halah, siapa tau kan kalau kita jauh kamu open BO. Dan bisa meraup uang lebih banyak dariku dengan mengatasnamakan anak di dalam kandunganmu. Padahal Zonk!" cibir Arka.
"Cukup mas!!"
Melati menggebrak meja dengan keras. Dia sudah tak tahan mendengar ucapan pedas yang selalu di lontarkan Arka padanya. Jika terus-terusan begini, mungkin dia akan gila sendiri menghadapi sikap Arka yang keterlaluan.
Lalu dia segera bangkit dari duduknya dan segera berlari menuju kamarnya. Rasa lapar yang tadi menderanya, sudah hilang entah kemana. Yang ada hanya rasa kenyang karena ucapan pedas yang Arka gaungkan terhadapnya.
Sedangkan Arka hanya menatap punggung kecil itu yang semakin menjauh. Tapi tak berniat untuk mengejar dan meminta maaf atas ucapan yang mungkin menyakiti hati istrinya.
Tapi mau bagaimana lagi. Mereka sama-sama dalam keadaan yang salah. Keadaan yang mengharuskan mereka mengambil langkah ini untuk kepentingan masing-masing.
\*\*\*
Maaf readers tersayang, ada kesalahan teknis. Seharusnya yang ini bab dua. Karenanya harus aku tambah kalimatnya karena kurangnya kata dalam satu bab.. Sekali lagi maafkan y..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
juMiNteN
nyimak dulu
2021-09-27
1
Retti Raflin
awasa ya nanti kalau udah bucin sama melati
2021-09-21
0
Lina Castano Thekelijie
setajam silet mulutx si arkha 😠
2021-09-20
0