"Terimakasih banyak untuk kirimannya ya Mbak. Manda pasti akan senang sekali. Dan terimakasih juga untuk gamisnya. Aku benar-benar merasa tidak enak hati."
"Sama-sama Sus... Maaf, aku tidak bisa datang langsung ke rumah. Aku hanya khawatir jika sampai membuat ibu kambuh lagi. Aku titip Manda dan juga ibu ya Sus.".
"Iya Mbak. Inshaallah, aku akan menjaga ibu Dahlia dan juga Manda dengan baik."
Percakapan antara suster Ana dan Seroja melalui sambungan telepon berakhir tatkala Manda mengayunkan kakinya untuk menjangkau area teras. Suster Ana kembali menyimpan ponsel ke dalam saku gamisnya dan mendekat ke arah gadis kecil itu.
"Manda mau kemana, Sayang?"
Manda yang baru saja keluar dari kamar sejenak menghentikan langkah kakinya. Masih sambil menatap arah depan, gadis kecil itu sedikit mengulas senyumnya. "Manda ingin duduk di teras Sus. Suster Ana sedang berbicara dengan siapa?"
Suster Ana mendekat ke arah Manda. Ia pegang bahu gadis kecil itu dan perlahan ia bawa untuk duduk di kursi kayu yang berada di ruangan ini.
"Suster Ana sedang berbicara dengan kak Seroja melalui telepon, Sayang. Apa Manda tahu, apa yang diberikan oleh kak Seroja untuk Manda?"
Manda menggeleng pelan. "Tidak Sus. Manda tidak tahu. Memang kak Seroja membelikan apa untuk Manda?"
Suster Ana meraih paper bag yang sebelumnya ia letakkan di bangku kecil yang berada di sudut ruangan. Ia letakkan paper bag itu di atas pangkuan Manda.
"Kak Seroja membelikan mukena baru untuk Manda. Mukena ini cantik sekali Sayang. Sama persis dengan wajah Manda yang juga cantik ini."
Mendengar penuturan suster Ana membuat binar-binar kebahagiaan terlukis jelas di wajah gadis kecil itu. Tangannya meraba-raba sebuah paper bag berwarna cokelat itu dan mengeluarkan isi yang tersimpan di dalamnya.
"Suster, benarkah ini mukena baru untuk Manda?"
"Benar, Sayang. Bukankah kak Seroja sudah berjanji untuk membelikan mukena untuk Manda? Dan hari ini kak Seroja menunaikan janji itu."
Dengan penuh semangat, Manda membuka resleting tas yang membungkus mukena. Ia merentangkan kedua tangannya untuk membentangkan mukena itu. "Sus, mukena ini berwarna apa?"
"Mukena ini berwarna merah jambu Sayang, sama seperti warna kesukaan Manda."
"Benarkah itu Sus? Mukena ini pasti sangat cantik."
"Tentu Sayang, mukena ini terlihat sangat cantik apalagi jika Manda yang memakainya." Suster Ana meraih mukena yang berada di tangan Manda dan ia pasangkan di tubuh Manda. "Mashaallah ... kamu benar-benar cantik Sayang. Kak Seroja memang pandai memilih. Mukena ini sungguh sangat pas di badan Manda."
Kebahagiaan itu masih terlihat jelas di wajah Manda. Senyum manis tiada henti terbit di bibir gadis kecil itu. "Apakah setelah ini Manda bisa memulai untuk shalat Sus?"
Suster Ana menganggukkan kepalanya meski ia sadar bahwa apapun gerak tubuh yang ia tampakkan di depan Manda tidak akan diketahui oleh gadis kecil itu. "Tentu Sayang. Mulai hari ini Manda bisa mulai untuk shalat lima waktu. Nanti Manda dan suster Ana bisa shalat berjamaah."
"Tapi Manda belum bisa untuk membaca bacaan shalat dan juga gerakannya. Lalu, bagaimana cara Manda bisa mengerjakan shalat lima waktu?"
Raut kebahagiaan yang sebelumnya terlukis di wajah Manda, perlahan memudar. Sejauh ini, ia sama sekali belum pernah untuk mengerjakan apa itu yang dinamakan shalat. Sehingga membuat wajahnya sedikit sendu. Ia teramat takut jika Sang maha penggenggam kehidupan tidak akan mengabulkan doa-doanya dikarenakan ia belum bisa dan belum hafal gerakan shalat.
Dengan penuh kelembutan, Ana mengusap kepal Manda yang berbalut mukena itu dengan lembut. Satu amanah lagi yang harus ia kerjakan yakni bisa membimbing Manda untuk menjadi generasi penerus yang mengenal siapa Tuhannya. Dengan mengenal Allah, Ana percaya jika kelak gadis kecil ini yang akan menjadi penyelamat keluarganya dari siksa api neraka.
