Sesampainya di rumah, hal pertama yang Vania lakukan adalah menengok kamar bapaknya. Sedari tadi kondisi Pak Indro yang selalu membuatnya cemas. Saat membuka sedikit pintu kamar bapaknya, perasaan Vania langsung lega, melihat bapaknya sudah tertidur lelap di atas ranjang sederhana miliknya.
Vania pun segera menaruh tasnya di kamar. Ia lalu menyambar handuk dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi.
Saat berada di dalam, Vania menumpahkan kesedihannya. Ia mengguyur air ke kepalanya. Melupakan bayangan wajah Leon yang masih melekat dalam memori otaknya. Wajah penuh ***** saat menikmati setiap inci bagian tubuhnya.
"Leon kenapa kamu tega melakukan ini sama aku. Apa begitu rendahnya aku di mata kamu? Argh....," teriak Vania dalam tangisnya.
1 jam berlalu, mata dan tubuhnya mulai lelah. Dengan langkah lunglai, Vania menuju kamar lalu merebahkan tubuhnya di kasur lantai miliknya.
Kring...Kring...
Suara ponsel Leon membuatnya terbangun. Dengan mata masih menutup dan kepala yang terasa berat, Leon meraba mencari keberadaan ponselnya.
"Siapa sih yang telpon? Ganggu tidur orang aja," ucap Leon kesal.
Perlahan Leon membuka matanya, untuk mencari ponselnya yang sedari tadi terus berbunyi. Namun sekejap matanya terbelalak lebar, saat melihat tubuh polosnya yang hanya di tutupi oleh selimut tebal.
Leon segera duduk tanpa memperdulikan lagi suara ponselnya. Ia berusaha mengingat kejadian apa yang telah menimpa dirinya semalam.
"Ya Tuhan, apa yang sudah terjadi padaku? Apa aku sudah melakukan hal terlarang dengan seseorang? Tapi siapa?" batin Leon.
Leon mencoba kembal mengingat semuanya. "Vania, aku ingat saat aku kembali ke ruang kerjaku, aku melihat Vania sedang membersihkan meja tapi setelah itu aku tidak ingat apapun. Apa aku sudah melakukannya dengan Vania? Coba nanti aku tanyakan padanya. Apa benar semalam aku dan dia sudah..."
Deg...
Leon mengehentikan ucapannya. Matanya langsung membulat melihat ada bercak merah menodai seprei berwarna putih miliknya sekarang.
"Apa ini? Bukankah ini darah? Apa ini darah Vania? Tapi bukannya dia sudah mempunyai anak? Terus kenapa ada darah? Sebenarnya ini ada apa? Apa selama ini Vania sudah bohong sama aku. Soal Morgan, soal anak perempuan? Tapi buat apa Vania? Kenapa kamu mengarang cerita tentang semuanya?" gumam Leon bingung.
Entah kenapa mata Leon jadi mengembun. Satu demi satu air mulai luruh dari matanya. Ia mengingat bagaimana dirinya sudah berpikir buruk tentang Vania, melontarkan kata-kata hina untuk Vania.
Menyesal dan bingung, dua kata itu yang memenuhi otak Leon sekarang. "Vania.., kamu harus jelaskan semua ini kepadaku. Nanti, mau tidak mau. Suka tidak suka, kamu harus jujur padaku. Kamu benar-benar berhutang penjelasan kepadaku!" cetus Leon.
Waktu yang di nantikan Leon sudah tiba. Leon bergegas menuju lobby dan menunggu kedatangan Vania di sana. Rasa penasaran itu sungguh membuat Leon tidak tenang.
Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul delapan, tapi sampai sekarang Leon belum melihat kehadiran Vania. Pras yang baru saja datang, melihat Leon tengah berdiri seolah sedang menunggu kehadiran seseorang.
Pras pun segera menghampiri bosnya tersebut.
"Pagi pak bos," sapa Pras namun Leon sama sekali tak menjawab sapaannya. Matanya masih fokus ke arah pintu masuk hingga ia tidak sadar akan kehadiran Pras.
"Leon.., kamu lagi nungguin siapa?" ucapnya Pras kembali.
Deg...
Leon terperanjat ketika tangan Pras menepuk bahunya.
