Author PoV
"Mami Laura!"
Seroja yang tengah berbaring di atas hospital bed ruang UGD, sedikit terperanjat tatkala di sisi ranjangnya telah berdiri sosok seorang wanita yang berusia hampir sama dengan sang ibu. Wanita itu mengulum senyum termanis yang ia miliki. Seakan menyambut kesadaran Seroja dengan penuh kebahagiaan.
"Bagaimana keadaanmu Ja? Apakah kamu baik-baik saja?"
Seroja mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling. Ruangan yang didominasi oleh warna putih dan tirai-tirai berwarna hijau. Perlahan tangannya terulur menyentuh pelipisnya. Mencoba mengusir rasa pening yang menyerang di bagian kepalanya.
"A-aku berada di mana?" ucap Seroja lirih sembari berupaya menggeser tubuhnya untuk bisa dalam posisi bersandar.
"Kamu tidak ingat dengan apa yang terjadi?"
Mami Laura menggeser sebuah kursi yang terbuat dari plastik untuk ia jadikan tempat mendaratkan bokongnya. Wanita itu duduk di sisi ranjang seraya menatap netra milik Seroja dengan lekat. Entah apa yang ia pikirkan, namun pagi ini, wanita itu nampak begitu bahagia.
Dahi Seroja mengerut, kedua alis matanya saling bertaut, mencoba untuk mengingat kembali apa yang sebelumnya telah terjadi. Mulutnya semakin menganga lebar tatkala percakapannya dengan dokter Fakhri yang beberapa saat lalu terjadi, mulai berkeliaran di dalam memory otaknya.
Sepasang jendela hati milik Seroja kian memanas hingga membentuk titik-titik embun di sana. Tidak perlu menunggu lama lagi, butiran-butiran embun itu mulai jatuh menetes membasahi pipinya.
"A-Alamanda.... "
Nama sang adik lah yang seketika keluar dari bibirnya. Tetes-tetes embun itu kian berjatuhan dari bingkai kelopak mata Seroja. Jantungnya semakin berdenyut nyeri tatkala terbayang keadaan sang adik yang saat ini berada di dalam kegelapan yang hakiki.
Ceklekkk..
Terdengar suara pintu dibuka dari arah luar. Seroja dan Laura sama-sama menautkan pandangan mereka ke arah sumber suara, dan terlihat sosok dokter muda nan tampan berjalan mendekat ke arah Seroja.
"Bagaimana keadaan Mbak pagi ini? Apakah masih pusing? Atau mungkin tubuh Mbak terasa lemah?" tanya dokter Fakhri mencoba membuka pembicaraan dengan salah satu pasiennya ini.
Seroja mengangguk samar. "Iya Dok, saya masih sedikit merasa pening dan tubuh saya rasanya juga lemah sekali."
Dokter Fakhri tersenyum simpul sembari mengangguk pelan. "Tekanan darah Mbak rendah, dan juga perut Mbak dalam keadaan kosong. Hal itulah yang membuat Mbak .... maaf dengan Mbak siapa?"
"S-Seroja Dok!"
"Ah iya, mbak Seroja tiba-tiba pingsan."
"Lalu, bagaimana dengan adik saya Dok? D-dia baik-baik saja bukan?"
Rasa cemas mengenai keadaan sang adik masih saja bergelayut manja di dalam benak dan hati Seroja. Andai saja sebelumnya Tuhan menawarkan terlebih dahulu siapa yang akan menanggung beban derita itu, pastinya ia akan menggantikan posisi sang adik. Sungguh, tidak pernah bisa ia bayangkan bagaimana cara Alamanda untuk menjalani hari-hari terberat dalam hidupnya setelah ia terbangun dari tidur panjangnya.
Dokter Fakhri kembali mengulas senyum manis yang ia punya, hingga membentuk dua lesung di pipinya. "Kami sudah mengambil tindakan operasi untuk adik mbak Seroja, tentunya untuk membersihkan sisa-sisa serpihan kaca yang mengenai mata adik mbak Seroja sehingga tidak menyisakan hal berbahaya."
