Waktu terus berputar, dan kini acara tahlilan untuk Pak Indro telah selesai. Leon sengaja tidak pulang, karena ia masih ingin membantu Vania untuk membersihkan rumah.
Vania yang mulai tidak nyaman dengan keberadaan Leon, mulia mencari cara untuk membuat Leon segera pergi dari rumahnya.
"Leon.., sebaiknya kamu pulang. Besok kamu mesti berangkat pagi kan ke perusahaan. Kamu bisa bangun kesiangan jika pulang terlalu malam," usir Vania dengan nada yang halus.
"Enggak Van, mana tega aku membiarkanmu membersihkan ini semua sendirian?"
"Aku tidak sendiri kok, kan ada Pak Totok sama Bu Santi. Iya kan Pak, Bu?" tanya Vania pada kedua orang paruh baya di sebelahnya.
"Jangan begitu Vania. Orang niat Nak Leon kan baik, jangan di tolak. Gak bagus nolak bantuan dari orang lain. Iya kan Pak?" jawab Bu Santi.
"Iya Vania. Biarkan sajalah Nak Leon bantuin kita, biar cepat selesai juga kan," sahut Pak Totok.
Vania cuma bisa mendesis kesal, sedangkan hatinya mulai gondok melihat Leon yang malah cengar-cengir ke arahnya. "Mentang-mentang mendapat pembelaan dari Pak Totok dan Bu Santi, ia merasa sudah menang," batin Vania kesal.
Sesaat kemudian, Pak Totok dan Bu Santi pamit pulang. Dan kini hanya ada Leon dan Vania di dalam rumah. Sebelum ada setan lewat, Vania mencoba membujuk Leon untuk pulang.
"Leon aku rasa kamu sebaiknya juga pulang ya. Gak enak kalau kamu terlalu larut pulang dari rumahku. Aku gak mau tetangga di sini salah paham dan berpikir macam-macam tentang kita," cetus Vania.
Leon berjalan mendekati posisi Vania. Takut jika Leon kembali berbuat hal yang aneh-aneh, Vania memundurkan langkahnya. Jantungnya seolah berpacu cepat, dahinya mulai berkeringat. Apa yang mau Leon lakukan kembali padanya? Mencium atau memperkosanya lagi? Pikiran Vania melambung tinggi, mungkin efek kebanyakan nonton drama juga.
Dalam hatinya, Leon tertawa puas. Wajah Vania yang ketakutan, semakin membuat Leon ingin menggodanya. Karena dengan cara ini, Leon yakin jika Vania bisa melupakan sedikit kesedihan tentang almarhum Bapaknya.
"Leon, stop. Jangan melangkah lagi, karena satu langkah kamu mendekat aku akan berteriak," gertak Vania.
"Memang kamu berani berteriak? Coba teriak gih, aku malah senang. Kalau kita di grebek, pasti warga dan Pak RT meminta aku untuk menikahi kamu. Dan itu memang impian kita kan?" jawab Leon dengan seringai licik dari sudut bibirnya.
"Kamu benar-benar udah gak waras Leon. Cepat pulang sana," bentak Vania, sayangnya Leon tetap melangkah mendekati Vania.
"Leon berhenti!!" teriaknya kembali.
Suara teriakan Vania, memaksa Leon membekap mulutnya. Bisa-bisa di gerebek warga beneran ini. Pikirnya.
"Diam Vania, jangan teriak. Aku hanya ingin mengajak kamu makan keluar. Perutku lapar, dan aku tahu kamu juga pasti lapar. Aku akan pulang, tapi setelah kamu nemenin aku makan, gimana?"
Sejenak berpikir, Vania akhirnya terpaksa menangguk. Bukan karena ingin menghabiskan waktunya bersama Leon, tapi hanya dengan cara ini Vania bisa menyuruh Leon untuk pulang.
Bahagia dan lega, perasaan itu yang kini di rasakan Leon. Ia kembali bisa mengenang kebersamaannya dengan Vania seperti saat mereka berpacaran dulu.
"Mau makan apa Van?" tanya Leon sambil tersenyum tampan ke arah Vania.
"Kan kamu yang lapar, aku mah enggak. Terserah mau makan apa, aku kan cuma nemenin aja!" ketus Vania.
"Loh kok gitu, kamu juga harus makan dong."
