Duhai Wanitaku

Duhai Wanitaku

1.Selamat Jalan Kekasih

Budi berjalan dengan tergesa-gesa keluar dari bandara kedatangan, sambal menarik kopernya. Pandangannya  sibuk menyapu suasana di depan bandara kedatangan. Seorang laki-laki muda berlari menghampirinya.

“Mobilnya disebelah sana, Pak," kata laki-laki menunjukkan sebuah mobil hitam yang agak jauh dari tempatnya berdiri.

Budi mengikuti laki-laki muda itu ke mobil yang dimaksud. Mereka berjalan dengan cepat solah-olah mereka sedang dikejar waktu. Laki-laki muda itu menghampiri sedan mewah berwarna hitam. Dengan cekatan ia membuka pintu disebelah kemudi dan membuka pintu bagasi. Ia mengambil koper Budi dan dimasukkan ke dalam bagasi dan tidak lupa menutup kembali bagasi mobil. Budi masuk ke dalam mobil duduk di depan di sebelah kemudi. Laki-laki muda itu masuk ke dalam mobil dan duduk di depan kemudi.

“Langsung ke rumah sakit, Pak?” tanya laki-laki itu.

“Ya," jawab Budi.

Tanpa basa- basi lagi, mobil tersebut langsung meluncur di jalan raya membelah jalanan ibu kota.

Dalam waktu 30 menit mereka sampai di depan lobby Rumah Sakit D. Dengan cepat Budi turun dari mobil mewah itu dan berlari masuk ke dalam rumah sakit.  Di depan liff terlihat pintu liff hampir tetrutup,

“Tunggu!" teriak Budi.

Orang yang di dalam liff menahannya agar pintu liff tetap terbuka.

Budi berlari mauk ke dalam liff.

“Terima kasih," kata Budi dengan nafas ngengos-ngosan.

Orang itu hanya menjawab mengangukan kepala sambil tersenyum.

Budi berjalan menuju ruang VVIP no 508. Budi menarik nafas dan membuang nafas perlahan. Terdengar suara isak tangis dari ruangan itu. Budi membuka pintu ruangan itu, terlihat seorang wanita sedang menangis tersedu-sedu disebelah tempat tidur pasien. Semua orang yang berada di dalam ruangan telihat sedih, ada yang menangis tersedu-sedu, ada yang hanya berlinang air mata. Budi masuk ke dalam ruangan itu, semua orang menoleh ke arahnya.

"Assalamualaikum," Budi memberikan salam.

"Wa"alaikumsalam, "jawab semua orang yang berada di ruangan tersebut.

“Budi….kau sudah datang?” tanya seorang pria muda yang sedang terbaring lemah diatas tempat

tidur.

“Ya, Pak," jawab Budi singkat.

“Budi kemari," seru pria muda itu sambil mengangkat tangan dan menggerakkan tangannya, seolah memberikan perintah kepada Budi untuk mendekatinya.

Budi berjalan menghampiri pria muda itu dan berdiri di dekat wanita muda yang sedang menangisdengan tersedu-sedu.

“Bagaimana pertemuan dengan klien? “tanya pria muda itu dengan nafas terdengar seperti sesak.

“Semua berjalan lancar, Pak," jawab Budi.

“Tidak ada kendala?” tanya pria itu lagi.

“Tidak, Pak..Semua sudah beres," jawab Budi dengan pasti.

“Bagus," seru laki-laki muda itu.

Kemudian ia meraih tangan Budi,

“Budi, saya akan pergi. Saya titip istri dan anakku, tolong jaga dengan baik."

Lalu ia melepaskan tangan Budi dan pandangan tertuju pada wanita muda yang sedang menangis tersedu-sedu disampingnya. Dibelainya rambut wanita itu.

“Sayang jangan menangis, kasihan anak kita nanti dia ikut sedih. Jangan kau risaukan perusahaan. Ada  Budi yang akan mengurusnya."

Lalu tangan pria muda itu beralih ke perut wanita muda tersebut diusapnya perut yang belum terlihat membuncit.