Seroja terperangah. "O-Operasi Dok?"
"Iya Mbak, operasi?"
"L-lau berapa banyak biaya yang harus saya bayar untuk operasi Alamanda, Dok?"
"Mbak Seroja tenang saja. Karena biaya operasi Alamanda sudah ditanggung oleh ibu ini."
Dokter Fakhri menunjuk ke arah Laura dibarengi dengan Seroja yang juga menautkan pandangan matanya ke arah wanita paruh baya itu. Laura tersenyum simpul seakan memberikan sebuah isyarat bahwa semua akan baik-baik saja.
"Kalau begitu, saya permisi terlebih dahulu Mbak. Akan saya buatkan resep vitamin untuk mbak Seroja agar tubuh mbak Seroja bisa kembali pulih seperti sedia kala."
Seroja mengangguk pelan. "Baik Dok, terimakasih."
Dokter Fakhri memutar tumitnya dan mengayunkan kakinya untuk keluar dari ruangan ini. Setelah tubuh dokter Fakhri menghilang di balik pintu, Seroja kembali menatap lekat manik mata Laura dengan sorot mata yang sukar terbaca.
"Ada maksud apa mami Laura mau menolongku?"
Laura tergelak lirih. "Kamu pasti sudah tahu jawabannya bukan?"
🍁🍁🍁🍁
"Aku tidak mau jika harus menjadi wanita malam, Mi. Aku tidak mau!"
Tatkala tubuhnya sudah sedikit lebih kuat, Seroja keluar dari ruang UGD dan melangkahkan kakinya menuju sebuah taman yang berada di tengah-tengah area rumah sakit. Ia daratkan bokongnya di bangku taman yang terbuat dari beton sembari menikmati udara pagi di sekitar tempat ini.
Harum aroma basah sisa hujan semalam masih begitu terasa menyejukkan. Meski sang mentari sudah mulai menampakkan kemilau sinar keemasannya, namun hawa dingin di kota ini masih belum hilang dan tetap mendominasi.
Laura yang tengah berdiri di bawah salah satu pohon cemara kipas terdengar berdecih lirih. "Jika kamu tidak mau bekerja denganku, lalu bagaimana caranya kamu bisa melunasi semua uang yang telah aku keluarkan untuk biaya operasi Alamanda, Ja? Coba katakan kepadaku bagaimana caranya?"
"Aku masih bekerja di pabrik pembuatan sarung tangan Mi, dan setiap bulan aku pasti bisa mencicilnya."
"Hahahaha sebegitu percaya dirinyakah kamu bisa melunasi semua hutangmu Ja, padahal mulai saat ini kebutuhan hidupmu semakin banyak?"
"Aku paham akan hal itu Mi. Namun, aku pasti bisa untuk melunasinya."
Laura yang sebelumnya berdiri memunggungi Seroja, kini wanita itu berbalik badan. Ia langkahkan kakinya perlahan untuk mendekat ke arah Seroja. Wanita paruh baya itu ikut duduk di sisi Seroja.
"Selain harus menopang kehidupan dan perawatan Alamanda pasca operasi, kamu juga memiliki satu pasien dengan gangguan kejiwaan, Ja."
Seroja sedikit terkejut mendengar penuturan Laura yang seperti menimbulkan makna ambigu. "Maksud Mami apa? Pasien gangguan kejiwaan siapa yang Mami maksud?"
Laura meraup udara dalam-dalam dan ia hembuskan perlahan. "Ibumu menjadi gila setelah berhasil membunuh Ajisaka!"
"Apa? I-Ibu gila dan A-ajisaka mati?!"
Laura mengangguk. "Ya, Ajisaka mati setelah kehabisan darah akibat terkena tusukan serpihan kaca yang dilayankan oleh ibumu. Dan sekarang, dia ada di rumah sakit jiwa. Apakah kamu yakin bisa mengurus semua kebutuhan ibu dan juga Alamanda?"
