Mobil yang dikemudikan Budi memasuki pekarangan rumah alm Pak Rangga. Tampak banyak pekerja yang sedang bekerja memasang tenda. Ada juga petugas catering yang sedang menghias meja-meja. Tanpa mematikan mesin mobil Budi bergegas keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Poppy. Perlahan Poppy keluar dari mobil dengan langkah gontai. Poppy masuk ke dalam rumah. Budi mengikuti Poppy dari belakang, ia berjaga-jaga takut Poppy jatuh pingsan kembali. Di dalam rumah mereka disambut oleh Ibu Melly ibunya Poppy.
“Assalamu’alaikum," Budi dan Poppy mengucapkan salam
.
“Wa’alaikumsalam warohmatullohi
wabarokatuh," Ibu Melly menjawab salam Budi dan Poppy.
“Poppy, kamu sudah pulang, Nak?”
“Mengapa wajahmu pucat? Kamu
sakit ?” tanya Ibu Melly yang khawatir melihat putrinya begitu pucat.
“Tadi Bu Poppy pingsan, Bu," Budi yang menjawab pertanyaan Ibu Melly.
“Pingsan? Terus bagaimana? Jadi merepotkan Pak Budi," tanya Ibu Melly dengan cemas.
“Tidak merepotkan, Bu. Ada dokter Riska dan suaminya yang membantu saya."
“Dokter Riska, dokter kandungan Poppy?”
“Iya, Mah," jawab Poppy dengan lemah.
“Sekarang makan dulu, lalu istirahat. Pasti kalian belum makan siang, ya?”
“Ayo, Pak Budi makan dulu. Di mushola ada Wahyu dan Dimas sedang sholat . Mereka juga belum makan siang dari tadi sibuk menyiapkan untuk tahlil nanti malam. Nanti Pak Budi makan siang bareng dengan mereka."
“Saya ikut sholat dulu, Bu."
“Oh….. silahkan. Sudah tahukan
musholanya dimana?"
“Sudah, Bu."
“Kalau sudah sholat langsung makan, ya. Makanannya sudah disiapkan Bi Inah."
“Ibu tinggal, ya Bud?”
“Baik, Bu," jawab Budi.
Lalu Budi berjalan menuju mushola, di sana ia bertemu Wahyu dan Dimas yang baru selesai sholat.
“Baru sampai Bud?” tanya Dimas.
“Iya. Bu Poppy tidak mau pulang. Saya sholat dulu, ya. "
“Silahkan," jawab Dimas.
Cepat-cepat Budi berwudhu dan langsung sholat.
Setelah selesai sholat ia bergabung dengan Dimas dan Wahyu untuk makan siang. Selesai makan Budi pamit pulang. Ia harus bersiap-siap untuk mengikuti pengajian nanti malam. Wahyu dan Dimas juga pulang. Mereka harus berganti baju untuk mengikuti pengajian nanti malam.
Budi sampai di rumahnya ketika hari sudah sore. Ibu Tiara menyambut kedatangan putrannya.
“Assamu’alaikum, " salam Budi.
“Wa’alaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh," Ibu Tiara membalas salam putranya .
Budi mencium tangan Mamahnya.
“Baru pulang, Bud?”
“Iya, Mah. Bu Poppy tidak mau pulang.
Susah ngebujuk Bu Poppy."
Mereka masuk menuju ruang keluarga. Budi menghempaskan diri ke kursi sofa .
“Ah…capenya," keluhnya.
Bu Tiara membawakan segelas air minum untuk Budi.
“Cape, ya. Nanti malam ada tahlil ngak di rumah Pak Rangga?” tanya Ibu Tiara.
“Ada. Budi berangkat sebelum magrib. Sekarang Budi mau tidur dulu," jawabnya sambil beranjak dari sofa menuju ke kamarnya.
“Eh….makan dulu, baru tidur, " seru Ibu Tiara .
“Budi sudah makan di rumah Pak Rangga," jawab Budi ambil terus menuju ke kamarnya.
“Mah…bangunin Budi jam setengah lima, ya," teriak Budi dari depan pintu kamarnya.
