"Dasar anak tidak tahu diuntung!"
"Aaahhh ... sakit Bu!"
Seroja memekik kesakitan tatkala rambut miliknya ditarik ke belakang oleh Dahlia. Setelah berhasil meloloskan diri dari cengkeraman lelaki yang akan menjadi pelanggan pertamanya, wanita itu membawa tubuhnya untuk kembali ke rumah. Pulang, satu kata itulah yang menjadi keinginan Seroja tatkala raganya terasa begitu terbelenggu berada di kamar hotel terkutuk itu.
"Sedikit lagi kamu bisa pulang dengan membawa segepok uang yang diberikan oleh pelangganmu, namun kamu justru melarikan diri dengan tangan hampa? Benar-benar bo*doh kamu Ja!"
"Ibu ... sakit!"
Rumah yang diharapkan oleh Seroja akan menjadi tempat paling nyaman untuk memulihkan segala lara yang mengoyak jiwa rapuhnya, justru hal sebaliknya yang ia temukan. Tiba di depan rumah, sang ibu justru menyambut kepulangannya dengan raut wajah memerah, dipenuhi oleh amarah.
Dahlia nampak semakin membabibuta menarik rambut Seroja. Wajahnya sungguh sudah sangat mengerikan layaknya seekor singa betina yang diganggu ketenangannya.
"Ini akibatnya jika kamu tidak pernah mau mendengarkan apa yang aku katakan. Aku sudah membuka sebuah jalan yang akan membawamu ke dalam hidup yang dipenuhi oleh kemewahan, tapi mengapa kamu sia-siakan, hah?!"
"Seroja tidak mau menjadi wanita malam, Bu! Seroja tidak mau! Itu semua bertentangan dengan apa yang menjadi prinsip hidup Seroja!"
"Persetan dengan prinsip hidup yang tidak akan pernah membuatmu kenyang dan hidup dalam keadaan serba kecukupan Ja. Benar-benar bo*doh kamu!"
Bug!!
Dahlia mendorong tubuh Seroja hingga membuat wanita itu tersungkur di atas lantai. Dengan pongah, Dahlia berdiri di hadapan Seroja yang tengah terduduk di atas lantai itu.
"Aku tidak mau tahu. Besok, kamu harus kembali menemui Laura dan meminta pekerjaan yang sudah kamu sia-siakan ini!"
Dahlia memutar tumit dan mengayunkan kakinya untuk meninggalkan Seroja yang masih bersimpuh di lantai. Tanpa belas kasih, ia meninggalkan wanita penuh oleh luka yang saat ini terkulai lemah di atas lantai. Dengan pongah, ia masuk ke dalam kamar pribadinya.
Seroja menatap nanar punggung Dahlia yang semakin lama semakin menghilang di balik gordyn kamar. Ia sandarkan kepalanya di permukaan daun pintu sembari menatap ke arah depan dengan tatapan nyalang dan menerawang. Lagi, seonggok daging bernyawa dalam raganya kembali terkoyak dengan apa yang telah diberikan oleh sang ibu. Rumah yang seharusnya bisa menjadi tempat untuk berlindung dari kepahitan dunia yang tersaji di luar sana, justru menjadi sebuah tempat yang hampir sama seperti kerak neraka.
Membakar tulang-tulang tubuhnya. Menggerogoti kekuatan jiwanya dan memadamkan cahaya cinta yang seharusnya ia dapatkan. Bibir Seroja bergetar di iringi dengan lelehan air mata yang mulai mengalir dari jendela hatinya. Kristal bening yang sedari ia tahan agar tidak menetes di hadapan sang ibu, kini tumpah ruah seperti ikut menumpahkan semua rasa sakit yang ia rasakan.
Ia kembali meraung dengan air mata penuh luka yang begitu deras mengalir di pipinya. Berkali-kali ia memukul dadanya sebagai isyarat mengusir rasa sakit yang begitu menghujam jiwa. Otaknya juga serasa buntu, dengan siapa ia harus membagi perih yang saat ini ia rasakan. Dan daun pintu yang membisu ini seperti turut menjadi saksi betapa luka itu benar-benar terasa tak terperi.
