Budi baru menyelesaikan sholat magrib, terasa getaran ponsel di saku celananya.
Tertulis nama Fatur di layar ponselnya.
“Assalamualaikum, Fatur,” sapa Budi
“……”
“Kapan? “
“…….”
“Dimana?”
“……..”
“Oke sekarang gue ke sana.”
“Tapi, Tur. Sebentar aja, ya. Hari ini gue cape banget.”
“………”
Budi masuk ke dalam café, matanya melihat ke seluruh penjuru. Ada seeorang orang melambaikan tangan kepadanya.
“Bud, woi sini,” seseorang memangggilnya.
Budi menghampiri orang tesebut.
“Bud, wah apa kabar? Lama sudah nggak kelihatan,” sapa Fatur.
“Alhamdulilah baik, Tur,” jawab Budi sambil salam kepal.
“Bud, weis my man kemana aja?” tanya Ikhsan .
“Ada, Nggak kemana-mana,” jawab Budi sambil salam kepal dengan Ikhsan.
“Pak bos, apa kabar?” tanya Arif.
“Baik, Pak ustad,” jawab Budi sambil membalas salam kepal Arif.
Budi duduk di tengah-tengah sahabat-sahabatnya.
“Gue denger elo jadi bos,” celoteh Ikhsan.
“Ah….denger darimana, loe?” tanya Budi kaget.
“Taulah, dari sumber yang terpercaya,” jawab Ikhsan.
“Bohong, gosip itu. Masa tampang kayak gue begini jadi bos,” Budi mengelak.
“Adik gue pernah lihat elo di resto, kata adik gue elo sama perempuan cantik,” kata Ikhsan.
“Dan dia dengar kalau elo tuh GM dan Owner resto itu.”
“Wah……Bud, punya gebetan baru kok nggak dikenalin ke kita-kita? Takut direbut, ya?” timpal Fatur.
“Siapa namanya, Bud? Kuliah dimana?” tanya Arif penasan.
“Ikhsan, bilang sama adik loe kalau menguping dilihat itu siapa orangnya,” Budi protes.
“Pertama cewek cantik yang bareng sama gue itu bos gue.”
“Serius?” tanya Fatur penasaran.
“Udeh diam dulu, gue belum selesai ngomong.”
“Kedua karena suaminya meninggal , tuh cewek masih dalam suasana duka dan hamil muda dengan terpaksa mertuanya mengangkat gue jadi GM untuk mengurus semuanya."
“Kenapa nggak sekalian aja loe ngegantiin suaminya,” sindir Arif dengan tampang tidak berdosa.
“Gile loe. Yang bener aja,” Budi protes.
“Bud, omongan gue itu doa. Siapa tau aja diaamiin sama malaikat, baru nyaho loe,” seru Arif.
“Mana mau dia sama gue, gue nggak ada apa-apanya dibandingin sama lakinye.”
“Berarti elo beneran ada hati sama tuh cewek,” ujar Ikhsan.
“Brengsek loe,” muka Budi memerah menahan malu.
“Ha….ha…..ha…..ha……”
Fatur, Ikhsan dan Arif tertawa terbahak- bahak melihat wajah Budi.
“Selamat malam, Pak Budi,” seorang wanita menyapa Budi.
Mendengar suara perempuan, mereka langsung berhenti tertawa dan melirik ke arah Budi.
“Siapa?” bisik Fatur.
Budi hanya menaikan bahunya .
“Kenalkan saya Tari sepupu Rangga,” Tari mengulurkan tangannya ke arah Budi.
Dengan ragu Budi menjabat tangan Tari.
“Rangga siapa?” bisik Fatur.
“Bos gue.”
“Ohhhh,” seru Fatur sambil manggut-manggut..
“Boleh gabung nggak?”
“Boleh aja,” jawab Budi dengan ogah-ogahan.
Tari langsung duduk di sebelah Budi. Budi menggeser badannya agar menjauh dari Tari.
“Kenalan dulu dong, gue Fatur,” Fatur mengulurkan tangannya kearah Tari.
“Tari,” Tari menjabat tangan Fatur.
“Gue Ikhsan,” Ikhsan ikut mengulurkan tangannya kearah Tari.
“Tari,” balas Tari sambil menjabat tangan Ikhsan.
“Gue Arif,” Arif juga ikut mengulurkan tanganya ke arah Tari
“Tari,” balas Tari.
Budi melirik jam tangannya sudah jam setengah delapan. Sudah waktunya untuk pulang.
“Gue pulang duluan, ya," Budi pamit pada teman-temannya.
“Eh…. Mau kemana? Cepat amat pulangnya, baru juga datang,”tanya Ikhsan.
“Pulang mau tidur, udah ngantuk,” jawab Budi sambil berdiri .
“Paling mau ke rumah ceweknya,” celetuk Fatur.
“Nggak.” Jawab Budi sambil berusaha keluar dari kerumunan teman-temannya.
“Mentang-mentang punya calon bini masih siang udah mau pulang,” gerutu Ikhsan.
“Tidur tuh di rumah sendiri, bukan tidur di rumah cewek,”ujar Arif.
“Sialan loe.”
Akhirnya Budi bisa keluar dari kerumunan teman-temannya dan Tari.