“Iya, " jawab Bu Tiara sambil membawa gelas bekas minum Budi ke bak cuci piring.
Budi rebahan di tempat tidurnya. Badannya terasa cape sekali. Apalagi lengannya agak terasa sakit setelah menggendong Tiara. Ibu hamil itu ternyata cukup berat juga. Karena rasa kantuk yang menyerang Budi tertidur dengan nyenyak.
Ibu Poppy sedang mencuci peralatan makan kotor di dapur,
“Enin……," seorang batita sambil
mengucek-ngucek mata memanggilnya.
“Enin……"
Ibu Tiara menoleh ke belakang sambil sibuk mencuci gelas,
“Iya, sayang tunggu, ya Enin cuci gelas dulu," jawab Bu Tiara sambil membilas gelas. Setelah selesai gelas diletakkan di rak cuci piring. Setelah mengelpkan tangannya yang basah diangkat batita tersebut.
“Sayang Enin sudah bangun? Mandi
yuk. Sebentar lagi Aki dan Mama pulang."
Batita itupun mengangguk. Bu Tiara membawanya ke kamar. Setelah memandikan batita giliran Bu Tiara mandi dan sholat. Sambil menunggu Eninnya mandi dan sholat batita itu anteng main di tempat tidur.
“Odie, makan dulu, yuk," ajak Ibu Tiara .
“Ayuk Enin, Odie sudah lapal," jawab batita itu sambil memegang perutnya dengan kedua tangannya dan memasang wajah yang memelas.
Ibu Tiara gemas melihat kelakuan
batita itu, diciumnya kedua pipi batita itu.
“Aduh…lucunya, cucu siapa sih ini?”
“Cucu Enin Tiala dan Aki Aep," jawab Odie dengan cadel.
Bu Tiara menggandeng tangan batita itu keluar dari kamar menuju ruang makan untuk mengambil makan. Ibu Bu Tiara menyuapi batita itu dengan hati-hati. Sambil menonton TV Odie makan dengan lahap. Rupanya batita itu benar-benar lapar.
Assalamualaikum, terdengar suara
bunyi bel.
“Aki…….," teriak Odie.
Batita itu berlari kencang menuju pintu ruang tamu. Dengan berjinjit ia mencoba menggapai handel pintu.
“Enin buka pintunya," seru Odie.
‘Iya sabar kasep, bageur, pinter, "
Bu Taira membukakan pintunya
“Assalamualaikum, " sapa Pak Aep
dan Rima mama Odie.
”Walaikumcalam," jawab Odie.
“Waalaikumsalam," jawab Bu Tiara.
Odie mencium tangan Aki dan Mamanya.
Bu Tiara mencium tangan suaminya dan Rima mencium tangan Bu Tiara.
“Budi sudah pulang, Ma?” tanya Pak Aep.
“Sudah, sekarang lagi tidur. Minta dibangunkan jam setengah lima, mau ke tahlilan Pak Rangga," jawab Bu Tiara.
“Sekarang sudah jam setengah lima, tidak dibangunkan?”
“Oh iya, Mama lupa lihat jam. "
Lalu Bu Tiara menaiki tangga yang ada di ruang tengah menuju kamar Budi.
Tok…tok…tok… Bu Tiara mengetok kamar Budi.
“Ya….," terdengar dari dalam kamar suara serak Budi yang baru bangun tidur.
“Bangun sudah sore sudah jam setengah lima," ujar Bu Tiara.
“Iya Ma….”
“Jangan tidur lagi!”
“Iya ngak….”
Budi munguap sambil menggeliatkan badan diatas tempat tidur. Dengan mata yang masih mengantuk ia berjalan keluar dari kamar menuju ke kamar mandi bersiap-siap menuju ke rumah bosnya.
Sesampai di rumah alm Pak Rangga tampak sudah ramai. Nampak sebagian petugas catering yang berlalu lalang sedang mempersiapkan meja dan kursi untuk tempat makan para tamu ditata dan dihias dengan cantik dan rapih. Dan sebagian lagi menata meja tempat hidangan. Tampak beberapa gubuk stand makanan berjajar dengan rapih. Nampak para asisten Pak Rahadian dan Pak Brata sedang berbincang-bincang dengan Pak Reno. Budi menghampiri mereka .