"Kak Seroja!"
Tangis Seroja seketika terhenti tatkala suara lembut seorang gadis kecil mulai merembet masuk ke dalam indera pendengarannya. Ia menggiring pandangan dan kedua netranya menangkap bayangan gadis kecil dengan piyama berkarakter hello kitty itu berjalan pelan mendekat ke arahnya.
Gegas, Seroja menyeka air mata yang membasahi pipi dan sedikit menyunggingkan sisa senyum manis yang masih ia punya di sela lara hati yang masih terasa. "Alamanda?"
Tubuh kecil Alamanda menghambur ke dalam pelukan Seroja yang masih terduduk di atas lantai. Gadis kecil itu juga ikut bersimpuh. "Kak Seroja mengapa menangis? Apa ibu memarahi kak Seroja?"
Penuh kepolosan Alamanda mempertanyakan apa yang tengah dialami oleh kakaknya ini. Suara sang ibu dengan intonasi tinggi sukses membuat gadis kecil berusia enam tahun itu terjaga dari buaian mimpinya. Dan pada akhirnya ia mendapatkan tubuh sang kakak sudah terkulai lemah di depan pintu masuk dengan derai air mata yang tiada henti mengalir.
Senyum getir terlukis di bibir Seroja yang masih sedikit bergetar. Ia menggelengkan kepala pelan. "Tidak Sayang ... ibu sama sekali tidak memarahi kak Seroja."
"Tapi mengapa kak Seroja menangis?"
"I-ini Kakak tidak menangis Sayang. Kakak hanya kelilipan."
Masih digelayuti tubuh kecil Alamanda, Seroja mencoba untuk bersikap setenang mungkin meski isak tangis itu seakan masih ingin keluar. Seperti inilah Alamanda. Gadis kecil itu selalu peka dengan keadaan yang di matanya terlihat tidak biasa.
Alamanda mengurai sedikit pelukannya. Ia tatap netra Seroja yang masih sembab oleh air mata dengan tatapan penuh keteduhan. Jemari tangan Alamanda terulur untuk mengusap lembut pipi kakak tercintanya ini.
"Jangan menangis kak Seroja. Jika Kakak menangis, Manda pasti juga akan ikut bersedih. Kita istirahat di kamar ya Kak."
Rasa haru perlahan menyelinap ke dalam relung hati Seroja. Perhatian kecil yang diberikan oleh sang adik, nyatanya bisa menghempas sedikit kepedihan batin yang tengah ia rasakan. Tubuh kecil Alamanda, pada kenyataannya bisa menjadi sandaran yang terasa kian menguatkan jiwa.
Alamanda bangkit dari posisi sebelumnya. Tangan milik gadis kecil itu menarik lengan tangan sang kakak untuk membuatnya berdiri.
"Kita masuk kamar ya Kak. Kak Seroja harus beristirahat."
Kepala Seroja mengangguk pelan. Senyum di bibirnya semakin merekah kala manik mata wanita itu menatap wajah mungil sang adik yang memancarkan binar cinta yang teramat kentara. Ia baru tersadar jika di tempat ini, ia masih memiliki malaikat kecil yang mampu menggantikan sayap-sayap dalam tubuhnya yang telah patah.
"Terimakasih Sayang."
🍁🍁🍁🍁
"Aku sungguh bahagia bisa melihatmu kembali ke rumah Sayang!"
Dengan membawa secangkir kopi hitam, Dahlia mendaratkan bokongnya di kursi kayu yang berada di teras. Pagi ini suasana hati wanita paruh baya itu seakan dipenuhi oleh bunga-bunga kebahagiaan karena sang suami telah pulang.
