Menjadi Istri Siri Sang Mantan
Vania Maharani, gadis berparas cantik, kalem, mandiri dan pintar ini membuat kekasihnya Leon Mahardika klepek-klepek dengan dirinya. Vania sendiri termasuk siswi yang banyak di sukai para murid laki-laki di sekolahnya, begitu juga dengan Leon ia juga termasuk siswa populer. Mereka memang couple favorit di sekolahnya hingga membuat banyak orang iri melihat mereka.
Karena serius menjalani hubungannya dengan Vania, minggu lalu Leon mengajak Vania bertemu mamanya di restoran dan mengenalkan Vania pada sang mama. Namun penilaian Nyonya Laras sangat berbeda. Kasta antara Leon dan Vania sangat jauh, dan karena hal itu Nyonya Laras menentang hubungan mereka.
Semenjak pertemuannya dengan Vania, Nyonya Laras menyuruh seseorang untuk memantau segala aktivitas Leon. Nyonya Laras berfikir, jika Vania hanya memanfaatkan dan mengincar putranya karena anak orang kaya. Padahal Vania bukan tipe perempuan seperti itu. Vania memang tulus mencintai Leon karena kebaikan hatinya dan perhatian pada dirinya dan keluarganya.
Sepulang sekolah, seperti biasa Leon mengantar Vania untuk pulang ke rumahnya. Namun tanpa Leon tahu jika semua kegiatannya di pantau oleh orang suruhan mamanya. Padahal Nyonya Laras sudah berulang kali meminta Leon untuk memutuskan hubungannya dengan Vania, tapi Leon tetap menolak keras keinginan mamanya tersebut.
Di dalam kamar, Nyonya Laras mengepalkan kedua tangannya saat melihat foto yang di kirim oleh orang suruhannya. Ia melihat Leon malah berduaan di depan rumah kecil dan kotor.
"Leon.., harus dengan cara apalagi mama memisahkan kamu dari perempuan miskin itu. Kamu itu buta atau bodoh sih Leon?" batin Nyonya Laras geram.
Sesampainya di rumah, Vania mengajak Leon masuk ke dalam teras sambil bersandau gurau di sana.
"Sayang.., gak kerasa habis ini kita terima lulus ya dan gak kerasa kalau hubungan kita sudah berjalan 3 tahun. Terus apa kamu jadi sekolah di London, seperti apa yang di minta mama?" tanya Vania.
"Memang kenapa yank? Kamu gak mau ya jauh-jauh dari aku?" goda Leon.
"Irgh..., apaan sih yank. Aku kan cuma nanya, tinggal jawab aja kali," cetus Vania kesal.
Gemas dengan pacar cantiknya tersebut, Leon menarik hidung Vania sambil tersenyum tampan ke arahnya. "Enggak sayang, aku mau tetap kuliah di sini aja biar bisa deket terus sama kamu," jawabnya.
"Beneran? Tapi gimana dengan mama kamu? Dia pasti akan lebih membenciku nanti."
"Gak akan sayang. Kan yang kuliah aku, jadi aku dong yang memutuskan mau kuliah dimana?"
"Tapi.., gimana kalau ketakutan ku bener? Atau lebih baik kita menyerah saja dengan hubungan kita ini? Aku..," Leon segera menutup bibir Vania dengan kedua jarinya.
"Sstt.., jangan pernah bilang seperti itu lagi. Aku yakin suatu saat mama pasti bisa menerima hubungan kita. Kalian baru bertemu sekali, dan mama belum mengenal kamu lebih dekat. Ini hanya masalah waktu aja. Percaya sama aku,"ujar Leon yang sedang berusaha menenangkan kekasihnya.
"Tapi aku takut sayang, jika mama akan lebih membenciku dan semakin memisahkan kita Aku sayang banget sama kamu Leon, dan aku takut kalau pisah sama kamu."
Bukannya menghibur, Leon malah tertawa. Biasanya dia yang selalu menggombal dan merengek pada Vania. Tapi kali ini, kekasihnya yang berbicara demikian.