“Ah….Pak GM kita sudah datang," seru Pak Reno ketika melihat Budi menghampiri mereka.
Mendengar kata Pak GM, Budi menoleh ke belakang, namun taka da seorangpun di belakangnya hanya para petugas catering yang sibuk dengan pekerjaannya.
“Cari siapa, Bud?” tanya Dimas.
“Pak GM," jawab Budi.
Mendengar jawaban Budi Dimas, Wahyu dan Pak Reno tertawa.
“Budi….Budi….," Pak Reno tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
“Yang dimaksud Pak GM tuh kamu," sahut Reno sambil menepuk bahu Budi.
“Saya?” tanya Budi dengan bingung.
“Sudah nanti kamu juga akan tahu sendiri."
“Terima kasih, ya Bud. Sudah mau menemani Poppy. Maaf kalau Poppy sudah merepotkanmu."
“Sama-sama, Pak. Memang sudah menjadi tugas saya mengawal Bu Poppy."
“Pasti tadi kamu kerepotan waktu Poppy pingsan?” tanya Pak Reno.
“Sedikit kerepotan , Pak. Untung ada yang membantu."
“Iya, tadi Mama sudah cerita. Sekali lagi terima kasih, Bud," kata Pak Reno sambil menepuk bahu Budi.
“Sama-sama, Pak."
Matahari mulai tenggelam hari mulai gelap, para tamu mulai berdatangan. Kebanyakaan mereka keluarga dan teman-teman Pak Rangga dan Poppy. Mereka akan melaksanakan sholat magrib berjamaah sebelum melaksanakan tahlil. Nampak para gadis yang melirik searah Budi sambil berbisik-bisik. Ketika Iva lewat para gadis menarik tangan Iva.
“Iva, itu siapa yang duduk di situ?” tanya Tari sambil sembunyi-sembunyi menujuk kearah Budi.
Iva menoleh kearah yang dimaksud Tari. Iva tersenyum sambil balik bertanya,
“Kenapa? Naksir?”
“Ganteng, manis dan lucu, " jawab Tari tanpa malu-malu.
“Siapa sih namanya?” tanya Vita penasaran.
“Hhhmmm….Siapa, ya????” jawab Iva dengan gaya seperti orang yang sedang berpikir keras.
Tari mulai kesal dengan kelakuan Iva,
“Ivaaaaa………”
“Apaaaaaaaa………..," jawab Iva yang tidak kalah panjang.
“Hei…hei….Kalian apa-apaan, sih?” tegur Bu Femi.
“Iva, sudah wudhu belum? Sebentar lagi adzan magrib."
“Sudah, Mih," jawab Iva.
“Tari, Vita, Fira, kalian sudah wudhu belum?” tanya Bu Femi.
“Belum, Ua," jawab Tari, Vita dan Fira berbarengan.
“Mih, mereka mah bukan mau ikut tahlil, tapi mau ngelaba," jawab Iva.
“Husss……Iva”.
“Ih…..bener, Mih. Mereka lagi ngincer Pak Budi." seru Iva.
“Oh…jadi namanya Pak Budi….., " sahut Tari, Vita dan Fira berbarengan.
“Berisik tau," kata Iva.
“Biarin, wekkk," seru Tari.
“Sudah sebentar lagi adzan magrib, kalian wudhu dulu nanti keburu ngantri."
“Iya Ua," awab Tari, Vita dan Fira bersamaan.
“Ayo, kita siap-siap sholat magrib."
Bu Femi dan Iva mengambil mukena mereka masing-masing dan memilih tempat untuk sholat. Mereka memilih sholat di sebelah Poppy dan Bu Melly. Mereka berbincang-bincang sejenak.
“Apa Poppy masih sakit? Mamih dengar tadi siang kamu pingsan? Jaga kesehatan, ya sayang. Ihklaskan Kang Rangga, dia sudah tenang di sana," kata Bu Femi dengan mata yang berkaca-kaca.
