Vania segera menghapus air matanya. Ia mengambil air dan obat milik Pak Indro, lalu bergegas masuk ke dalam kamar.
"Pak..., ayo bangun. Bapak harus minum obat dulu," lirih Vania.
Namun Pak Indro tidak menoleh dan menyahut ucapan putrinya. Vania berjalan mendekat dan hendak membangunkan Bapaknya yang ia pikir sedang tidur.
"Pak.., bapak. Bangun Pak," serunya. Tapi Pak Indro masih diam dengan posisi yang masih memunggungi Vania.
Karena merasa curiga, Vania membalikkan tubuh Bapaknya. Dan...
Jeder....
Vania harus menerima kenyataan, jika orang yang satu-satunya ia miliki telah tiada.
"BAPAK!!!" teriak Vania. "Bapak bangun pak. Bapak gak boleh ninggalin Vania. Vania udah gak punya siapa-siapa lagi Pak. Tolong bangun Pak, Bapak bangun!!" serunya.
Pak Totok dan Bu Santi, tetangga yang paling dekat dengan rumah Vania, bergegas menghampiri Vania saat mendengar suara teriakan Vania.
"Vania..., Vania..., kamu kenapa Nak?" tanya Bu Santi.
"Bu Santi..,Pak Totok.., Bapak meninggal. Bapak udah gak napas dan bergerak. Bapak udah pergi ninggalin aku," rengek Vania.
"Apa kamu yakin? Sini biar Bapak cek dulu," ucap Pak Totok.
Dengan segera Pak Totok mendekati ranjang Pak Indro. Ia menarik pergelangan tangan Pak Indro dan mengecek denyut nadinya.
"Innalilahi wa Innailaihi ro'jiun. Iya Vania, bapak kamu sudah meninggal," ucap Pak Totok.
"BAPAK!!! Bapak jangan pergi. Vania sudah gak punya siapa-siapa lagi Pak," seru Vania sambil memeluk tubuh Pak Indro.
"Maafin Vania Pak. Karena selama ini, Vania belum bisa bikin Bapak bangga dan bahagia," imbuhnya.
Bu Santi yang merasa iba, ikut duduk menyebelahi Vania. "Sabar ya Nak. Ikhlaskan kepergian Bapakmu. Kamu tidak sendiri, masih ada kami. Kamu bisa anggap kami orang tua kamu," ujarnya.
"Ibu...," Vania memeluk tubuh Bu Santi begitu erat.
"Lebih baik kita segera urus pemakaman untuk Pak Indro. Nanti biar saya bantu mengurus surat kematian Bapakmu beserta biaya-biayanya," sahut Pak Totok.
"Terima kasih Pak Totok, Bu Santi."
"Sama-sama Nak."
Di dalam ruang kerjanya, Leon masih merasa resah. Ia belum tenang bila belum bertemu dengan Vania dan mendapat penjelasan darinya.
Kring...
Leon bergegas mengambil ponselnya. Ia pikir Vania yang sedang menghubunginya, namun harapannya pupus saat tahu jika Ziva yang berusaha menghubunginya.
"Halo sayang," sapa Ziva dengan suara manjanya.
"Iya Ziv, ada apa?" jawab Leon malas.
"Sayang.., kamu kenapa? Kok kayak gak suka aku telpon."
"Kata siapa Ziv? Jangan terlalu berpikir negatif. Aku sedang banyak kerjaan, jadi jangan telpon di saat jam kerja."
Deg...
Ziva menitikkan air matanya. Sejak 6 bulan pernikahannya dengan Leon, baru sekali ini suaminya tersebut membentak dengan suara keras.
"Leon.., kamu kenapa marah? Maaf kalau aku mengganggu waktu kerja kamu.Aku hanya ingin memberi kabar, jika aku dan Mama sudah sampai di London. Sekali lagi maaf kalau aku sudah mengganggu waktu kamu."
"Sayang.., bukan maksudku..," belum sempat Leon meminta maaf pada Ziva, sambungan telpon mereka sudah mati. "Sayang.., halo sayang," serunya.
Leon segera menelpon balik nomor istrinya. Namun sayang, nomor Ziva sudah tidak aktif. Mungkin hatinya sakit dengan perkataan kasar yang Leon lontarkan tadi.
Kacau dan bingung, perasaan Leon berkecamuk menjadi satu. Isi kepalanya seakan mau pecah. Emosinya jadi tidak stabil. Kenapa sekarang dia malah menyakiti hati istrinya? Andai Ziva tahu apa yang sudah ia perbuat pada Vania, pasti hatinya akan hancur.
