Sesampainya di Tanah Air, Stefan dengan segera menghubungi kepala Yayasan sekolah menengah tempat anaknya itu menuntut ilmu.
(Ha-halo, pak Stefan,) sapa sang ketua.
(Apa anda tahu maksud saya menghubungi di tengah malam begini?)
(I-ya, saya rasa saya-)
(Segera menghapus rumor yang beredar diantara para pelajar. Jika besok putraku kembali ke sekolah dan mendapati perlakuan yang tidak pantas, maka bersiaplah sekolah itu akan tutup hanya dengan 1 kalimat dariku.)
(Saya mengerti pak Stefan, maafkan kelalaian pihak sekolah. Lagi pula ... putra sulung anda sudah bertindak lebih dulu menuntut hal ini. Saya rasa anda tidak perlu repot. Siswa terbaik seperti Arsen saja cukup, memberi efek jerah.)
(Oh, baguslah jika anda paham. Terima kasih.)
Panggilan berakhir.
"Arsen, Arsen.. kau memang pantas aku andalkan. Aku bangga padamu. Ya ... dia memang harus bertindak untuk melindungi adik kesayangannya." Stefan bergumam, lalu tersenyum bangga.
"Pah, Papah! Lihatlah, Grup chat ini, teman-teman meminta maaf padaku."
"Ya. Joon, belajarlah dengan nyaman di sekolah. Jangan pernah takut. Harus berani."
"Oke pah, aku akan jadi pemberani seperti kakak."
.....................
5 Tahun Kemudian.
"Hei! Brengsek, tak berguna!"
Rain berteriak memaki seorang teman sekelasnya yang merupakan seorang pria populer di sekolah. Selain wajahnya yang good looking, pria muda itu juga merupakan anak dari salah satu donatur untuk Sekolah Menengah Atas tempat Rain menuntut ilmu selama ini. Tepatnya, Rain bisa menikmati proses belajar dengan nyaman di sekolah ini secara gratis, adalah karena kebaikan hati para donatur.
Laki-laki brengsek yang ia maksud itu bernama Jimin.
Bukan tanpa alasan, ini adalah karena ulah Jimin yang selalu bertindak semena-mena kepada teman-temannya yang berasal dari lingkungan sosial golongan menengah ke bawah.
"Apa? Kau memanggilku? Aku? Brengsek gila? Tak berguna, katamu?" -Jimin menunjuk dirinya sendiri, dengan langkah besar, mendatangi Rain dan tanpa basa basi mencengkeram seragamnya.
"Ya! Kau brengsek gila. Aku sudah tidak tahan melihat wajah iblismu! Minta maaf pada temanku sekarang juga!" -ucap Rain, dengan nada menantang, memerintah seorang Jimin.
"Yaah? Maaf? Itu tidak ada dalam kamusku. Aku tidak bersalah. Orang-orang rendahan seperti kalian memang sangat polos. Aku heran, kenapa aku menghabiskan waktu di sekolah ini bersama orang-orang seperti kalian."
Bugh! Bugh! Bugh! Bugh!
Glek,
Jimin ... terjatuh pingsan, tanpa sempat memberi perlawanan satu kali pun.
Puas? Ya ... dari ekspresi wajahnya, Rain tampak sangat puas telah memberi pelajaran pada teman sekelasnya itu. Rasa kesal yang sudah menumpuk akibat tingkah semena-mena dari Jimin yang kerap ia terima dan ia saksikan selama ini, akhirnya ia luapkan melalui aksi beraninya.
Sontak saja peristiwa itu membuat histeris seluruh ruang kelas. Para siswa dan siswi berlarian untuk melaporkan kejadian itu pada dewan guru.
Apa kah Jimin tidak punya teman? Kenapa satu pun dari mereka bahkan tidak menolongnya atau pun membuat pembalasan dan menyerang Rain?
Tentu saja ada. Tapi, tak ada dari mereka yang berani mendekati Rain yang saat ini benar-benar terlihat seperti hendak memakan seseorang. Wajahnya, sangat menakutkan.
"Ada apa ini?"
"What? Jimin!" -sang wali kelas berteriak tak kalah histeris.
Shock? Benar. Siapa pun pasti akan terkejut melihat si pria penuh pesona itu terbaring tak berdaya di lantai. Tambah lagi, hidung dan mulutnya mengeluarkan darah segar, akibat buah genggaman yang menyerang kepalanya beberapa kali.
Tanpa perlu menunggu lama, tubuh Jimin di evakuasi secepat kilat.