“Ya, Mih," jawab Poppy dengan sedih.
“Hotel & Resto tidak usah kamu pikirkan. Biar itu urusan Papih dan Budi, kamu fokus menjaga kehamilanmu."
“Makan makanan yang sehat. Kalau ada makanan yang ingin kau makan, bilang sama Mamih. Nanti Mamih masakkan."
“Iya, Mih."
Tiba-tiba terdengar suara adzan magrib. Mereka bersiap-siap untuk sholat magrib.
Setelah sholat magrib para tamu dipersilahkan untuk makan malam sebelum tahlilan.
Iva sedang mengambil sop kambing Betawi, di stand gubuk yang berada halaman samping, Tari mendekati Iva.
“Iva," panggil Tari.
“Apa?” Iva menjawab dengan cuek. Ia mengambil sop kambing Betawi yang sudah dituangi kuah oleh petugas catering.
“Terima kasih, Kak," kata Iva kepada petugas catering.
“Beneran namanya Pak Budi?” tanya Tari dengan nada tidak percaya.
“Iya," jawab Iva dengan acuh. Ia menuangkan kecap, sambel dan jeruk limo ke dalam sop kambing Betawi. Lalu beranjak menuju meja prasmanan mengambil nasi. Tari yang penasaran identitas Budi terus saja mengekori Iva.
“Kerja dimana?” tanya Tari penasaran.
“Rangga”s Hotel and Resto," jawab
Iva dengan tenang. Iva membawa makanannya ke dalam rumah. Ia memilih duduk leseh di karpet tempat bekas sholat.Tari terus mengekori Iva.
“Elo ngak makan?” tanya Iva melihat Tari belum makan apapun.
“Nanti aja," jawab Tari santai.
“Sebentar lagi sholat Isya terus setelah sholat Isya tahlil. Kalau ngak makan sekarang elo kapan makannya? Cepat sana makannya, " perintah Iva.
“Iya nanti."
“Pak Budi kerja di bagian apa?” tanya Tari penasaran.
“GM, udah puas? Sana makan dulu hus hus hus….," seru Iva mengusir Tari.
“Iya…iya…," Tari buru-buru pergi dari hadapan Iva.
Iva melanjutkan makannya. Tari bener-bener mengganggu makan malammya. Ketika iia sedang mengunyah makanan, ia melihat kakak iparnya Teh Poppy yang sedang makan ditemani oleh teman-temannya. Terlihat wajah sedih Teh Poppy, walaupun teman-temannya berusaha menghiburnya tetap saja tidak bisa menghilangkan rasa sedihnya. Iva membuang nafas dengan kasar, ia melanjutkan makannya.
Adzan Isya sudah berkumandang, semua orang bersiap-siap untuk sholat Isya yang akan dilanjutkan dengan tahlil. Terlihat Tari, Vita dan Fira yang mencuri-curi pandang ke arah Budi. Iva menghela nafas melihat kelakuan sepupunya. Iva memilih untuk fokus mendengarkan Pak ustad yang mulai memberi
tausiyah setelah itu pembacaan surat Yassin dan ditutup dengan pembacaan doa.
Iva membantu Mamihnya dan Bu
Melly membagikan nasi kotak kepada semua tamu sebelum pulang. Poppy ingin ikut
membantu tapi dilarang oleh Bu Femi, ia tak ingin menantunya jatuh sakit karena kecapean.
Budi membantu para ART membereskan karpet-karpet bekas tahlil.
Dimas keluar dari ruang kerja Rangga, menghampiri Budi yang sedang membersihkan karpet.
“Bud, dipanggil Pak Rahadian. Beliau ada di ruang kerja Pak Rangga," kata Dimas.
Budi mematikan vacum cleaner dan menyerahkan kepada ART,
“Mbak, terusin, ya. Saya dipanggil bapak."
Budi mengikuti Dimas menuju ke ruang kerja Rangga. Di dalam ruang kerja sudah ada Pak Brata, Pak Dicky, Pak Reno dan Wahyu,
“Masuk, Bud," seru Pak Rahadian.
Budi duduk di sebelah Wahyu.