"Tuh kan, kebiasaan gak bisa di ajak ngomong serius," gerutu Vania.
"Dih.., ngambek, gitu aja marah. Ya aku jarang aja lihat kamu bilang sayang sama aku. Tapi aku udah tahu sih kalau kamu kan bucin sama aku," goda Leon.
"LEON!!" teriak Vania sambil mencubit perut Leon.
"Sakit sayang, ampun."
"Syukurin. Emang enak malah ngeledekin aku."
"Enggak kapok deh kapok," jawab Leon sambil memeluk Vania kembali. " Kamu tahu gak sayang, hal apa yang bikin aku bahagia?"
"Apa?" ucap Vania sambil memajukan wajahnya ke depan wajah Leon.
"Kamu.., kamu adalah kunci kebahagiaan ku," jawab Leon.
Vania terdiam. Leon semakin memperdekat jarak bibir mereka dan bersiap menautkan kedua bibir tersebut. Leon dan Vania sama-sama memejamkan kedua matanya, namun..
"Vania..., Vania...,"
Deg...
Mata keduanya sama-sama terbuka. Leon pun segera membetulkan posisi duduknya saat mendengar suara teriakan dan jejak langkah kaki Bu Lina, ibunya Vania.
"Sayang.., kamu di cari ibu tuh," ucap Leon kikuk.
"Iya..," jawab Vania dengan pipi merah merona.
Tebakan Leon benar, sesaat kemudian Bu Lina sudah berdiri di depan pintu. "Eh ada nak Leon ya, maaf ibu teriak-teriak. Ibu kira Vania lagi sendirian di depan," sambungnya.
"Iya bu, gak papa." Leon pun segera berdiri dan mencium tangan Bu Lina.
"Ada apa bu?" sela Vania.
"Besok ibu dapat pesanan kue. Ibu kira kamu lagi gak ada tamu, makanya ibu mau minta tolong sama kamu buat bantuin ibu. Gak tahunya ada nak Leon. Yaudah kalian lanjut dulu aja. Biar ibu yang kerjain sendiri."
"Jangan bu, Vania bantu aja."
"Iya bu. Saya juga sudah mau pulang kok bu," sahut Leon.
"Bener nak? Maaf ya?"
"Gak papa ibu," jawab Leon sambil memperlihatkan senyum tampannya. "Van, aku pulang dulu ya. Besok aku main ke sini lagi, imbuhnya.
"Iya. Kamu hati-hati ya Leon. Ayo biar aku antar kamu sampai depan."
"Gak usah. Mending kamu bantuin ibu aja," jawab Leon.
"Ibu minta maaf banget ya Leon. Ibu gak berniat mengusir lho ya."
"Ibu ini ada-ada saja. Saya malah gak kepikiran sampai kesana. Kalau begitu saya pamit pulang ya bu," ucap Leon sambil mencium tangan Bu Lina.
"Iya nak Leon, hati-hati ya."
"Baik bu," jawab Leon dan sesaat kemudian ia dengan motor sportnya sudah pergi meninggalkan rumah Vania.
Vania dan Bu Lina bergegas masuk ke dalam rumah. Namun tiba-tiba...
Brukkk...
Tubuh Bu Lina jatuh di atas lantai dan dengan kondisi sudah tidak sadarkan diri.
"Ibu...,"teriak Vania. "Ibu bangun bu..., ibu kenapa? Tolong...tolong...," serunya.
Orang suruhan Nyonya Laras yang hendak pergi pun melihat kejadian di rumah Vania. Ia lun merekam lalu mengirimkannya ke Nyonya Laras.
Kring....
"Halo bos," ucap laki-laki tersebut.
"Kamu pantau terus perempuan itu dan kabari saya," titah Nyonya Laras.
"Baik bos."
Tak berapa lama Pak Indro, suami Bu Lina baru datang dari warung dan mendengar teriakan Vania.
"Vania.., ibu kamu kenapa?" ucap Pak Indro yang langsung berlari masuk ke dalam rumah.
"Bapak.., ibu pak. Ibu tiba-tiba pingsan."