Lelaki berusia tiga puluh tujuh tahun itu meraih cangkir kecil yang sebelumnya dibawakan oleh Dahlia. Perlahan, ia mulai menyeruput kopi hitam yang masih dipenuhi oleh kepulan asap itu.
"Pekerjaanku sudah selesai Ma. Jadi untuk sementara waktu, akan aku gunakan kesempatan ini untuk beristirahat sejenak, sebelum mandor di tempatku bekerja kembali memanggilku untuk mengerjakan proyek baru."
Ajisaka, lelaki yang sudah beberapa tahun ini hadir di kehidupan Dahlia. Sebelumnya mereka dipertemukan pada saat Ajisaka menjadi salah satu pelanggan Dahlia dan pada akhirnya mereka saling jatuh cinta.
Lelaki itu berusia lebih muda daripada Dahlia. Meski lebih muda, kenyataannya kehadiran lelaki itu mampu membuat Dahlia cinta mati terhadapnya. Lelaki itu bekerja di proyek bangunan di luar kota, dan satu bulan sekali, ia baru bisa pulang.
"Ayah!"
Alamanda memekik kegirangan tatkala sosok lelaki yang ia rindukan hadir di depan matanya. Gadis itu menghambur ke pelukan sang ayah untuk melupakan kerinduan yang ada.
"Hemmmm anak Ayah sudah besar. Hari ini kamu tidak sekolah?"
Alamanda menggeleng. "Tidak Ayah. Manda sedang libur."
Ayah, ibu dan anak itu semakin larut dalam kehangatan yang tercipta. Layaknya sebuah keluarga bahagia yang tengah melepas rindu karena lelaki yang menjadi tulang punggung, kembali pulang.
"Ibu, Seroja berangkat ke pabrik dulu!"
Obrolan ringan Ajisaka, Dahlia dan Alamanda terpangkas tatkala Seroja keluar dari dalam kamar. Dengan seragam khas karyawan pabrik, wanita itu bersiap untuk pergi bekerja.
Seroja mengulurkan tangannya bermaksud untuk bersalaman dengan sang ibu. Namun sayang seribu sayang, wanita itu menepis tangan Seroja.
"Tidak perlu bersalaman denganku. Karena bagaimanapun juga, aku tidak akan pernah menganggapmu sebagai anak, sebelum kamu kembali ke Laura."
Seroja hanya tersenyum kecut tatkala niat baiknya meminta izin kepada sang ibu justru mendapatkan sebuah penolakan. "Baiklah Bu. Seroja berangkat terlebih dahulu." Seroja meautkan pandangannya ke arah sang adik yang tengah berada di pangkuan Ajisaka. "Sayang, Kakak berangkat dulu ya."
"Iya Kakak. Kak Seroja hati-hati ya."
Seroja tersenyum ke arah Ajisaka dengan mengulas sedikit senyumnya. "Mari Pak. Saya berangkat terlebih dahulu."
Ajisaka terkesima menatap tubuh wanita cantik yang berdiri di hadapannya ini. Senyum seringai muncul di bibir lelaki itu. "Oh iya, Hati-hati Ja!"
Seroja membawa tubuhnya untuk meninggalkan teras ini. Dengan penuh semangat, wanita itu mulai menapaki harinya untuk bekerja sebagai salah satu buruh pabrik.
Kemana aku selama ini sampai tidak menyadari bahwa ada wanita cantik di rumah ini. Ahhh ... sepertinya tubuh wanita itu jauh lebih nikmat untuk aku nikmati daripada ibunya ini.
.
.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
ℒℴℴ𝓃𝓀Ryuzein•𖣤᭄😎
semangat Thor🦾
2022-02-17
0
Riyanti Riri
gak ibu gak bapak tiri pikirannya gak ada yg bener....piktor semua...harus di bawa ke tukang service otak nih kayanya /atau klo perlu di rendam deterjen otaknya biar kinclong
2021-12-29
0
Satriawanty Meitridwi Irwansyah
mulai dah muncul biang2 kamvret nih🤫🤫
2021-11-23
0