"Argh sial.., kenapa semua jadi rumit seperti ini?" teriak Leon sambil membuang semua barang yang ada di meja kerjanya.
Dari pintu luar, Pras yang baru saja datang mendengar suara teriakan Leon.
"Kezia.., Pak Leon kenapa?" tanya Pras pada sekretaris Leon.
"Saya juga tidak tahu Pak. Dari tadi Pak Leon terlihat biasa saja."
"Tapi itu, kamu dengar kan?"
"Dengar sih Pak."
"Apa dia mengamuk dari tadi?"
"Baru saja Pak Pras," ucap Kezia dengan suara terbata.
"Ya sudah, lanjutkan pekerjaan kamu. Biar saya temui dia di dalam. Dan jangan ada orang yang boleh masuk."
"Baik Pak."
Tok..Tok..Tok...
"SIAPA?" gertak Leon.
"Saya Pak Leon, Pras."
"Masuk Pras," titah Leon.
Ceklek...
Pras menganga melihat kondisi ruang kerja Leon yang menjadi acak-acakan.
"Leon, what are you doing? Why is your room so messy like this? Are you okay? (Leon, kamu kenapa? Kok ruanganmu jadi berantakan seperti ini? Kamu baik-baik saja kan?)."
"Aku sudah menyakiti hati Ziva, Pras. Suami macam apa aku ini," lirih Leon dalam tangisnya.
Pras berjalan pelan menghampiri Leon. Pecahan kaca yang berserakan di lantai, membuat Pras lebih berhati-hati untuk berjalan.
"Terus apa rencana kamu berikutnya?" tanya Pras pelan.
"Aku akan menikahi Vania."
"WHAT?? Are you crazy? Itu akan semakin menyakiti hati Ziva."
"Aku akan menikah dengan Vania, tapi tanpa sepengetahuan Ziva dan Mama."
"Kamu benar-benar gila Leon!!" cetus Pras dengan nada penuh emosi.
"Tapi keputusanku sudah bulat. Aku sudah melakukan hal buruk pada Vania. Dan sebagai seorang laki-laki, aku harus mempertanggung jawabkan perbuatanku."
"Tapi Leon, bagaimana dengan perasaan Ziva?"
Setelah mengatur nafas, Leon kembali duduk tanpa memperdulikan celotehan yang keluar dari mulut Pras. Tiba-tiba...
Tok..Tok..Tok...
"Masuk," titah Leon.
"Permisi Pak Leon, saya kesini untuk meminta sumbangan suka rela."
"Untuk siapa?"
"Vania Pak."
"Apa? Vania? Apa yang terjadi sama dia?" ucap Leon panik. Matanya langsung tertuju pada Pras, begitu juga sebaliknya.
"Bukan Vanianya Pak, tapi Bapaknya. Barusan Vania memberi kabar, kalau Bapaknya meninggal. Makanya saya datang ke sini, untuk meminta sumbangan suka rela kepada Pak Leon dan Pak Pras. Dan sekalian saya ingin meminta ijin sebentar untuk datang melayat ke rumahnya."
"Oh..," Leon langsung menghela napasnya. "Pras, tolong bilang pada Kezia untuk memesan karangan bunga dan kirim ke rumah Vania."
"Baik Pak Leon."
"Bu Leni.., untuk sumbangan duka cita, saya akan memberikan langsung pada Vania. Saya dan Pras akan ikut pergi melayat. Kita bisa pergi sekarang?"
"Bisa pak. Saya ambil tas dulu di ruang kerja saya."
"Hmm.., tolong cepat ya."
"Baik pak," jawab Bu Leni.
Kabar tentang kematian Pak Indro, semakin membuat Leon merasa bersalah. Dan membuat keinginannya untuk menikahi Vania semakin kuat.
"Leon.., apa kamu jadi...?"
"Iya, jangan banyak tanya. Setelah pulang dari pemakaman, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan. kan?"
"Tahu Leon."
"Aku percayakan semua ini sama kamu. Dan ingat rahasiakan ini dari Ziva dan Mama."
"Heem. Tapi sampai kapan?" tanya Pras.
"Entah Pras, aku sendiri juga tidak tahu," jawab Leon sambil mengusap kasar wajahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
🌻
apakah Vania akan dianggap pelakor oleh pembaca?😂
bagaimana perasaan Shifa sebagai istri sah?
2022-01-21
0
🌻
Vania, kehidupan pun tak berpihak kepada mu🥺😭
2022-01-21
0
Sugiyanto Samsung
suatu saat kamu pasti benci ziva
2022-01-01
1