Sesaat setelah kepergian Bu Santi, Vania menarik lengan Leon dan mengajak Leon untuk pergi keluar rumah.
"Leon, maksud kamu bilang sama Bu Santi kayak gitu apa? Harus berapa kali aku bilang, jangan ganggu aku lagi!!" gertak Vania.
"Aku tahu Vania aku salah karena selama ini sudah bersikap kasar sama kamu. Tapi aku hanya ingin ada di saat kamu sedang sedih."
"Tapi aku gak butuh itu semua. Jadi aku minta sekarang kamu pergi!!"
"ENGGAK!!" bentak Leon. "Aku gak akan pergi. Apa kamu lupa semalam aku sudah melakukan hal buruk kepada kamu, dan biarkan aku bertanggung jawab," ucapnya kembali.
Vania terdiam mematung. Matanya mulai berkaca-kaca. Ucapan Leon kembali mengingatkan dirinya akan kejadian semalam.
"DIAM KAMU LEON!!" teriak Vania histeris.
"Kenapa? Apa aku salah jika ingin bertanggung jawab atas hal yang telah ku perbuat?"
"Aku gak butuh pertanggung jawaban kamu! Lagi pula, aku juga sudah sering melakukannya," lirih Vania dengan suara yang serak dan berat.
"Kamu bohong Vania. Aku tahu kamu bohong," ucap Leon sambil menangkup kedua pipi Vania. "Jangan pernah kamu merendahkan diri kamu di depanku, karena aku gak percaya. Aku tahu, kamu baru sekali melakukannya, dan aku lah yang sudah mengambil kesucian kamu bukan? Jujur saja Vania. Buktinya kemarin ada banyak darah di ranjang," ucap Leon dengan tatapan sayunya.
Vania membalas tatapan Leon. Tatapan yang sudah sejak lama menghilang dari pandangannya. Namun, mengingat status Leon sekarang, Vania segera menghempaskan tangan Leon yang sedang mengelus lembut kedua pipinya.
"LEPAS LEON!! Bukankah tadi saat di telpon sudah aku jelaskan, jika darah itu adalah darah datang bulan ku. Aku kan sudah bilang, aku sudah punya anak! Harus berapa kali aku menjelaskannya kepada kamu! Anak SD saja sekali di beri penjelasan langsung mengerti, kenapa kamu tidak mau mengerti juga," seru Vania dengan air mata yang mulai luruh dan mengalir deras.
Leon tersenyum getir. "Anak kamu bilang? Jika memang kamu punya anak, kenapa dari tadi aku tidak melihat ada anak perempuan di sini?" ucap Leon.
Glek...
Vania menelan air ludahnya. Ucapan Leon ada benarnya. Karena terlalu sibuk mencari kebohongan baru, Vania sampai lupa dengan kebohongan lamanya.
"I-i-itu.., anakku ikut bersama Morgan. Keadaanku yang serba kekurangan, membuat Morgan dan keluarganya mendapat hak asuh anak kami," ucap Vania terbata.
Leon malah tertawa. Kebohongan Vania yang terus-menerus sudah membuat dirinya muak.
"Cih.., sejak kapan kamu jadi pandai berbohong Vania. Mana Vania yang aku kenal dulu. Vania yang jujur dan takut berdosa karena berbohong. Sudahlah Vania, keburu malam dan tamu pada datang. Mendingan kita masuk dan bantu Bu Santi di dapur," ucap Leon sambil menarik tangan Vania dan hendak mengajaknya masuk ke dalam rumah.
"Leon lepas!!" Vania menghempas kasar tangan Leon dari tangannya. "Aku ini jujur Leon, kenapa kamu gak percaya sih. Aku harus bagaimana membuat kamu percaya sama semua ucapanku?" ucap Vania.
Leon menarik napasnya panjang. Membalikan tubuhnya, memegang kedua bahu Vania sambil menatap matanya silih berganti.
"Vania.., berhenti membuat kebohongan baru. Kenapa kamu ingin sekali membuat aku membenci kamu. Apa salah ku Vania? Kamu pikir aku percaya sama semua omong kosongmu?"
"Omong kosong?" lirih Vania. Nyalinya mulai menciut. "Apa Leon sudah tahu yang sebenarnya? Tapi dari siapa?" batinnya bingung.
"Iya.., omong kosong. Kamu sedang mengibul kan? Mungkin, kalau aku belum tahu semuanya, aku pasti percaya dengan semua karangan ceritamu ini. Tapi sayangnya, aku sudah tahu semuanya. Soal Morgan, soal pernikahan kalian, dan soal kehamilan kamu. Kamu bohong kan Vania? Kamu sama sekali tidak menikah apa lagi hamil anak Morgan."
Vania sempat kaget dengan semua perkataan Leon, namun ia masih berusaha membuat Leon mempercayai ucapannya
"Enggak aku gak bohong Leon. Aku memang pernah menikah dan hamil anak Morgan," ucap Vania.
"Cih.., aku lebih percaya dengan informasi yang Pras berikan. Karena info tersebut di jamin akurat. Asal kamu tahu Vania, Pras dapat info tentang kamu dan Morgan dari sepupu Morgan yang ternyata adalah sahabat baik Pras. Dan sekarang kamu mau mengelaknya? Oh iya satu lagi, temannya Pras juga bilang kalau kamu dan Morgan hanya sebatas sahabat. Bahkan sekarang Morgan telah menikah dan tinggal di Bali kan?" jelas Leon hingga membuat Vania tercengang.
"Kamu tahu semuanya Leon?" lirih Vania.
"Iya.., sudah kita bicarakan ini nanti ya. Sekarang lebih baik kita masuk, sebelum para tamu berdatangan. Kamu ijinin aku buat ikut acara tahlilan Bapak kan?"
"Iya, tapi gimana dengan Ziva? Kasihan dia, pasti dia cemas karena menunggu kamu."
"Ziva sedang di London bersama Mama. Jadi tidak ada yang menungguku di rumah. Kamu mau cari alasan apa lagi untuk menolak kehadiranku?" ucap Leon.
Vania terdiam, rasanya sudah tak ada alasan pagi untuk mengusir Leon dari rumahnya. Merasa tak ada perkataan lagi yang keluar dari mulut Vania, Leon lalu menggandeng tangan Vania untuk masuk ke dalam rumah.
Mata Vania terus tertuju pada sesosok laki-laki di depannya sekarang.
"Leon, apakah kamu tahu jika aku menjauh dari kamu karena permintaan Mama kamu? Dan apa kamu juga tahu jika foto editan itu ulah istri kamu? Aku yakin suatu saat, Leon pasti akan mendesakku untuk berterus terang tentang semua alasan palsu yang ku katakan padanya dulu. Ya Tuhan, apakah sudah saatnya aku berkata jujur pada Leon? Jika dalang semuanya adalah Mama serta istrinya sendiri? Apa Leon akan percaya dengan semua yang ku katakan?" umpat Vania dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Sugiyanto Samsung
katakan saja
2022-01-01
0
Suwanti
kl saya stuju Vania trs terang n menikah sama Leon....biar ziva jg merasakan sakit yg dirass vania
2021-12-13
0
Mama amiinn Asis
lebih baik terus terang ama leon vania thor tolong bikin ziva mandul spy supaya leon talak ziva
2021-12-10
0