“Sayang baik-baik disana. Jangan nakal, jangan membuat Mama sakit dan jaga Mama, ya sayang. Papa pergi dulu, suatu saat nanti  kita akan bekumpul kembali. Maafkan Papa, tidak menunggumu lahir. Papa sayang kalian.”

Tangisan wanita muda itu tambah kencang.

Lalu pandangan laki-laki itu berpindah kepada sepasang suami istri setengah baya,

“Papa-Mama maafkan Rangga yang tidak bisa mendampingi Poppy.  Titip Poppy, Pa-Ma," katanya dengan lemah.

Sepasang suami istri itu menangis terseduh-seduh

“Pergilah, Rangga, biar Poppy dan anakmu kami yang menjaga," kata pria yang separuh baya sambal meneteskan air mata.

Lalu pandangannya beralih ke pasangan suami istri separuh baya yang lainnya disebelah pasangan suami istri itu,

“Papih Mamih Rangga pergi…..”

“Rangga…..," pecah tangisan  wanita setengah baya.

“Rangga…!!!!! Jangan tinggalkan Mamih, nak..!!!”

Rangga tersenyum memandang kedua orang tuanya.

“Ada kak Dicky dan kak Ani yang akan menjaga Mamih dan Papih."

Rangga mengalihkan wajahnya pada sepasang suami istri yang berdiri di belakang Budi,

“Kak Dicky …kak Ani, Rangga titip Mamih dan Papih."

“Ya, Rangga. Kami akan menjaga Mamih dan Papih," jawab kak Ani

“Kak Dicky tolong bimbing Poppy mempelajari perusahaan Rangga. Untuk operasional

perusahaan biar Budi yang mengurus semuanya. Poppy hanya mengawasi saja.”

“Ya, Rangga. Pergilah dengan tenang, biar abang yang mengurus semuanya,” suara Dicky terdengar bergetar, dia tidak tahan melihat adiknya yang menahan rasa sakit.

Lalu pandangannya beralih pada seorang pria yang menggunakan jas putih,

“Bang, titip Poppy dan anak Rangga, ya.," kata Rangga.

“Ya, Rangga. Abang akan menjaga Poppy dan anakmu."

Rangga tersenyum mendengar jawaban abang Reno.

“Terima Kasih, Bang."

Lalu wajahnya memandang ke atas dan bibirnya mengucapkan sesuatu dan tak lama kemudian terdengar suara TIttttttttttttt dari layar monitor.

Terdengar teriakan

“Akang…..”

“Pak Rangga……”

“Rangga………”

Reno bergegas lari keluar ruangan, ia berteriak memanggil suster dan dokter.

“Sus..suster….”

“Dok…..dokter."

Reno walaupun seorang dokter tapi untuk memeriksa keadaan adik iparnya, ia benar-benar tak berdaya.

Semilir angin bertiup sepoi-sepoi di pemakaman umum. Budi berdiri tegap memegang payung hitam, ia memayungi Poppy dan Reno yang sedang bersimpuh di depan makam Rangga. Poppy masih menangis terseduh-seduh didepan gundukan tanah merah yang masih basah. Jasad suaminya terbujur kaku didalamnya. Semua para pelayat telah kembali ke rumahnya masing- masing.

Orang tua dan mertuanya  pulang ke rumahnya. Kakak ipar dan istrinya mengantarkan mertuanya pulang ke rumah. Tinggallah Poppy ditemani kakaknya dan asisten suaminya. Sambil menangis dipanjatkannya doa-doa untuk almarhum suaminya. Meminta semuanya untuk ketenangan suaminya di alam kubur.

Tangannya mengusap gundukan tanah merah yang masih basah. Ada rasa lega dihatinya, suaminya tidak merasakan kesakitan lagi. Walaupun ia tidak rela ditinggal pergi untuk selama-lamanya, setidaknya Poppy melihat wajah suaminya tersenyum. Rangga meninggal dengan tenang dan damai.

