Satu minggu berlalu
Andra sudah mengatakan semua tentang kejadian di desa Diana. Ibunya setuju, sangat setuju. Tetapi Sandra cemas karena putranya mengambil keputusan terlalu terburu-buru.
Hari ini Andra berada di kantor, tubuhnya memang ada di sana tetapi tidak dengan pikirannya. Berkali-kali Andra mencoba untuk tenang tetapi tidak bisa. Dia masih memikirkan keputusan yang sudah dia ambil.
"Astaga, aku bisa gila kalau terus seperti ini." Andra mengeram, ia menghempas tubuhnya ke sofa.
"Lo kenapa?" tanya Divo yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan Andra.
"Gue stres banget Div, gue gak tau harus bagaimana." ujar Andra menghela nafas berat.
Divo duduk di sebelah Andra
"Lo udah mengambil keputusan brow, lo harus terima apapun yang terjadi. Jika lo menyesal, lo berharap saja jika Diana tidak akan menerima lamaran lo."
"Tapi gue pengen dia menerima lamaran gue." ujar Andra
"Itu namanya lo egois brow. Lo sendiri tidak mencintai dia, tapi lo ingin dia menerima lo. Sebenarnya apa yang ada di pikiran lo? gue heran kenapa lo begitu keras kepala." ujar Divo
Andra menghela nafas lagi, dia tidak tau harus apa. Kenapa semua bisa menjadi rumit seperti ini.
"Lo jujur sama gue, apa yang membuat lo bisa mengambil keputusan seperti ini. Gue yakin semua ada alasannya. Atau jangan-jangan karena dia?" ujar Divo curiga.
Andra mengalihkan pandangannya, dia tau jika sahabatnya ini sangat sulit untuk di bohongi.
"Gue bertemu dia saat ingin pergi kerumah Diana." ujar Andra.
Flashback On
Andra mengerem mobilnya dengan mendadak saat melihat seseorang di depannya.
"Alandra." gumam Andra
Andra turun dari mobil dan mengejar wanita yang bernama Alandra. Tangan besar Andra berhasil meraih tangan wanita itu.
"Alan." ujar Andra menahan wanita itu.
Alandra terkejut mendengar suara yang tidak asing itu, ia menoleh ke belakang, dia sangat syok.
"An- Andra." ujarnya dengan bibir bergetar.
Andra memeluk Alandra tanpa ragu, rasa rindunya benar-benar membuat dirinya lupa dengan yang sudah terjadi lima tahun yang lalu. Bagaimana Alandra mengkhianati nya dan pergi darinya begitu saja.
"Maaf." ucap Andra saat ia sadar dengan apa yang dia lakukan.
"Kau disini? dengan siapa?" tanya Alandra
"Aku sendiri, kau bersama siapa?" tanya Andra balik
"A-ku-
Seorang anak kecil berlari ke arah Alandra dan memeluk wanita itu.
"Bunda Alan aus." ucap anak kecil itu dengan manja.
"Bunda." ucap Andra yang terkejut mendengar anak itu memanggil Alandra Bunda.
Alandra berjongkok mensejajarkan dirinya dengan anak yang bernama Alan itu.
"Iya sayang, kita beli minum di sana ya." anak itu mengangguk. Alandra berdiri dan menatap Andra yang masih berdiri di tempatnya.
"An, maaf ya. Aku harus pergi, putraku ingin membeli sesuatu." ujarnya pada Andra.
Andra mencoba tersenyum, pria itu pun mengangguk.
Flashback off
"Jadi dia sudah menikah!"
Divo sangat terkejut mendengar cerita dari Andra, dia tidak menyangka jika wanita yang dulu sangat mencintai sahabatnya itu sudah menikah dan memiliki anak. Tetapi yang Divo dengar dari salah satu rekan kerjanya bahwa Alandra belum menikah. Divo jadi bingung dengan semua ini.
"Terus maksud lo, lo ngelamar Diana itu karena lo sakit hati gitu. Jangan gila deh lo." lanjut Divo
Andra menunduk lesu, yang di katakan Divo benar. Ia memang melamar Diana karena sakit hati untuk kedua kalinya.