"Pras.., sejak kapan kamu berdiri di sini?" tanyanya.
"Baru saja. Kamu sendiri ngapain berdiri di sini? Sedang menunggu siapa?"
"Vania. Apa kamu sudah melihat dia datang?"
"WHAT?? VANIA?" seru Pras kaget. "Ngapain kamu nungguin dia? Bukannya kamu benci banget sama mantan kamu itu?"
"Ceritanya panjang, nanti aku jelaskan! Sekarang aku tanya, apa kamu sudah melihat dia datang?"
"Belum, aku belum melihatnya. Kenapa kamu gak tanya sama Bu Leni, kepala divisi bagian Vania. Noh, orangnya ada di sana!" tunjuk Pras.
Tanpa berkata, Leon melangkah cepat menghampiri Bu Leni.
"Pagi Bu Leni," sapa Leon dingin.
"Eh Pak Leon," jawab Bu Leni kaget. Perasaannya mulai resah saat tahu kepala perusahaan datang menghampirinya.
"Ada apa ya Pak Leon," tanyanya.
"Apa Vania sudah datang? Kenapa saya tidak belum melihatnya dari tadi?" tanya Leon.
"Vania pak? Kenapa bapak mencarinya? Apa dia melakukan hal buruk yang membuat bapak marah?"
"Tidak. Semalam dia lembur kan?"
"Iya pak."
"Nah makanya saya ingin memberinya tips, karena dia sudah mau menunggu hingga waktu meeting selesai," ucap Leon bohong.
"Oh...," Bu Leni membuang kasar nafasnya. Ia kira bawahannya sudah melakukan hal yang membuat bosnya tersebut marah, namun ternyata ia salah.
"Vania ijin pak. Katanya dia sakit jadi hari ini dia tidak masuk kerja."
"Sakit? Dia sakit apa?" tanya Leon panik.
"Katanya sih masuk angin pak. Besok kalau dia masuk, saya akan sampaikan padanya untuk segera menemui bapak."
"Baiklah. Tapi apa boleh saya minta nomornya?"
Bu Leni sebenarnya sedikit merasa curiga dengan gerak-gerik Leon. Apa bosnya sedang jatuh cinta pada anak buahnya Jujur Bu Leni penasaran, namun ia tidak berani bertanya lebih pada Leon.
"Ada pak," jawab Bu Leni, ia lalu mengambil ponselnya dan memberikan nomor Vania pada Leon. "Ini pak," ucapnya.
"Baik Bu Leni terima kasih. Kamu bisa lanjutkan pekerjaan kamu!"
"Baik pak Leon."
Leon melambaikan tangan ke arah Pras dan sesaat kemudian Pras pun mendatanginya.
"Ada apa Pak Leon?" goda Pras.
"Pras.., tolong kamu cari tahu tentang pengusaha bernama Morgan Diaksa."
"Untuk apa Leon?"
"Sudah jangan banyak tanya. Kerjakan saja!"
"Baiklah. Aku akan mencari tahu tentangnya. Tapi kamu juga harus jelaskan sama aku. Kenapa sikap kamu berubah pada Vania."
"Oke, kamu ikut aku ke ruang kerjaku sekarang. Nanti aku akan ceritakan semuanya."
"Hmm, oke pak bos," jawab Pras.
Kedua laki-laki itu berjalan menuju lift. Leon semakin resah. Vania.., Vania...,dan Vania hanya perempuan itu yang kini ada dalam pikirannya.
"Vania.., aku tahu kamu sedang menghindari ku makanya kamu sampai gak masuk kerja. Tapi kenapa kamu tega bohong sama aku. Buat apa Vania? Apa ada orang yang mengancam kamu dan menyuruhmu untuk menjauhi ku. Tapi siapa? kenapa kamu tidak jujur sama aku. Maafin aku Vania, selama ini aku sudah berpikir buruk tentang kamu! Bahkan aku sudah menodai kamu. Maafin aku Vania, maaf," ucap Leon dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
leni
memang penyesalan adanya di belakang.. kko di depan namanya pendaftaran
2022-04-15
0
Sugiyanto Samsung
mamamu dan istrimu leon
2022-01-01
1
Riantina Kristi
ko gua nyesek ya
2021-12-10
0