Terdengar suara nada getar dari saku celana Reno. Reno berdiri dan mengambil ponsel dari saku celananya. Ia berjalan menjauhi makam Rangga.

“Assalamuaikum."

“……”

“Saya kan sudah bilang, kalau hari ini saya ijin adik ipar saya meninggal."

“……”

“Coba hubungi dokter Daniel, barangkali hari ini beliau sedang tidak praktek."

“…….”

Reno menghembuskan nafasnya, menahan rasa kesalnya.

“Ya sudah, saya ke sana sekarang. Siapkan semuanya! "

Reno mematikan ponsel lalu menghampiri Poppy. Kemudian ia berjongkok di samping Poppy.

“Poppy, Abang harus segera ke rumah sakit. Ada panggilan emergency," Reno berkata dengan pelan.

Poppy hanya menganggukan kepalanya.

“Kamu tidak apa-apa Abang tinggal?”

“Tidak apa-apa, bang," jawab Poppy singkat.

“Atau kamu abang antar pulang dulu? Sebab Ilham harus mengantarkan abang ke rumah sakit," tanya Reno.

“Poppy masih mau di sini, Bang. Nanti Poppy pulang naik taksi aja," jawab Poppy.

“Eh…. Jangan, kamu jangan naik taksi!“ seru Reno.

Reno menoleh ke arah Budi.

“Bud, kamu bawa mobil ngak?”

“Bawa, Pak," jawab Budi.

“Budi bawa mobil. Kamu pulang diantar Budi, ya?” bisik Reno.

Poppy hanya mengangguk. Ia hanya ingin berada lama di makam suaminya. Ia enggan meninggalkan makam suaminya.

Reno berdiri dan menghampiri Budi.

“Bud, saya harus segera ke rumah sakit. Ada panggilan emergency."

Budi mengannguk

.

“Titip Poppy. Ilham mengantarkan saya ke rumah sakit."

“Baik, Pak," jawab Budi.

“Jangan biarkan Poppy berlama-lama disini. Kasih ia waktu sekitar 30 menit lagi. Setelah itu kamu bujuk dia agar mau pulang."

“Baik, Pak."

“Kalau dia kelelahan kasihan bayi didalam kandungannya, nanti terganggu."

“Ya, Pak."

Reno menepuk bahu Budi.

“Terima kasih, Bud. Saya pergi dulu. Assalamualaikum."

“Walaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh."

Renopun pergi meninggalkan areal pemakaman.

Budi menghela nafasnya, ia melirik ke arah Poppy yang masih enggan beranjak dari makam Rangga. Ia melihat ke jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan sebelah kiri, sudah sudah setengah jam dari waktu yang diberikan oleh Reno. Perlahan ia menghampiri Poppy.

Ia jongkok di sebelah Poppy.

“Bu, sudah jam 12.30. Sudah waktunya sholat zuhur dan makan siang. Tadi kata Pak Reno ibu harus pulang," kata Budi dengan pelan.

“Kamu saja yang pulang, saya masih mau di sini," jawab Poppy dengan suara serak sambil menoleh ke arah Budi.

Haduh keras kepala sekali Bu Poppy. Ini gawat dia bisa terkena dehidrasi kalau  tidak segera minum, bisik Budi dalam hati.

“Ibu, ayo pulang dulu. Ibu belum sholat dan makan. Ibu bahkan belum minum dari pagi, tidak baik untuk kesehatan ibu dan bayi dalam kandungan."

Budi mengulurkan tangannya ke hadapan Poppy. Dengan ragu Poppy menyambut uluran tangan Budi.

Dengan susah payah Poppy berusaha untuk berdiri, kakinya terasa sakit karena berjongkok terlalu lama. Sambil meringis Poppy berusaha untuk berdiri dengan tegap. Tiba- tiba kepalanya terasa sakit, tubuhnya serasa lemas dan melayang.

Ia sempat mendengar suara Budi memanggil namanya dengan panik dan cemas

“Bu Poppy…..”

“Ibu kenapa?”

“Ibu…ibu.. "

Pandangannya menjadi gelap dan ia tidak mendengar suara apa-apa lagi.