"Brow, ini gak bener. Lo harus batalin ini, gue gak mau lo nyakitin cewek yang gak ada hubungannya sama sekali dengan lo dan Alandra." ujar Divo menasehati
Andra semakin frustasi, dia tidak tau harus berbuat apa.
Ponsel Andra berbunyi, pertanda sebuah pesan masuk. Andra mengambil ponselnya dan membuka pesan itu.
"Aku Diana, saat ini aku sudah kembali. Bisa kita bertemu di cafe Mutiara pukul delapan malam."
Andra memebalas pesan Diana
"Baiklah." balas Andra.
Divo melihat gerak gerik sahabatnya, sepertinya Diana sudah berada di kota. Karena kemarin Andra sempat bercerita kepadanya.
"Pulanglah, biar gue handle perusahaan." ujar Divo.
Andra manatap sahabatnya itu lalu tersenyum." Thanks brow."
Divo mengangguk, Andra lalu berlalu meninggalkan kantor.
_-_-_-_-_-_
Sementara itu di tempat lain Diana sedang membersihkan rumah yang beberapa hari ini ia tinggalkan. Diana juga sudah menghubungi para sahabatnya yaitu Kanaya dan Kirana. Keduanya akan datang sebentar lagi, dan bisa di pastikan jika Diana akan mendapat amukan dari mereka.
Benar saja, baru beberapa menit Diana memberi kabar pada mereka, Diana sudah mendengar keributan dari luar rumahnya.
Teriakan kedua sahabatnya itu menggema di seluruh ruangan. Diana hanya nyengir melihat Kanaya dan Kirana menatapnya dengan bersilang tangan ke dada. Wajah cemberut mereka sudah membuat Diana tau jika mereka sangat marah kepadanya.
"Hua. Lo tega banget Di." ujar Kirana berhambur ke pelukan Diana, begitupun dengan Kanaya.
"Kemana aja sih lo Di, kita kangen." ucap Kanaya
"Maafin gue ya, gue ada urusan yang gak bisa gue ceritain ke kalian." ujar Diana.
Keduanya melepaskan pelukan, menatap Diana dengan dahi berkerut.
"Lo gak percaya kita?" tanya Kanaya
"Iya Di, lo kayak siapa aja. Kita sahabatan udah lama." ujar Kirana
"Duduk deh." ajak Diana
"Maaf ya, bukan gue gak percaya sama kalian. Tapi gue belum siap cerita. Tunggu seminggu lagi ya." ucap Diana.
"Yaudah deh, kita gak mau maksa. Hm, bdw nih ya sore nanti kita makan di cafe yuk. Sekalian ngerayain kembalinya Diana." ucap Kanaya.
"Gue setuju banget." ucap Kirana
"Kalau lo Di?" tanya Kanaya
Diana mengangguk." Terserah kalian aja." jawab Diana
Diana tersenyum senang bisa melihat senyum bahagia sahabatnya lagi. Diana mengira dirinya tidak akan bisa melihat mereka lagi setelah semua yang terjadi.
Sore menjelang kedua sahabatnya sudah pulang untuk bersiap, dan Diana lupa jika dirinya ada janji dengan Andra.
Setelah bersiap Diana mengirim pesan pada kedua sahabatnya itu jika ia ada urusan, dan kalian tau bagaimana mereka, tentu saja mereka marah dan kecewa, tapi Diana tidak bisa berbuat apapun dia sudah terlanjur ada janji. Dengan langkah terburu Diana menuju depan gang untuk mencari taxi.
Beberapa menit Diana menunggu Diana masih belum bisa menemukan taxi. Diana melihat jam tangannya, dia mulai panik.
"Astaga ini udah jam Tujuh, cafe itu kan cukup jauh. Kalau telat bisa marah tu Tuan muda." ujar Diana sambil melihat kesana kemari berharap ada taxi yang lewat.
