Mobil berhenti di depan sebuah rumah besar yang kosong dengan halamannya cukup luas. Didepan rumah itu terpampang tulisan DIJUAL.
Poppy menoleh ke Budi.
“Bagaimana menurut Pak Budi?” tanya Poppy.
Budi memperhatikan rumah itu.
“Boleh juga,” kata Budi sambil mematikan mesin mobil dan melepas seat belt. Lalu keluar dari mobil
“Turun, yuk. Kita lihat-lihat,” kata Budi ketika membukakan pintu sebelah Poppy. Poppy keluar dari mobil dengan hati- hati. Pandangan mata Poppy tidak terlepas dari rumah kosong di depannya.
Budi mengambil ponselnya dan menijat nomor yang tertera di reklame. Sambil menunggu jawaban dari lawan bicaranya, Budi berjalan ke ujung jalan yang tadi mereka lewati, membaca papan nama jalan. Terlihat Budi kembali sambil berbicara dengan seseorang dengan serius. Poppy hendak masuk ke halaman rumah itu namun sayang pintu pagarnya di gembok.
“Ok, terima kasih,” itu yang di dengar dari pembicaraan Budi sebelum menutup teleponnya.
“Rumah warisan. Luasnya 5000 m. Para ahli warisnya ingin rumah ini dijual untuk bagi-bagi waris,” kata Budi yang kemudian mengambil kamera di mobil.
“Pintu pagarnya di gembok,” ucap Poppy ketika melihat Budi yang mulai membidikkan kameranya ke arah rumah kosong itu.
Sambil mengambil foto Budi menjawab, “Ya, memang harus digembok. Kalau tidak akan menjadi tempat tinggal para tuna wisma. Nanti susah mengusirnya.”
Budi mengambil beberapa foto, lalu memperlihatkan hasilnya ke Poppy.
“Nanti malam saya laporkan ke Pak Rahadian,” kata Budi sambil menyelempangkan kameranya.
“Ayo kita jalan lagi. Kita masih harus melihat tempat yang lain,” ujar Budi yang sudah berada di samping mobil dan sudah membukakan pintu untuk Poppy.
Ketika di dalam mobil terlihat Poppy sudah tidak fokus lagi ke jalan. Pikirannya ke rumah tadi. Sambil mengusap-usap perutnya yang mulai membuncit.
“Pak Budi,” panggil Poppy.
Budi yang sedang fokus menyetir menoleh ke arah Poppy.
“Ya, Bu.”
“Rumah yang tadi mahal, ya? Dananya nggak cukup, ya?” tanya Poppy.
“Termasuk mahal sih, Bu. Tapi dana untuk pembelian rumah, bisa mengcover pembelian rumah itu,” jawab Budi sambil fokus menyetir.
“Kita lihat-lihat dulu yang lain. Siapa tau dapat daerah yang lebih bagus dan tanahnya lebih luas,” Budi mencoba member pengertian ke Poppy. Bagaimanapun di dalam dunia bisnis segala sesuatunya harus dipertimbangkan.
“Okeh,” jawab Poppy.
Mereka melanjutkan perjalannnya untuk hunting tempat. Sebelum waktu makan siang mereka sudah mendapatkan tiga tempat yang akan dilaporkan ke Pak Rahadian.
“Kita makan dulu, ya,” kata Budi sambil membelokkan mobil ke sebuah rumah makan sunda.
Budi mencari tempat parkir yang teduh.
“Nggak apa-apa kan makan di sini?” tanya Budi setelah memakirkan mobil.
“Nggak apa-apa, kok. Saya juga suka makanan sunda,” mendengar jawaban Poppy, Budi langsung membuka seat beltnya lalu keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Poppy.
“Panas, ya?” tanya Budi ketika melihat Poppy menghalangi wajahnya dengan telapak tangan.
“Lumayan, Pak Budi.”
Mereka berjalan beriringan menuju rumah makan.
“Mau makan dulu atau mau sholat dulu?” tanya Budi ketika mereka sampai di depan pintu rumah makan.
“Sholat dulu, Pak. Biar tenang makannnya,” jawab Poppy.
“Oke. Musolahnya sebelah sini,” Poppy mengikuti Budi dari belakang menuju sebuah musolah yang berada di belakang rumah makan. Mereka beruntung karena musolah masih sepi, sehingga tidak harus mengantri untuk sholat.
Setelah selesi sholat, mereka langsung makan.