Dengan susah payah Budi menahan tubuh Poppy yang tiba-tiba ambruk. Dengan cepat ia merogoh saku celananya mengambil kunci mobil, lalu ia membuka kunci mobilnya dengan

menggunakan remot.

“Bismillahi rohmani rohim,," ucapnya sambil membopong tubuh Poppy menuju mobil.

Haduh lumayan berat juga, seru dalam hati.

Beruntung makam Rangga tidak berada jauh dari jalan, sehingga Budi tidak harus berjalan jauh menuju ke mobil. Budi dengan bersusah payah mencoba menarik handel mobilnya.

“Saya bantu, Pak."

Seseorang membukakan pintu mobil.

“Terima kasih," kata Budi kepada pria yang berdiri di sampingnya.

Dengan berhati-hati Budi membaringkan Poppy ke jok mobil. Budi menghela nafas sambil

merenggangkan badannya. Tangan dan pinggangnya terasa sakit.

“Kenapa istrinya?” tanya pria itu.

“Pingsan, Pak," jawab Budi dengan spontan.

“Ibu ini bukan istri saya. Dia atasan saya, Pak."

Pria itu mengangguk.

“Punya minyak kayu putih, ngak?” tanya pria itu.

“Sebentar saya cari dulu."

Budi langsung memeriksa dalam mobilnya. Barangkali saja ibu dan kakak sepupunya meninggalkan minyak kayu putih di dalam mobil. Akhirnya ia menemukan minyak kayu putih.

“Alhamdullilah, akhirnya ketemu juga," ucap Budi.

“Sudah ketemu minyak kayu putihnya?” tanya pria itu ketika melihatnya memegang minyak kayu putih.

“Sudah ketemu, Pak," jawab Budi sambil memperlihatkan minyak kayu putih.

“Sebentar, saya panggil istri saya dulu. Biar istri saya yang membalurkan minyak kayu putih."

Lalu pria itu menghampiri seorang wanita yang berdiri tidak jauh dari mereka. Terlihat pria

tersebut sedang berbicara dengan wanita itu. Wanita itu memandang kearahnya,

lalu berjalan mendekatinya.

“Mana minyak kayu putihnya?” tanya wanita itu tanpa basa-basi lagi.

Ia memberikan minyak kayu putih kepada wanita itu.

“Bisa tolong joknya dimajukan ke depan? Biar tidak terlalu sempit," kata wanita itu.

Budi menggeser jok depan satu persatu. Setelah itu barulah wanita itu masuk ke dalam mobil dan membalurkan minyak kayu putih ke tubuh Poppy.

“Wajahnya pucat dan denyut nadinya lemah," seru wanita itu sambil terus membalurkan minyak kayu putih ke kaki dan tangan Poppy.

Terdengar suara guman Poppy,

“Eeehhhh…”

Kepalanya bergerak.

“Dia sudah sadar," kata wanita itu.

Perlahan Poppy membuka matanya dan melihat ke sekelilingnya. Matanya berhenti kearah wanita itu,

“Dokter Riska?” tanyanya dengan bingung.

Perlahan Poppy mencoba untuk bangun dari tidur , Budi membantunya menahan tubuhnya dari belakang. Pelan-pelan ia membantu Poppy untuk duduk.

Wanita itu tersenyum,

“Sudah agak mendingan?” tanyanya.

“Masih pusing sedikit, dok," jawab Poppy.

“Mengapa dokter Riska bisa ada disini? Pak Budi yang memanggil dokter?” tanya Poppy dengan kebingungan.

“Kebetulan saya sedang mengunjungi makam ibu saya. Saya dan suami saya melihat ibu digendong bapak ini," kata dokter Riska sambil menunjuk kearah Budi.

“Ibu hamil berapa bulan?”

“Dua bulan, dok. "

“Sudah makan siang?”

“Belum, dok."

“Bu Poppy belum minum dari tadi, dok."

“Pantesan pingsan, ternyata kekurangan cairan. Ada minumnya, ngak?”

