"Mas, yuk makan. Aku sudah menyiapkan makanan kesukaan kamu," ucap Annisa seraya merangkul mesra Arka yang masih bergelung di dalam selimutnya.
Annisa tersenyum saat melihat wajah polos Arka yang masih menutup matanya. Dia mengecup seluruh wajah Arka dengan gemas karena rasa rindu yang memasuki relung kalbu. Karena sudah dua hari ini Arka ke luar kota untuk perjalan bisnisnya, dan Annisa pun dengan setia menunggu kepulangannya.
"Sayang, yuk bangun. Kita sarapan dulu, yuk." Annisa mencoba membangunkan Arka dengan mengelus kepalanya dengan lembut.
Dan berhasil, Arka mulai menggeliat dan perlahan membuka matanya. Kemudian Arka tersenyum manis ketika melihat Annisa yang sudah cantik berada di depan matanya.
"Good morning, Baby!!"
Annisa tertawa. "Ngawur, ini siang menjelas sore sayang. Kamu nglindur?" Dia tertawa kembali seraya menutup mulutnya.
Arka gegas bangkit kemudian menindih tubuh Annisa di bawah kungkungannya. Dia tersenyum menatap wajah cantik istrinya tersebut. Walau dia tak menampik ada bayangan Melati di sana. Namun dia berusaha menghilangkan bayangan wanita itu dan ingin menikmati harinya bersama Annisa.
Arka segera melahap bibir Annisa yang sudah menggodanya sedari tadi. Menikmati lembutnya bibir yang menjadi candunya selama ini. Dan Annisa pun tak ingin kalah dari Arka. Dia segera meraih tengkuk Arka untuk memperdalam pagutannya. Pagutan panas penuh gelora pun tak terelakkan lagi antara mereka berdua.
***
Setelah membersihkan diri setelah permainan panas mereka, mereka menyantap makanan mereka yang sudah dingin itu.
"Nah kan sudah dingin? Kamu sih, Yank?" Ucap Annisa dengan manja.
Arka tersenyum senang dan menggeleng, "Tak apa, Sayang. Begini saja aku udah seneng banget. Terima kasih ya sayangku," Arka kembali mencium puncak kepala Annisa.
Annisa tersenyum menatap Arka yang tak pernah membuatnya kecewa. Lalu dia menyendok kan makanan itu dan menyodorkan ke depan Arka.
Arka yang mengerti maksud Annisa segera membuka mulutnya untuk menerima suapan itu. "Sempurna." ucapnya kala mengecap enaknya masakan istrinya tersebut.
"Biar aku suapi kamu lagi, Mas. Aku kangen banget sama kamu."
"Tapi kamu juga harus makan, sayang. Aku nggak ingin kamu sakit. Pasti kamu jarang makan kan saat aku tak di rumah?"
Annisa hanya tersenyum sebagai jawaban. Entah kenapa saat Arka pergi kali ini rasanya hatinya tak nyaman. Pikiran yang tak karuan memikirkan suaminya. Padahal sebelumnya tak pernah dia rasakan seperti ini.
Arka yang melihat Annisa yang melamun, segera menangkup pipinya, sehingga Annisa terkesiap lalu menatap Arka.
"Nah, kan kamu melamun? Kamu mikirin apa, sih? hhmm? Bilang sama aku."
Annisa hanya menggeleng. Dia berusaha percaya dengan sang suami. Meskipun tak menampik ketakutan godaan wanita lain terus mengusik hatinya. Apalagi dia??
Ah, sudah lah. Sebaiknya dia mempasrahkan semua pada yang di atas. Annisa percaya apa yang terjadi padanya adalah kehendak sang takdir dan itu mungkin yang terbaik untuk mereka berdua.
"Sayang!! Kamu kenapa, sih? Aku nggak suka lho kamu melamun gitu?" tegur Arka karena tak biasanya melihat Annisa yang seperti itu.
Ada yang lain yang di sembunyikan oleh Annisa. Tapi dia tak tau itu apa karena Annisa tak mau mengatakannya. Biasanya Annisa akan bercerita kepadanya tentang apapun, sehingga tiada rahasia di antara mereka berdua.
Namun untuk masalah Melati, Arka masih menunda waktunya untuk mengatakan semuanya. Dia butuh waktu dan keberanian untuk mengatakan kejujuran pada Annisa. Dia takut jika Annisa tak akan menerimanya dan pergi dari sisinya. Arka tak mau itu terjadi, karena dia amat sangat mencintai istrinya tersebut.
Annisa menggeleng seraya tersenyum. Kemudian melepas tangan Arka yang masih berada di pipinya. Annisa mulai melahap makanannya kembali tanpa menoleh ke arah Arka yang menatapnya penuh tanya.