"Gak ah, nanti aku gendut."
"Gak papa dong, biar gendut kamu tetap cantik kok."
"Leon," ucap Vania dengan nada penuh penekanan.
"Iya maaf,maaf," jelas Leon sambil mencubit hidung mancung Vania.
"Yuk pergi," ajaknya sembari menarik tangan Vania.
"Hmm, aku kunci pintu dulu ya."
"Iya."
Keduanya kini tengah berada di dalam mobil. Suasana musik mengisi keheningan diantara mereka. Vania hanya melihat pemandangan bintang-bintang dari balik jendela mobil. Rasa rindu akan kehadiran Bapaknya kembali membuat hatinya sedih dan kalut.
Karena terlalu sibuk dengan kesedihannya, tanpa Vania sadari Leon tengah memutar lagu kenangan mereka dahulu.
"Hari ini, aku harus tahu apa alasan kamu memutuskan hubungan kita. Karena aku curiga, ada Mama di balik semua ini," batin Leon.
Sebenarnya Vania sudah mulai sadar, jika Leon sengaja memutar lagu kenangan mereka dulu. Sayangnya, Vania berusaha acuh dan seolah lupa tentang kenangan mereka.
"Leon..," lirih Vania.
"Iya Van, kenapa?" ucap Leon sumringah. Hati dan pikirannya sudah yakin, jika Vania pasti ingin membahas tentang lagu yang sedang ia putar sekarang.
"Kita mau makan apa?"
Deg...
Senyum yang semula melebar, berubah mengerucut. Ternyata dugaan Leon salah, Vania malah memikirkan tempat makan yang akan mereka kunjungi.
"Gimana kalau kita makan bakso, dulu kan kamu suka banget makan bakso," ucap Leon.
"Itu dulu Leon, sekarang aku sukanya mie ayam."
Leon merasa kecewa untuk kedua kalinya. Benarkah selera Vania sudah berubah? Atau ini hanya kebohongan baru yang sedang di ciptakan Vania.
Leon menepikan mobilnya. Rasa penasaran dan ingin tahunya sudah tak tertahan lagi. Semua sudah tak bisa di tunda, yang Leon butuhkan hanya penjelasan dari Vania.
Melihat gerak-gerik yang mencurigakan dari Leon, membuat kepanikan di hati Vania.
"Kok berhenti Leon?" tanyanya gugup.
Leon segera mematikan mesin mobilnya. Ia merubah posisi duduknya dan menatap intens wajah Vania yang masih lurus ke depan.
"Vania, bolehkah aku bertanya sesuatu?" tanya Leon dengan nada yang terdengar serius.
Vania tak bergeming. Meski wajahnya nampak tenang, tapi jantungnya seakan mau copot.
"Kamu mau tanya apa Leon?" ucapnya pelan.
"Tolong jelaskan sama aku, apa alasan kamu meninggalkanku dulu? Soal foto dan soal kebohongan kamu. Apa ini ada hubungannya dengan Mamaku? Apa dia yang meminta kamu menjauhiku? Tolong jawab jujur Vania, aku mohon sama kamu. Jawab jujur!" cetus Leon.
Glek...
Vania menelan ludahnya berat. Sebelum ia memalingkan wajahnya, Leon terlebih dulu menarik dagunya dan menatap kedua matanya silih berganti.
"Jujur sama aku, apa Mama di balik semua kebohongan kamu?" ucap Leon.
"Saat itu aku...," jawab Vania ragu. Apa yang harus ia katakan sekarang? Membuat cerita palsu lagi atau berkata jujur seperti apa mau Leon. Sungguh hati Vania sangat bimbang.
"Vania, tolong jawab. Apa benar dugaanku, Mama yang meminta kamu untuk meninggalkanku?"
"Leon.., saat itu alasanku karena aku.."
Leon memicingkan sebelah matanya. Menatap Vania lebih dalam. Harapannya hanya satu, Vania berkata jujur.
Vania pun mulai memberanikan diri untuk berbicara. "Aku....," ucapnya dengan bibir yang bergetar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Maria Agustina Bungalay
jujur kacang ijo
2022-05-03
0
Mama amiinn Asis
harus jujur dong
2021-12-10
0
aminah
gemezzzz deh
2021-12-05
1