“Ada, dok.Sebentar saya ambilkan."

Budi membuka bagasi mobilnya. Beruntung ibunya selalu menyimpan sedus air mineral kemasan botol di bagasi.

“Ini bu minumnya.Tapi ngak dingin, tidak punya kulkas di mobil."

“Tidak apa-apa. Terima kasih, Bud."

Poppy meneguk air mineral pemberian Budi. Ternyata ia haus sekali sehingga menghabiskan setengah botol air mineral.

“Sudah enakan sekarang?” tanya dokter Riska.

“Sudah, dok," jawab Poppy.

“Boleh bersedih tapi jangan mengabaikan kesehatan. Siapa yang meninggal?”

“Suami saya, dok," jawab Poppy dengan suara yang gemetar hampir menangis.

“Innalillahi wa innalilahi roji’un. Saya turut berduka cita. Semoga almarhum husnul khotimah."

“Aamiin yra. Terima kasih dokter."

“Yang tabah, ya. Ingat ada bayi di dalam kandungan yang harus dijaga."

“Saya pamit dulu. Kita ketemu lagi pas waktu control."

“Terima kasih banyak, dokter," ucap Poppy.

“Ya, sama-sama bu."

Budi menghampiri dokter Riska,

“Terima kasih banyak, dok.Terima kasih, Pak," ucap Budi sambil membungkukkan badannya kepada dokter Riska dan suaminya.

“Sama-sama, Pak," jawab dokter Riska.

Suami dokter Riska menghampiri dan menepuk bahu Budi,

“Dijaga baik-baik atasannya," ujar suami dokter Riska.

Budi mengangguk,

“Baik, Pak."

Kemudian pasangan suami istri itu pergi meninggalkan Budi dan Poppy.

“Pulang sekarang, Bu?”

Poppy hanya mengangguk dengan lemah. Budi menutup pintu di sebelah Poppy , kemudian ia

jalan memutar masuk ke dalam mobil di bagian kemudi. Mobil pun bergerak meninggalkan areal pemakaman.

.

.

.

.

Hai ,

Terima kasih

telah membaca novel saya yang perdana.

Mohon maaf jika

masih ada typo, karena saya masih belajar.

Novel ini saya

buat disela-sela kegabutan saya. Daripada berkeluyuran diluar ntar kena Covit

19, mendingan berkarya.

Sampai jumpa di

episode selanjutnya…………

Terpopuler

Comments

aira aira

aira aira

sedihnya

2023-10-29

0

Agustina Kusuma Dewi

Agustina Kusuma Dewi

yyeyey..
menclok novel ke-4 nih ukhty
setelah, annisa, almira, haifa..
lope u..😘😍😉😆

