Kruuk krrruuuk
Bukan suara ayam berkokok memberi tanda hari sudah menjelang pagi, tapi ... melainkan bunyi perut kosong yang mulai protes minta di beri jatah.
Kedua adik-kakak itu terbangun dan terkejut mendapati diri mereka yang ternyata semalaman tertidur dibawah jembatan.
"Nuna, apa aku sedang bermimpi?" Tanya Rain, yang masih terheran.
"Cih, gayamu, kamu bilang kita akan beristirahat sejenak. Tapi kenapa ini sudah pagi hari?"
"Maaf Nuna, ayo kita pergi, aku sangat lapar."
Saat hendak melangkah, keduanya tercekat oleh sebuah kertas yang bertuliskan sebuah alamat.
...(Datanglah ke alamat ini jika kalian tidak punya tempat tinggal.)...
"Si Tua itu?"
"Rain, sebut saja dia kakek. Yang sopan kalau bicara."
Wajah Rain tampak tidak ada niat untuk mengambil kertas itu dan menerima tawaran sang kakek yang sudah pasti beliau yang menulisnya.
"Baiklah, ayo ke alamat ini." Jisoo memgambil kertas itu, mereka pun pergi dengan naik taxi. Rain? Hanya bisa mengikuti sembari mendumel.
Taxi mengantarkan keduanya ke alamat yang di maksud. Sebuah pemukiman teramat sangat kumuh.
"Alamat yang kalian maksud itu, disini. Silahkan cari rumah itu berdasarkan nomor rumahnya." -ujar sang sopir.
Turun dari taxi, tak lupa masih dengan ransel yang menggembung di punggung masing-masing.
"Noona, tempat apa ini?"
Jisoo menatap malas adiknya itu, menarik tangannya agar Rain mengikuti langkahnya. "Jangan tanggung-tanggung kalau mau melarikan diri. Tempat pelarian anak terbuang seperti kita memang pantasnya disini. Rain, kita akan memulai hidup baru ditempat kumuh ini. Jangan banyak protes."
"Tidak! Noona, lalu bagaimana dengan wajah tampanku? Pikirkan itu!"
Tidak memperdulikan kecemasan sang adik, Jisso terus berjalan sambil menyeret paksa adik labilnya itu.
"Nah! Ini dia rumahnya!" Jisoo mengusap dadanya legah telah mendapati alamat yang mereka cari.
Sebuah rumah sangat kecil, reot peyot, tambalan dinding yang bertebaran, bolong dimana-mana. Sudah pasti Rain tidak berani melangkah maju.
"Nuna, kenapa rumah si Tua itu persis seperti dirinya?"
"Husss" -Rain menuai tabokan ringan di ujung bibirnya yang dilayangkan oleh sang kakak. "Jangan pernah bicara sembarangan."
"Ini tidak sembarangan Nuna, itu kenyataan. Manusia dengan wajah sempurna sepertiku, tidak layak untuk tinggal disini, Nuna."
"Memangnya selama ini kau hidup sebagai apa? Kita hanya anak angkat dari orang tua serakah."
"Kita tidak pernah tahu. Mungkin saja Aku dulunya terlahir sebagai anak konglomerat negeri ini."
Teplaak. "Aw!" Kini bahunya mendapat hantaman, membuat remaja tampan itu menjerit.
"Jangan mimpi. Apa kau pikir konglomerat akan membuang anak mereka ke panti asuhan?"
Membenarkan perkataan sang kakak kesayangan, Rain pun menyusul langkah kakaknya itu mendekati pintu gubuk derita milik si Tua itu.
Tok tok tok, tok tok tok. "Kakek, kami datang!" -panggil Jisoo, hati-hati.
Krek, bunyi pintu terbuka pelan, sangat hati-hati. "Kalian benar-benar datang?"
"Iya, kek! Aku dan adikku adalah orang baru dikota ini. Maukah kakek mengadopsi kami?"
"Nuna! Untuk apa dia mengadopsi kita? Aku tidak berencana menjadi keluarganya."
Rain segera memberi tanda protes. Tanpa diskusi dan basa-basi terlebih dahulu, kakaknya ini mengambil jalan pintas, menawarkan diri untuk diadopsi oleh si Tua, yang diyakini oleh Rain bahwa orang ini hidupnya sebentar lagi akan sakit-sakitan dan akhirnya mati.
"Masuklah! Tapi, Adik sombongmu ini, kau harus mengajarinya sopan santun." tegas sang kakek.
.
.
3 hari kemudian.
Karena suasana masih liburan, tentu saja Jisoo dan adiknya itu memanfaatkan waktu untuk bekerja paruh waktu. Sang adik bekerja di restoran ayam goreng sebagai tukang cuci, sedangkan Jisoo, ia bekerja sebagai kasir di mini market dengan upah harian.
Malam hari di Pantai.
Rain memberikan beberapa lembar uang kertas kepada Jisso begitu ia bertemu kakaknya itu di pantai. Uang itu adalah upahnya untuk hari ini.
Karena tempat tinggal mereka tidak jauh dari pantai ini, keduanya membuat janji untuk bertemu di pantai sebelum pulang menjumpai gubuk tua itu.
"Nuna, aku juga membawakanmu ayam goreng. Beruntung hari ini tidak habis terjual. Nyonya galak dan kasar itu memberiku 3 potong."
Keduanya menikmati ayam goreng sembari merebahkan diri di atas pasir. "Sisakan sepotong untuk si tua itu." -ujar Rain tanpa sadar.
"Panggil saja dia kakek, Rain." -Jisoo kembali mengingatkan.
"Noona, aku tidak habis pikir. Kita berdua berakhir bersama seorang kakek tua dan hidup di bawah atap bocor gubuk derita itu. Bagaimana nasibku saat teman-teman baruku mengetahui kalau aku tinggal di rumah yang bahkan layak di sebut kandang babi? Astaga Nuna, lebih baik aku tidak usah kembali sekolah. Aku tidak sanggup saat kakek tua itu datang sebagai waliku di sekolah." -keluh Rain, dengan nada khawatir, seperti biasa.
Jisoo memghembuskan napasnya pelan lalu menoleh ke arah adiknya. "Rain, apa tinggal dengan kakek tua itu sangat menyiksamu? Jika begitu, kembalilah ke Busan. Kembali ke ayah ibu angkatmu."
"Tidak! Nuna, kau mulai lagi. Baiklah, mulai saat ini, aku tidak akan protes."
.
.
Bersambung...
Like komen-nya dong guysss🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Kecombrang
jangan-jangan si rain ini baby tae yang hilang
2023-04-12
0
Putri Nunggal
waah keren bisa nebak pirasat mu rain
2022-12-19
0
Putri Nunggal
😂😂😂😂😂konyol katanya mau kabur tp masih bimbang karna wajah tampan nya itu
2022-12-19
0