“Ibu mau nasi apa? Disini ada nasi putih biasa, nasi timbel, nasi liwet, nasi bakar, nasi merah atau nasi hitam,” Budi membuka rice cooker satu persatu memperlihatkan isinya ke Poppy.
“Saya mau nasi merah.”
“Yang ini nasi merah,” Budi membukakan rice cooker yang berisi nasi merah.
Poppy mengambil nasi merah secukupnya, sedangkan Budi lebih memilih nasi putih. Setelah mereka mengambil lauk pauknya sendiri sampailah mereka di depan kasir.
“Ibu mau minum apa?” tanya Budi.
“Mau teh panas tawar aja, sudah kebanyakan yang minum yang manis-manis,” kata Poppy.
Setelah memberikan lauk-pauk yang harus dipanaskan dan memesan minuman Budi membayar semua makanan.
Lalu mereka menuju ke tempat lauk pauk.
“Hati-hati sambel dadaknya pedas sekali,” kata Budi ketika melihat Poppy mengambil sambal dadak.
“Nanti dicampur dengan sambal tomat agar tidak terlalu pedas,” sahut Poppy sambil mengambil sambel tomat juga.
Poppy tidak mengambil lalapan, karena dokter melarangnya untuk memakan sayuran mentah selama hamil.
“Mau duduk dimana?” tanya Budi sambil mengedarkan pandangannnya mencari tempat duduk yang nyaman.
“Disitu,” Poppy menunjukkan tempat makan lesehan.
“Oke.”
Lalu mereka duduk di tempat yang Poppy tunjuk. Dantak lama kemudian lauk-pauk yang sudah dipanaskanpun datang. Mereka makan dengan tenang.
Setelah mereka makan mereka melanjutkan pencarian tempat untuk hotel cabang. Setelah menemukan dua lokasi Budi memutuskan untuk kembali ke hotel. Budi takut Poppy kecapean karena dari pagi berkeliling kota Bandung.
Malam harinya karena Budi sibuk untuk melaporkan ke Pak Rahadian, jadi mereka makan malam di kamar. Budi makan sambil mengirimkan foto-foto beserta dengan keterangannya, lengkap dengan nomor telepon yang bisa dihubungi.
Setelah foto diterima , Pak Rahadian menelepon Budi dan mengatakan bahwa besok pagi ia akan ke Bandung bersama Dimas.
*******
Pagi hari ketika Budi dan Poppy sedang sarapan pagi di restaurant hotel ada seseorang memanggil Poppy.
“Teteh Poppy……..,,” teriak seseorang.
Budi dan Poppy menoleh ke arah suara itu.
Terlihat Iva sedang senyum pasta gigi sedang berjalan ke arah Poppy dan Budi.
“Teteh meni sombong iiiiihhhh ke Bandung tidak ajak-ajak Iva,” seru Iva.
Poppy langsung berdiri dan memeluk adik iparnya.
“Iva, kamu sama siapa ke sini?” tanya Poppy dengan kaget.
“Sama Papih, Mamih dan Pak Dimas,” jawab Iva sambil memakan kerupuk yang ada di piring Poppy.
Poppy melihat ke arah pintu masuk mencari mertuanya tapi nihil tidak terlihat satupun mertuanya dan Pak Dimas.
“Mana Va, kok nggak ada Papih dan Mamih?” tanya Poppy sambil menoleh ke segala arah.
“Ada di depan lagi bayar dulu. Kan kita mau sarapan bareng dengan Teh Poppy dan Pak Budi,” kata Iva yang sedang memakan makanan Poppy.
Budi senyum di kulum melihat tingkah Iva.
“Pak Budi, kenapa aku ngak diajak ke Bandung?” protes Iva.
“Meni pada sombong. Bilang aja mau pergi berdua nggak mau diganggu Iva,” Iva pasang muka cemberut.
“Saya dan Bu Poppy ke Bandung untuk urusan kerja bukan untuk jalan-jalan,” sahut Budi.
“Ah bohong.Kalau. urusan kerja tapi kenapa SW Teteh Poppy gambar makanan semua?” protes Iva lagi.
“Pokoknya Iva ngak mau tau. Pak Budi harus nganterin Iva ke tempat Teh Poppy makan baso,” ancam Iva.
“Eh…. Ini kenapa anak cantik baru datang sudah marah-marah sama Pak Budi?” tegur Bu Femi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Vote
perlakuan budi bikin meleleh
2021-11-18
1
Siti Rahayu
owner yang mana yg turun tangan?
poppy atau pak rahadian?
2021-10-02
0
Dave Alana
kl dibaca interaksi mereka seperti suami istri
2021-10-02
0