"Kok bisa? Sekarang kita bawa ibu ke puskesmas terdekat dulu ya."
"Iya pak."
Lima belas menit kemudian, Vania dan Pak Indro sudah tiba di puskesmas. Namun pihak puskesmas menyarankan untuk membawa Bu Lina ke rumah sakit.
Pak Indro duduk terdiam sambil menangkup kedua wajahnya bingung. Melihat kesedihan bapaknya, Vania pun ikut duduk bersama di sana.
"Gimana pak? Apa kata dokter?" tanya Vania sambil menangis.
"Jantung ibu kamu kambuh Van. Dan perawat bilang, ibu kamu harus segera di bawa ke rumah sakit. Kalau tidak ibu kamu bisa tidak selamat. Sedangkan untuk makan saja kita susah," lirih Pak Indro.
Vania hanya bisa mendengar keluh kesah bapaknya. Bisa saja ia meminjam uang pada Leon, tapi dia juga tidak mau jika mamanya Leon semakin berpikir buruk tentangnya.
"Gimana ini Van?" ucap Pak Indro kembali.
"Bapak tunggu di sini dulu ya. Vania coba cari pinjaman ke tetangga."
"Memang bisa nak?"
"Kita coba dulu ya pak."
Vania bergegas keluar dari puskesmas, namun tiba-tiba ada seorang wanita berpenampilan mewah yang tak asing berdiri menghadang langkahnya.
"Tante Laras?" lirih Vania.
Nyonya Laras tersenyum getir ke arah Vania sambil melepas kacamata hitamnya.
"Saya tahu masalah kamu dan saya bisa membantu ibu kamu. Tapi jauhi Leon dan putuskan hubungan kalian," cetusnya.
Vania membalas senyum getir Nyonya Laras, namun ia tidak menanggapinya dan bergegas berjalan melewatinya.
"Vania tunggu," ucap Bu Laras.
"Ada apa lagi tante? Maaf tan, bukannya saya gak mau menerima bantuan tante. Tapi saya sangat mencintai Leon, begitu juga sebaliknya. Jadi maaf kalau Vania menolak keinginan tante. Vania permisi tante."
"Tunggu dulu," ucap Nyonya Laras sambil berjalan menghampiri Vania.
"Ini nomor handphone saya, siapa tahu kamu berubah pikiran," ucapnya sambil memberikan secarik kertas lalu pergi meninggalkan Vania.
Vania menatap kepergian Nyonya Laras dengan air mata yang terus mengalir dari kedua kelopak matanya.
"Apa sebegitu rendahnya saya di mata tante? kenapa tante ingin sekali memisahkan hubunganku dengan Leon?" batinnya.
Vania pun segera menghapus air matanya dan bergegas mencari pinjaman uang untuk ibunya. Namun hingga petang, tak ada satu orang pun yang mau memberikan pinjaman untuknya.
Kring...
"Halo pak," ucap Vania menyapa telpon dari bapaknya.
"Van, ibu kamu semakin kritis. Apa kamu sudah berhasil mendapat pinjaman nak?"
"Belum pak."
"Terus ini gimana Van? Bapak takut jika ibu kamu me..."
"Stop pak, jangan bilang gitu. Setengah jam lagi Vania pasti dapat pinjaman pak. Dan Vania minta bapak jangan bilang kayak gitu. Ibu pasti bisa sembuh."
"Iya nak, tapi kamu mau pinjam siapa?"
"Sudah bapak gak usah mikir. Yang terpenting ibu sembuh pak."
"Iya Vania."
Setelah mengakhiri panggilannya dengan Pak Indro, Vania mengambil kertas pemberian Nyonya Laras.
"Maafkan aku Leon, aku terpaksa melakukan ini," gumam Vania sambil menekan nomor Nyonya Laras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Runa💖💓
Baru baca
Nampaknya ceritanya menarik
😘😘😘😘
2022-05-04
0
Sisca Wilujeng
mampir kak...
2022-04-13
0
Aulia Nia
demi ibunya rela mengorbankan kebahagiannya
2022-02-09
0