Dari kejauhan ada sebuah mobil yang terlihat mengurangi laju mobilnya dan berhenti tepat di depan Diana. Kaca mobil itu terbuka dan memperlihatkan orang di dalamnya.
"Masuklah." ujar pemilik mobil yang ternyata adalah Andra.
Diana tidak membantah, ia langsung masuk ke dalam mobil Andra. Setelah Diana masuk, Andra langsung memacu mobilnya menuju cafe yang di tuju.
Di dalam perjalanan tidak satupun dari mereka yang berbicara. Mereka berdua larut dalam pikiran mereka masing-masing. Sampai saat mobil Andra tidak menuju ke arah semestinya barulah Diana bicara.
"Kenapa belok kiri, cafe nya kan di ujung jalan tadi?" tanya Diana panik.
Andra menoleh sekilas lalu menepikan mobilnya di sebuah taman.
"Turun" ujar Andra
Diana sedikit ragu tapi akhirnya dia mengikuti langkah Andra turun. Mereka berdua duduk di bangku yang ada di ujung taman dekat kolam. Hawa malam ini cukup dingin apa lagi mereka duduk di dekat kolam, angin disana cukup kencang sampai rambut Diana yang panjang terlihat berantakan.
"Jadi bagaimana?" tanya Andra setelah cukup lama diam.
"Hahh."
Diana menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan Andra.
"Sebelum saya menjawab-
"Bisakah jangan bicara seformal itu, aku lebih suka jika kau mau bicara biasa saja." potong Andra.
Diana menarik nafasnya lagi, mencoba membuangnya perlahan. Ia sebenarnya sangat gugup dan takut, tetapi Diana harus berkata dan mengambil keputusan.
"Maaf. Sebelum aku menjawab, aku ingin bertanya sesuatu."
"Apa?"
"Kenapa tiba-tiba anda, em maksud aku, kau ingin menikah denganku?" tanya Diana gugup
"Apa itu perlu?"
"Tentu saja. Aku seorang wanita normal, tentu aku akan bertenya kenapa seorang pria mau melamar seorang gadis yang bahkan baru ia kenal." ujar Diana
"Tidak ada alasan." ucap Andra santai.
"Jika seperti itu, aku menolak." ujar Diana
Andra menoleh ke arah Diana, pria itu terkejut.
"Kenapa, apa melamar seorang gadis perlu sebuah alasan untuk di lamar?"
"Tentu saja, apa kau pikir seorang gadis bisa di nikahi begitu saja tanpa alsan. Kau pikir aku gadis murahan seperti yang kau katakan, hm. Maaf Tuan Andra yang terhormat, aku tidak bisa menerima ini." ujar Diana.
Diana ingin bangkit, tapi di cegah oleh Andra. Tangan Diana di tarik hingga gadis itu jatuh di pelukan Andra.
Diana mencoba menahan nafas saat keduanya begitu dekat. Jantung keduanya berdetak berirama saling bersautan, tanpa sadar Andra mengikis jarak keduanya semakin dekat.
"Slup."
Andra mencium bibir Diana, mata gadis itu melebar sempurna. Diana membeku, rasa terkejutnya membuat kepala Diana memberat. Saat kesadaran Diana mulai kembali ia mendorong tubuh Andra sekuat tenaga. Nafas Diana memburu, dadanya naik turun menatap tajam pria di depannya. Diana tidak menyangka jika Andra akan selancang itu memgambil ciuman pertamanya.
Satu langkah, dua langkah, tiga langkah. Diana mundur, terus dan terus hingga akhirnya Diana berbalik dan berlari sekuat tenaganya. Andra yang baru sadar akan perbuatannya itu mengacak rambut frustasi.
Pria itu melihat mata Diana yang terlihat marah, sorot mata kebencian ua lihat dari mata gadis itu.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Ria
aku menyimak
2022-02-09
0
💞Meilita Evana🌹@Ëvå@🌹
smngt thor..💪🏽
2020-12-12
0
Supartini
tanda tanda jatuh cinta tu
2020-11-30
1