Seroja sedikit termangu tatkala ia mendengar kabar tentang kematian Ajisaka. Sedikit rasa lega menyelinap masuk ke dalam relung hatinya, karena pada akhirnya, lelaki biadab itu menemukan ajalnya. Namun, ketika teringat akan keadaan sang ibu, rasa sesak itu kembali menyergap. Mungkinkah sang ibu menjadi gila karena melihat perbuatan Ajisaka di depan matanya? Jika memang benar, rasa bersalah itu semakin terasa menghujam jantungnya.
"T-tapi aku masih bisa memenuhi semuanya dengan bekerja di pabrik, Mi. Jadi aku rasa tidak perlu ikut bekerja dengan Mami."
"Hahahaha hahahaha Seroja, Seroja! Dalam keadaan seperti inipun kamu masih belum mau menyerah untuk tetap bertahan pada prinsip hidup konyolmu itu?"
Seroja terperangah. "Maksud Mami apa?"
Laura menatap kedua netra Seroja dengan intens. Wanita paruh baya itu sedikit mengulas senyumnya. "Bukankah mahkota paling berharga yang mati-matian kamu jaga selama ini sudah direnggut oleh Ajisaka? Jadi, apa yang masih kamu pertahankan?"
Laura menepuk-nepuk pundak Seroja seraya tersenyum sinis. "Saat ini, kamu dan wanita-wanita yang menjadi peliharaanku sama. Sama-sama sudah tidak perawan. Jadi, ayo ikut bekerja saja denganku! Aku pastikan, kehidupan kamu akan jauh lebih bahagia daripada saat ini."
Mendengar kata demi kata yang terucap dari bibir Laura, seakan menarik paksa kesadaran Seroja akan keadaannya saat ini. Ya, saat ini sudah tidak ada lagi sesuatu berharga yang ada di dalam dirinya. Semua sudah hilang. Terenggut secara paksa bersamaan dengan kehancuran hidupnya.
Manik mata Seroja menatap lekat wajah Laura, namun tetap saja terasa kosong dan hampa. Bulir kristal itu kembali terjun bebas dari telaga bening miliknya. "Baiklah Mi, aku akan ikut bekerja dengan Mami!"
Laura tersenyum lebar. Pada akhirnya, sang primadona lokalisasi yang ia tempati, ikut bergabung di bawah asuhannya. "Bagus itu Ja. Bagus!"
Seroja mengalihkan pandangan matanya ke arah kolam ikan yang dihiasi oleh bunga teratai. Senyum ironi dan penuh luka terbit di bibir wanita berusia dua puluh lima tahun itu. Ternyata, filosofi dari bunga teratai yang tidak akan pernah terpengaruh oleh lingkungan kotor yang berada di sekelilingnya, saat ini berbalik seratus delapan puluh derajat. Pada akhirnya, Seroja ikut larut juga dalam lembah nista di bawah tangan Laura.
Semua sudah terlanjur hancur, maka aku memilih untuk meluruhkan tubuhku dalam kehancuran ini agar lebih hancur. Aku kira Engkau akan selalu ada untukku, Tuhan.. Tapi ternyata, Engkau tidak pernah sedikitpun menganggapku ada. Dan mulai saat ini, aku akan menghancurkan diriku sendiri ke dalam kubangan dosa dan nista itu.
.
.
🍁🍁🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
iyah💋
begitu flasback seroja,tak dapat di hakimi apa yg seroja pilih,krna bentuk sebuah perasaan kecewa
2022-02-21
0
🌹Dina Yomaliana🌹
ahh dasar si mami Laura😤😤 harus ada imbalan pula setelah mengeluarkan biaya mahal utk operasi Alamanda🙄 kan situ ngak diminta sama Seroja buat operasi Alamanda, kenapa si mami tua bangka itu malah kekeuh banget sih? udah terlalu terpesona sama tubuh Seroja dan mau menjebak Seroja biar dia mau kerja sama situ😫😫😫 dasar jahat si Laura😫
2021-10-22
0
candra rahma
fahri anak nya ramadan ellana ya kak Rasti trs Fakhrul dimana kak 😁😁😁😁apa jd penerus ayah rama
2021-10-12
0