"Manda tidak perlu risau. Nanti sebagai langkah awal, suster Ana yang akan mengajari Manda untuk melakukan gerakan shalat. Sedang untuk bacaannya, yang terpenting Manda bisa menghafal surah Al-fatihah terlebih dahulu dan untuk yang lain termasuk bacaan shalat, Manda bisa mendengarkan melalui ponsel suster Ana."
Kesenduan yang sebelumnya sedikit terbias di wajah Manda, kini perlahan mulai menghilang. Mendengar ucapan Ana seakan kembali menghadirkan semangatnya untuk menjadi anak shalihah.
"Apakah setelah Manda rajin shalat lima waktu, doa-doa yang Manda panjatkan bisa segera dikabulkan oleh Allah, Sus?"
Ana masih terlihat mengusap-usap kepala dan bahu Manda dengan penuh sayang. Ia tersenyum penuh arti melihat gadis kecil di hadapannya ini begitu bersemangat untuk mulai mengenal siapa Tuhannya. Pastinya dengan ritual ibadah wajib yang dalam sehari sebanyak lima kali ia tunaikan.
"Allah maha pengasih dan juga maha penyayang, Sayang. Jadi Manda harus yakin dan percaya bahwa Allah pasti akan mengabulkan doa-doa yang Manda panjatkan. Kalau suster Ana boleh tahu, apa yang menjadi doa Manda?"
Tatapan mata Manda nampak sedikit menerawang. Gadis kecil itu terlihat seperti memikirkan sesuatu. "Manda hanya ingin ibu dan kak Seroja selalu bahagia, Sus. Dan kelak bisa masuk ke dalam surga." Tautan pandangan yang sebelumnya Manda arahkan ke depan, perlahan ia geser ke arah bawah. Kini kepala gadis kecil itu sedikit menunduk. "Manda juga akan berdoa, semoga suatu saat nanti, Manda bisa kembali melihat."
Suster Ana tidak lagi bisa membendung segala keharuan yang tiba-tiba muncul ke permukaan hatinya. Sebuah doa sederhana yang terucap dari bibir kecil gadis ini namun sejatinya memiliki makna yang begitu dalam. Suster Ana menarik tubuh Manda untuk ia bawa ke dalam dekapannya.
"Sungguh mulia hatimu Sayang. Asal Manda tahu, yang menjadi sumber kebahagiaan ibu dan juga kak Seroja adalah kehadiran Manda. Anak shalihah yang kelak bisa menyelamatkan ibu dan kak Seroja dari siksa api neraka. Suster Ana percaya jika suatu hari nanti Allah pasti akan mengabulkan doa dan pinta Manda."
🍁🍁🍁
Rintik gerimis terlihat membasahi bumi tatkala Seroja tengah duduk di salah satu kafe yang berada di pinggiran kota. Saat ini masih pukul dua siang, namun suasana di luar sana terlihat gelap. Nampaknya kumpulan awan mendung masih enggan untuk memudar dan tetap memilih untuk bergerombol membentuk bulu-bulu domba, meskipun ia sudah berhasil memuntahkan sebagian isi di dalam perut berupa titik-titik air itu.
Seroja menyimpan ponselnya ke dalam tas. Setelah percakapannya dengan suster Ana melalui telepon berakhir, wanita itu memanggil salah seorang waiters untuk memesan salah satu menu kopi favorit yang ada di kafe ini. Setelahnya, ia kembali fokus melihat keadaan di luar yang sudah dihiasi dengan rintik air hujan.
Wanita itu terlihat sedikit lega karena hanya dalam waktu beberapa saat saja, mukena dan gamis untuk Manda, suster Ana dan juga sang ibu telah tiba di tempat tujuan. Seroja terpaksa menggunakan jasa kurir untuk bisa mengantarkan benda itu sampai di rumah yang ditinggali oleh ketiga orang itu. Karena, akan sangat berbahaya jika ia mengantarkannya sendiri. Bisa-bisa sang ibu kembali terguncang.
Tak selang lama, waiters itu kembali menghampiri Seroja. Dan setelah secangkir vanilla latte beserta fish and chips tersaji di hadapan Seroja, dan mempersilakan customernya untuk menikmati sajian ini dengan penuh keramahan, waiters itupun segera berlalu meninggalkan Seroja untuk kembali melanjutkan pekerjaannya.
Sembari menyesap secangkir vanilla latte, Seroja masih enggan untuk menggeser pandangannya dari rintik air langit yang semakin lama semakin melebat. Ia masih terkesima dengan salah satu fenomena alam seperti ini. Meski rintik air hujan itu nampak begitu kecil, namun tetap saja dapat menimbulkan denting suara yang nyaring tatkala merembet ke dalam indera pendengaran manusia.
"Sayang ... maaf, aku datang terlambat."