“Begini, Bud. Seperti Budi ketahui Rangga sudah tidak ada, jadi kursi pimpinan di Rangga’s Hotel and Resto kosong. Poppy untuk sementara ini belum bisa menggantikan Rangga karena masih berduka dan hamil muda, jadi belum boleh banyak aktifitas. Sementara kehidupan masih harus berjalan, Rangga’s Hotel & Resto harus terus beroperasi dengan atau tidak tanpa Poppy. Karena saya, Dicky, Pak Brata dan Reno memiliki kesibukan masing-masing, maka tanggung jawab atas Rangga’s Hotel & Resto kami serahkan kepadamu. Mulai hari ini kamu menjadi General Manajer di Rangga’s Hotel & Resto."
Budi kaget mendengarnya, menjadi
General Manager bukanlah hal yang mudah tanggung jawabnya besar. Selama ia menjadi Manager tugasnya hanya mengawasi pegawai dan operasional hotel dan resto sedangkan pengambil keputusan ada di tangan Rangga sebagai Direktur dan Owner. Sekarang semua tanggung jawab diserahkan kepadanya apalagi Bu Poppy belum tau kapan akan mulai bekerja sebagai Direktur, rasanya berat sekali.
Banyak karyawan yang bergantung hidup di hotel dan resto ini.
“Bagaimana, Bud ? Apakah kau siap menerimanya?" tanya Pak Rahadian.
Semua orang menunggu jawaban Budi.
“Rasa kok berat, ya Pak? Boleh tidak saya menolak?” tanya Budi dengan hati-hati.
“Menolak ? Kenapa? Bukankah semua
orang jika naik jabatan akan senang?" tanya Pak Rahadian keheran. Di dalam hatinya ia takut jika Budi menolak, karena Budi lah satu-satunya harapannya untuk membantu Poppy.
“Tanggung jawabnya besar, Pak .Saya takut salah langkah dalam mengambil keputusan. Saya belum pernah diberikan tanggung jawab sebesar ini oleh pak Rangga."
Pak Rahardian menghela nafas.
“Kami tetap mengawasi. Jika ada
yang terasa berat, kamu bisa diskusikan dengan kami." kata Pak Rahadian.
Dengan berat hati Budi terpaksa menjawab , “Baiklah, Pak."
“Yang semangat dong jawabnya!" seru Pak Brata sambil menepuk bahunya.
“Baiklah, Pak," jawab Budi dengan tegas.
“Besok penanda tanganan perjanjian kerja. Oke Pak GM, see you tomorrow in your office," Pak Rahadian mengulurkan tangan tangan Budi membalasnya. Mereka saling bersalaman.
Semua orang yang berada di ruangan itu memberikan selamat kepada Budi,
“Selamat, Pak GM. Semoga tambah
sukses," itu yang mereka ucapkan.
“Aamiin Yra. "
Budi pamit untuk pulang, ketika menuju pintu keluar Budi bertemu dengan Poppy,
“Pak Budi tunggu sebentar."
Poppy masuk ke dalam rumah, tak
lama kemudian ia keluar membawa plastik besar.
“Ini untuk Pak Budi," kata Poppy sambil menyerahkan sebuah plastik besar.
“Banyak sekali, Bu. Terima Kasih, Bu."
“Saya permisi pulang, Bu. Assalamualaikum."
“Waalaikumsalam," jawab Poppy.
Budi melangkah keluar gerbang menuju ke mobilnya.
.
.
.
.
.
enin : sebutan nenek dalam bahasa Sunda.
akI ;: sebutan kakek dalam bahasa Sunda
.
.
.
.
.
.
Hai readers,.....
Outhor minta maaf jika ceritanya kurang menyenangkan dan agak kaku. Karena memindahkan isi otak ke dalam sebuah tulisan tidaklah gampang.
Jangan lupa like dan komentar yang membangun, jangan yang julid bikin author patah semangat. Oceh.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
aira aira
budi, suami dunia akhirat.
2022-10-19
1
Baper junkie
semangat ya thor
2022-01-04
1
Vote
asyik budi naik pangkat
2021-11-18
0