“Gue duluan, ya, “ pamit Budi sambil bejalan keluar dari café dan meninggalkan Tari sendiri bersama dengan teman-temannya.
Poppy menekan-nekan remote TV mencari acara TV yang rame untuk ditonton.
“Tidak ada yang rame acaranya,” gerutu Poppy dengan kesal sambil melempar remote TV.
Dilihatnya jam yang berada di dinding kamarnya waktu sudah menunjukan pukul delapan malam.
Namun perutnya tidak bisa diajak kompromi rasanya ingin makan sesuatu yang enak, berkuah panas, gurih dan pedas. Poppy cepat-cepat mengganti dasternya dengan baju santai yang sopan. Ia mengambil tas dan kunci mobilnya lalu keluar dari kamar menuju garasi mobilnya. Ia membuka pintu garasinya dan menyalakan mesin mobil. Pak Amin satpam di rumahnya menghampirinya,
“Ibu mau kemana?” tanya Pak Amin.
“Mau beli makanan, Pak.”
“Biar saya yang belikan ini sudah malam, Bu,” kata Pak Amn
“Tidak usah,pak. Saya ingin melihat langsung pembuatannya dan ingin makan di sana.”
Pak Amin merasa khawatir takut terjadi apa-apa ini sudah malam berbahaya jika wanita pergi sendiri, apalagi majikannya sedang hamil.
“Ibu ditemani Upi, ya? Saya panggilkan Upi dulu”, usul Pak Amin.
“Nggak usah Pak Amin, kasihan Upi dan yang lain sedang istirahat. Mereka kecapean,” tolak Poppy.
“Tolong buka pintu pagarnya, Pak Amin!” seru Poppy sambil masuk kedalam mobil.
Dengan terpaksa Pak Amin membuka pintu pagar.
Ketika PakAmin sedang membuka pintu, ada seseorang yang memanggil namanya.
“Pak Amin.”
Pak Amin menoleh kearah orang yang memanggilnya,
“Oh, Pak Budi,” Pak Amin sumeringah.Entah mengapa melihat Budi ada rasa lega hatinya.
“Siapa yang mau keluar, Pak?” tanya Budi.
“Ibu mau membeli makanan sendiri dan tidak mau ditemani," kata Pak Amin. Ia berharap Pak Budi bisa mencegah Bu Poppy.
Mendengar perkataan Pak Amin, Budi langsung mematikan mesin mobilnya dan langsung menghampiri Pak Amin.
“Ibu mau pergi sendiri? Nggak ditemani siapa-siapa?” tanya Budi sekali lagi.
“Ya, Pak.”
Budi menghampiri mobil Poppy lalu mengetuk kaca mobil Poppy.
Poppy melihat Budi mengetuk kaca
jendelanya langsung menurunkan kaca jendelanya.
“Ada apa, Pak Budi?”
Tanpa basa- basi lagi Budi menjawab,
“Saya antar,”
“Nggak usah, Pak,” tolak Poppy.
“Saya antar! Saya parkir mobil saya dulu,” kata Budi yang lebih mirip seperti perintah yang tidak boleh dibantah, tiba-tiba dengan gerakan cepat Budi mematikan mesin mobil Poppy dan mencabut kunci mobil Poppy lalu kembali ke mobil miliknya. Poppy yang melihat kejadian itu kaget matanya membulat.
Pak Amin Cuma bengong ketika melihat kejadian itu.
“Pak Budi!” seru Poppy dengan nada tinggi.
Setelah memarkirkan mobil miliknya Budi kembali ke mobil Poppy. Terlihat Poppy diam dengan wajah kesal. Budi membuka pintu bagian kemudi.
“Maaf, terpaksa saya lakukan demi kebaikan Ibu,” Budi mencoba untuk menjelaskan.
Poppy memandang ke arah Budi sambil melotot.
“Tapi nggak harus merebut kunci mobil saya!” ujar Poppy kesal.
“Terpaksa. Daripada nanti Ibu kabur.”
“Memangnya saya anak kecil?”
“Ibu yang menyetir atau saya yang menyetir?” Budi mengacuhkan perkataan Poppy.
Lalu Poppy keluar bagian kemudi memutar ke bagian penumpang di sebelah kemudi dan Budi mengikutinya dari belakang.
“Kamu ngapain ikutin saya?" Poppy melirik ke belakang.
Tanpa banyak bicara Budi membukakan pintu mobil untuk Poppy, tangan kirinya di letakkan diatas kepala Poppy agar tidak terbentur. Setelah Poppy duduk dengan nyaman Budi menutup pintu mobil dengan hati-hati. Lalu ia memutar masuk ke bagian kemudi dan mulai memundurkan mobil.
“Pergi dulu, Pak," pamit Budi kepada Pak Amin.
“Ya, Pak Budi."
Mobil pun meluncur di jalan raya.
.
.
.
.
.
.
Hai readers,...
Terima kasih karena masih setia dengan author yang nggak jelas ini.
Jangan lupa like dan komentarnya, ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
soft drink
mata Tari jeli kl melihat Budi
2021-09-20
3
koceng oren
Budi, kasihan tuh anak orang ditinggalin aja
2021-09-20
3
karung beras
kacian deh loe Tari
2021-09-20
3