2022-06-13

1

Nana Shin

Nana Shin

Fikryzara udah mampir😄

2022-06-09

1

lihat semua
Episodes
1 1.Selamat Jalan Kekasih
2 2.Pak General Manager
3 3. Jabatan Baru Dan Ruangan Baru.
4 4. Mulai Bekerja
5 5. Bertemu Tari
6 6. Sop Kambing Betawi
7 7. Ke Rumah Budi
8 8. Rujak Mpok Leha
9 9. Siapa Dia ?
10 10. Pak Edward Indrayana
11 11. Bumil Yang Kelaparan
12 12. I Don't Know What To Say
13 13. Mantan Pacar
14 14. Undangan Pak Setyo
15 15. Pergi Ke Bandung
16 16. Pembukaan Hotel Pak Setyo.
17 17. Pembukaan Hotel Pak Setyo 2
18 18. Jalan-jalan Di Kota Bandung.
19 19. Owner Turun Tangan
20 20. Gara-Gara Baso
21 21. Ulang Tahun Pak Rahadian
22 22. Menunggu Hatimu Menyambut Diriku.
23 23. Nenek Nyinyir
24 24.Kaulah Segalanya .
25 25. Bolu Susu
26 26. Restu Ayah.
27 27. Mengajak Menikah.
28 28. Poppy.
29 29. Budi Cemburu
30 30. Teman Lama.
31 31. Ke Rumah Pak Rahadian 1
32 32. Ke Rumah Pak Rahadian 2
33 33. Reno Yang Membuat Ulah.
34 34. Melamar Poppy 1
35 35. Melamar Poppy 2.
36 36. Kisruh Sarapan pagi.
37 37. Lamaran Reno
38 38. Tamu Tak Diundang
39 39. Bos Besar.
40 40. Pergi Ke Bandung
41 41. Beautiful Girl
42 42. Sakit Kepala
43 43. Ke Dokter Kandungan
44 44. Bayi Dalam Keadaan Sehat.
45 45. Mama Lebih Sayang Pada Calon Menantu.
46 46. Bidadari Surga.
47 47. Pulang Ke Rumah
48 48. Panggilan Sayang Untuk Budi
49 49. Pria Itu ????
50 50. Sebuah Lagu Untuk Poppy.
51 51. Cecunguk Toriq
52 52. Detik-Detik Anak Sholeh Lahir
53 53. Siapa Nama Bayinya?
54 54. Akhirnya Sah.
55 55. Pasca Melahirkan.
56 56. Keluarga Sakinah Mawadah Warohmah
57 57. Extra Part 1.
58 58. Extra Part 2
59 59. Extra Part 3.
60 60. Extra Part 4
61 61. Extra Part 5.
62 62. Extra Part Terakhir.
Episodes

Updated 62 Episodes

1
1.Selamat Jalan Kekasih
2
2.Pak General Manager
3
3. Jabatan Baru Dan Ruangan Baru.
4
4. Mulai Bekerja
5
5. Bertemu Tari
6
6. Sop Kambing Betawi
7
7. Ke Rumah Budi
8
8. Rujak Mpok Leha
9
9. Siapa Dia ?
10
10. Pak Edward Indrayana
11
11. Bumil Yang Kelaparan
12
12. I Don't Know What To Say
13
13. Mantan Pacar
14
14. Undangan Pak Setyo
15
15. Pergi Ke Bandung
16
16. Pembukaan Hotel Pak Setyo.
17
17. Pembukaan Hotel Pak Setyo 2
18
18. Jalan-jalan Di Kota Bandung.
19
19. Owner Turun Tangan
20
20. Gara-Gara Baso
21
21. Ulang Tahun Pak Rahadian
22
22. Menunggu Hatimu Menyambut Diriku.
23
23. Nenek Nyinyir
24
24.Kaulah Segalanya .
25
25. Bolu Susu
26
26. Restu Ayah.
27
27. Mengajak Menikah.
28
28. Poppy.
29
29. Budi Cemburu
30
30. Teman Lama.
31
31. Ke Rumah Pak Rahadian 1
32
32. Ke Rumah Pak Rahadian 2
33
33. Reno Yang Membuat Ulah.
34
34. Melamar Poppy 1
35
35. Melamar Poppy 2.
36
36. Kisruh Sarapan pagi.
37
37. Lamaran Reno
38
38. Tamu Tak Diundang
39
39. Bos Besar.
40
40. Pergi Ke Bandung
41
41. Beautiful Girl
42
42. Sakit Kepala
43
43. Ke Dokter Kandungan
44
44. Bayi Dalam Keadaan Sehat.
45
45. Mama Lebih Sayang Pada Calon Menantu.
46
46. Bidadari Surga.
47
47. Pulang Ke Rumah
48
48. Panggilan Sayang Untuk Budi
49
49. Pria Itu ????
50
50. Sebuah Lagu Untuk Poppy.
51
51. Cecunguk Toriq
52
52. Detik-Detik Anak Sholeh Lahir
53
53. Siapa Nama Bayinya?
54
54. Akhirnya Sah.
55
55. Pasca Melahirkan.
56
56. Keluarga Sakinah Mawadah Warohmah
57
57. Extra Part 1.
58
58. Extra Part 2
59
59. Extra Part 3.
60
60. Extra Part 4
61
61. Extra Part 5.
62
62. Extra Part Terakhir.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!