Kelas menjadi hening, tak ada seorang pun selain Rain dan teman baiknya yang bernama Roze Moza.
"Rain, kau ... tak apa?" Roze terlihat khawatir karena Rain tiba-tiba terduduk di lantai.
"Roze, apa ... aku ... telah membunuh Jimin? Aku membunuh seseorang?" -tanya-nya, dengan tubuh bergetar dan wajah ketakutan.
"Jangan khawatir. Orang jahat sepertinya tidak akan mati dengan mudah. Rain, ayo kita pergi. Tanganmu juga terluka dan harus segera diobati." -Roze menyeret paksa temannya itu yang masih terlihat linglung.
.
Roze memberi obat dan membalut luka ringan di tangan Rain. Rain menatap teman baiknya itu dengan tatapan iba. Disini, Rain memang terluka secara fisik luar, tapi ... Roze juga sedang terluka hatinya karena Jimin. Bisa-bisanya Roze jatuh hati pada pria brengsek itu, pria yang ternyata hanya memanfaatkan otak pintarnya.
"Roze, kau tak apa sekarang?"
"Jangan bertanya tentang perasaanku. khawatirkan saja dirimu sendiri. Setelah ini, kau akan menghadapi pengadilan sekolah."
"Iya, juga ... Noona-ku. Aku bingung bagaimana menghadapinya. Dia pasti akan sangat malu. Selama di sekolah ini, aku selalu menahan kegilaanku. Tapi akhirnya, aku gagal. Di detik-detik kelulusan, aku malah membuat kekacauan. Aku merasa bersalah pada Noona." -meghela napas pelan.
"Bagus ya, bersantai disini setelah membuat temanmu hampir mati? Segera ke ruang sidang sekarang!" -sang guru penjas tiba-tiba saja muncul di ruang istirahat siswa, dimana Rain dan Roze berada.
"Pak, kita tidak sedang bersantai. Tangan Rain juga terluka."
"Cepat ikut saya." -tegas sang guru, tanpa menggubris pembelaan Roze untuk Rain.
RUANG RAPAT..
"Duduk disini." -perintah sang guru, meminta Rain menduduki sebuah kursi yang merupakan kursi terdakwa.
Sementara di rumah sakit.
"Jimin, bangun sayang! Mommy khawatir!" -Jenni, ibu dari Jimin itu menangis sembari memegang tangan putranya yang belum juga sadarkan diri.
Kembali ke ruang Rapat, yang sudah di sulap menjadi ruang sidang untuk Rain.
Tog tog tog tog,
Seorang wanita elegan yang terlihat sudah sangat berumur, melangkah masuk ruang rapat, bersama dengan seorang pria yang adalah ayah dari Jimin, yakni Mario Park.
Melihat satu-satunya orang yang menduduki kursi yang di kelilingi oleh para dewan guru dan para siswa yang adalah saksi, Nyonya Park Yoora yakin bahwa orang itulah penyebab kenapa cucu tampannya harus berbaring di ranjang pasien saat ini. Dengan perasaan marah yang tak tertahankan, Park Yoora kini berdiri di hadapan Rain. Sedang Mario, menuju kursi yang disediakan untuknya. Duduk dengan tenang disana.
"Kau, yang telah membuat cucu berhargaku hampir mati?"
Park Yoora mengangkat telapak tangannya ke udara untuk memberi Rain hadiah tamparan.
PLAAAK.
Tak puas hanya sekali, Yoora kembali hendak memberi hadiah untuk kedua kali. Namun, siapa sangka tangan wanita tua itu kini tertahan oleh tangan seseorang.
"Cukup, Nyonya! Memukul adikku sesuka hatimu tidak akan membuat keadaan cucumu langsung membaik." Tegas Jisoo yang tiba-tiba saja sudah berada tepat di samping wanita tua itu, lalu menghempas tangan itu dengan kasar.
Melihat keberanian gadis itu, Mario berdiri dari tempatnya. "Kau, kakaknya? Dimana orang tua kalian? Panggil mereka. Jika anak-anak tidak boleh diberi hukuman, maka orangtua merekalah yang harus tanggung jawab." ujarnya, kemudian.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Putri Nunggal
jimin adiknya given ?
2022-12-21
2
Yosh JY Ramos
apakah Jimin itu adalah Jevander
2022-10-30
1
RahaYulia
Roze Moza bukannya ank Helena thor? ank Helena itu dikasih ke Gina dn Gina tinggalnya di Indonesia kn?
2022-09-22
1