Mereka makan dalam diam karena larut dalam pikiran masing-masing. Annisa takut mengakui kejujuran itu, dan mungkin sampai nanti pun dia tak akan pernah jujur untuk itu. Biarlah dia melewati semua tanpa Arka tau semuanya. Yang terpenting Arka selalu berada di sampingnya.
Setelah selesai makan, Annisa segera membereskan piring kotor bekas makanan mereka. Sedangkan Arka sudah kembali berkutat dengan laptop dan beberapa berkas yang dia bawa dari luar kota.
Prang...
Annisa terduduk di kursi kembali. Memegangi perutnya dan mendesis kesakitan merasakan perutnya yang bagaikan di tusuk-tusuk pisau tajam. Hingga dia tak memperdulikan piring yang sudah berantakan di lantai.
"Aakh, ampuni hamba ya Allah karena harus memendam ini sendirian." rintih Annisa seraya mencengkeram tisu di tangannya.
Arka yang mendengar keributan, segera berlari ke arah sumber suara. Dan melihat Annisa yang sedang mengerang menahan sakit.
Arka segera berjongkog dan memegang kepala Annisa. Arka terkejut ketika melihat Annisa yang sudah pucat pasi dengan keringat dingin di kening dan tangannya.
Tanpa berkata apapun, Arka segera membopong Annisa kekamar mereka yang yang terletak di samping ruang tamu.
Arka meletakkan Annisa dengan perlahan karena tak ingin membuat Annisa tambah kesakitan. Kemudian bergegas mengambil gawainya untuk memanggil dokter Soraya, dokter yang selalu memeriksa kesehatan Annisa.
Setelah selesai menelpon, Arka segera menghampiri Annisa yang masih merintih kesakitan.
"Masih sakit, yank?" tanya Arka dengan lembut. Tangannya mengusap perut Annisa berharap sakitnya bisa berkurang.
Annisa mengangguk, setitik air mata jatuh membasahi pipinya. Entah apa yang di rasakannya kini, hanya Annisa yang tau.
Arka mengusap air mata itu. Lalu mengecup kening Annisa dengan sayang. "Aku akan menunggumu di sini dan berbagi sakit denganmu. Kamu boleh mencengkeram tanganku jika rasa sakit itu kembali datang." lirih Arka. Lalu Arka mengecup punggung tangan Annisa yang dingin itu.
Annisa memaksakan senyumnya, namun Annisa tak ingin membuka matanya. Ada rasa pilu saat menatap wajah tampan Arka. Seakan membuat Annisa tak tega jika akan meninggalkannya.
Tak lama kemudian, dokter Soraya telah sampai di rumah Arka dan segera menuju ke kamar utama.
Dia melihat Annisa, sang sahabat yang memejamkan matanya. Dan Arka, tampak sekali rasa khawatir dari wajahnya ketika menatap Annisa.
Arka segera bergeser ketika melihat dokter Soraya telah tiba, namun dokter Soraya menyuruhnya untuk menunggu di luar. Namun Arka menolak dan masih kekeh ingin menemani sang istri yang sedang kesakitan itu.
Akhinya Arka menurut ketika perintah itu keluar dari mulut Annisa, dan mau tak mau Arka menuruti kemauan Annisa.
"Nis, sebaiknya kamu jujur lah sama Arka. Kasihan dia jika dia tau belakangan," saran Soraya pada sahabatnya.
Annisa hanya menggeleng, menolak mentah-mentah saran yang di ucapkan sahabatnya. "Belum saat, Aya," lirih Annisa. Panggilan sayang bagi Soraya.
Annisa berusaha bangkit dari tidurnya untuk bisa duduk dan menatap Soraya. Dia ingin memastikan sesuatu sebelum Arka mengetahui semuanya.
Annisa meraih tangan Soraya dan menggenggamnya. Dia tersenyum manis seraya berkata, "Aku harap kamu tak akan menceritakan semuanya pada Arka. Biarkan aku yang menceritakan semua dengan caraku. Jadi kamu tak usah susah payah memberitahunya. Kamu mengerti, Aya. Yang perlu kamu lakukan aku adalah menemaniku berobat agar cepat sembuh, tanpa sepengetahuan Arka. Aku ingin terlihat sehat ketika bersama Arka." seru Annisa seraya tersenyum manis ke arah Soraya.
"Tapi??"
Annisa segera menempelkan jari di bibir Soraya, berharap Soraya tak melanjutkan ucapannya.
"Semua akan baik-baik saja. Percaya lah, Aya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Kaira Caem
Anisa sakit parah ya🤔 kok gc jujur aja sih sama Arka...kan kasihan Arka nya.😥
2022-05-27
1
Lina Castano Thekelijie
sakit apa sih si anisa thor
2021-09-20
0
Nuryanti Nuryanti zz
kayak y nisa punya penyakit parah.
2021-09-20
0