Suara bariton yang tetiba terdengar di samping tubuh Seroja, membuat pikiran wanita itu sedikit terusik. Suara bariton itu sepertinya mampu menarik paksa kesadarannya yang sebelumnya menghilang entah kemana. Seroja menautkan pandangan ke arah sumber suara dan terlihat seorang lelaki tampan dengan mantel berwarna cokelat mendekat ke arahnya.
Seroja mengulas sedikit senyumnya. Seutas senyum yang menjadi sebuah isyarat bahwa ia teramat bahagia bisa bertemu kembali dengan lelaki ini. "Tidak apa-apa Mas. Aku juga belum terlalu lama menunggu."
Lelaki yang tidak lain adalah Randy itu mulai melepas mantel yang ia pakai. Ia letakkan mantel itu di atas punggung kursi kosong yang ada di hadapan Seroja dan perlahan ia langkahkan kakinya untuk duduk di sisi Seroja.
"Bagaimana kabar kamu Sayang? Aku sungguh merindukanmu!"
Randy merapatkan tubuhnya untuk bisa lebih dekat dengan Seroja. Ia belai lembut pipi wanita di sampingnya ini sembari merapikan anak-anak rambut Seroja yang terlihat sedikit berantakan. Tidak ada ekspresi wajah yang ditampakkan oleh Seroja selain sapuan warna merah jambu di tulang pipinya. Sebagai pertanda jika saat ini ia tengah tersipu malu.
"Aku baik-baik saja Mas. Apakah pekerjaanmu sudah selesai?"
Randy memberikan sebuah kecupan intens di kening Seroja. Seakan mencurahkan segala rasa yang ia miliki untuk wanita itu. Entah perasaan apa yang ia miliki. Namun perlakuan Randy terhadap Seroja terlihat lebih dari sekedar hubungan sesaat. Randy selalu memperlakukan Seroja layaknya istri sahnya.
"Sudah Sayang. Tiga hari aku ada di luar kota. Dan tatkala semua urusanku sudah selesai, aku bersegera menemuimu." Tangan Randy meraih jemari tangan Seroja dan ia berikan kecupan di buku-buku jemari wanita itu. "Aku bersegera menemuimu karena aku benar-benar merindukanmu."
Perlakuan dan ucapan Randy yang seperti inilah yang selalu membuat hati Seroja dipenuhi oleh kehangatan. Hanya dari Randy lah ia bisa merasakan bagaimana bahagianya diperlakukan istimewa oleh seorang laki-laki. Yang mungkin sedari dulu tidak pernah ia dapatkan.
Seroja melingkarkan lengan tangannya ke pinggang Randy dan meletakkan kepalanya di dada bidang lelakinya ini. "Aku juga sangat merindukanmu Mas."
Ia cium harum aroma tubuh lelaki bernama Randy ini yang semakin membuat Seroja tidak ingin jauh darinya. Jika hanya sebatas wanita simpanan sebagai pemuas na*fsu hubungannya dengan Randy tidak akan seintim ini. Ia merasa benar-benar sudah jatuh cinta dengan lelaki ini.
"Aaahhhh ... kamu selalu saja bersikap manis seperti ini Sayang. Sehingga membuatku tidak sabar untuk segera ke apartemen. Pastinya untuk menghabiskan waktu berdua denganmu."
Seroja melerai sedikit pelukannya. Ia tatap netra milik Randy dibarengi dengan kening yang sedikit mengerut. "Kamu tidak ingin pesan kopi terlebih dahulu Mas? Sayang kalau sudah tiba di kafe ini, mas Randy tidak mencicipi hidangan yang disajikan di tempat ini."
Randy hanya menggeleng pelan sembari menyunggingkan senyum simpul di bibirnya. Tanpa basa-basi, lelaki itu mendekatkan wajahnya di pipi Seroja dan sekilas ia berikan sebuah kecupan di sana. "Jika sudah melihat wajahmu, aku seperti tidak berselera untuk mencicipi apapun Sayang."
Seroja hanya terkekeh kecil mendengar ucapan lelakinya ini. Karena menurutnya, ucapan Randy ini terdengar begitu menggelitik telinga. "Kamu bicara apa sih Mas. Seperti remaja abg saja."
Tangan Randy menyusuri kaki Seroja yang nampak begitu mulus karena wanita itu hanya memakai dress selutut saja. Perlahan tangannya menyusup ke dalam dress itu yang sukses membuat Seroja merasakan gelenyar aneh dalam tubuhnya. "Mari kita segera ke apartemen, Sayang. Aku sudah tidak sabar untuk bersegera menikmati tubuhmu yang selalu menjadi candu untukku itu."
🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Nanonano 🌱
i can't say anything 😓
2022-03-07
0
Ummi Alfa
Kenapa Randy ndak nikah siri aza sama Seroja biar halal.
2022-02-28
0
ℒℴℴ𝓃𝓀Ryuzein•𖣤᭄😎
waah ambigu sekali gaknkuat bacanya kerna masih lajang kali yaa....
2021-12-10
0