“Jadi dia masih belum mau bicara?”
“Aku sudah mencoba membujuknya, tapi dia masih bungkam.”
“Bagaimana dengan orang tuanya?”
“Aku juga sudah berbicara dengan orang tuanya, dan mereka pun juga belum bisa membujuk anaknya berbicara.”
Hoseok menggenggam jemari putrinya. Ia sadar, sedari mereka sampai di rumah sakit, tangan kecil itu terus bergetar. Meski sesekali Hana menyembunyikan tangannya di saku mantel, tapi Hoseok tipe ayah yang peka untuk menyadari kegelisahan putrinya.
“Paman, apa aku boleh bertemu dengan Umji?” Taehyung memang bukan Dokter yang menangani Umji langsung. Rekannya lah yang merawat Umji. Taehyung bisa bertemu dan menengok Umji setiap saat karena ia mempunyai akses sebagai Dokter di rumah sakit itu.
“Sayang, biar Ayah sama Paman Taehyung saja yang berbicara dengannya, kamu disini saja ya,”
Hana menggeleng pelan. “Siapa tahu Umji mau berbicara dengan ku Ayah,” Hana memohon dengan kesungguhan hatinya. Hal yang paling tak bisa Hoseok tolak adalah permintaan mendiang istri juga permintaan sang buah hati.
“Baiklah, tapi ayah akan menemanimu.” Dengan senyum yang terpatri di wajahnya, Hoseok mengizinkan putri semata wayangnya untuk menemui korban. Ia tahu, kedua gadis itu sama-sama baik. Namun kenyataan bahwa keduanya tak saling akur juga Hana yang sering di bully di sekolah, membuat Hoseok tak akan tega meninggalkan anaknya sendirian.
Hana mengangguk sekilas. Sebenarnya ia ingin berbicara berdua dengan Umji. Namun, ia juga tahu bahwa ayahnya akan khawatir padanya.
Keduanya berjalan beriringan menuju kamar inap Umji. Selepas dari ruang kerja Paman Taehyung, tangan Hana semakin bergetar hebat. Nafasnya memburu. Entah ia gugup atau ada hal lain. Rasanya udara di sekitarnya telah hilang. Ia bahkan tak bisa bernafas dengan baik.
Hana mengenggam tangan Ayahnya semakin erat. Jika seperti ini, Hoseok jadi teringat kejadian waktu teman Hana sakit dan mereka datang menjenguknya.
Teman itu adalah Jungkook. sewaktu kecil, Hana sangat dekat dengan Jungkook. laki-laki itu pernah jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit. Hana datang menjenguk Jungkook dengan Ayahnya. Membawa boneka kelinci pink kecil di tangan kirinya, dan tangan kanan yang di gandeng oleh sang ayah.
Persis seperti sekarang. Bedanya Hana tak membawa boneka kelincinya juga yang di jenguk bukanlah Jungkook melainkan Umji.
Hana menatap seorang gadis yang duduk membelakangi pintu. Gadis dengan setelan baju rumah sakit berwarna putih dengan corak bunga-bunga kecil berwarna biru. Rambut panjang nya tergerai indah. Tangannya sibuk membuka lembaran demi lembaran buku di genggamannya.
Hana mendongak menatap ayahnya. Hoseok tersenyum dan mengangguk kecil sebagai jawaban, setelahnya ia melepaskan genggaman tangan anaknya. Hana mengangguk sekilas, berjalan dengan hati-hati menghampiri Umji.
Entah buku apa yang Umji baca sampai ia tak menyadari adanya Hana yang sekarang berdiri tak jauh darinya.
Hana berdiri kikuk. Sesekali menengok ke arah sang ayah mencoba memastikan bahwa kali ini ada orang yang mengawasi dan menemaninya.
“Hai,” sapa Hana canggung. Umji berhenti membaca buku yang ada di tangannya. Menoleh pelan pada Hana, “Hai,” Sapanya balik.
Keduanya terdiam. Saling memandang satu sama lain. Hana bingung harus berkata apa. Sepertinya Umji menunggu Hana berbicara terlebih dahulu padanya.
“Bagaimana keadaan mu? Sudah membaik?” Mata Hana meneliti tubuh Umji. Sampai tatapannya berhenti pada buku yang berada di genggaman Umji. Buku itu baru saja di tutup oleh sang pembaca. Judul buku yang Umji baca sedikit membuat Hana menaikkan alisnya bingung, “The Ones Who Walk Away From Omelas” sebuah buku karya dari Ursula K. Le Guin.
“Aku baik.” Umji meletakkan bukunya di atas ranjang pesakitan. Menatap hamparan salju yang menutupi jalanan kota. “Itu salah satu buku kesukaanku.” Seolah ia paham kemana arah pandangan Hana. Membuat Hana kembali mendongak menatap Umji.
“Aku pernah membacanya. Tapi belum selesai.” Aku Hana.
Umji kembali menoleh menatap Hana. Tersenyum sekilas pada teman satu sekolahannya itu. “Bisa bantu aku kembali berbaring? Kakiku masih sakit jika ku paksakan bergerak.”
Hana menatap kaki Umji yang di perban. Terlihat menyakitkan memang. Belum lagi tangan dan keningnya yang terbungkus kain perban. Pasti rasanya sakit.
Hana berjalan mendekat ke arah Umji. membantu Umji kembali berbaring dengan pelan. Setelahnya, menarik selimut dan menutupi tubuh Umji sebatas perut.
“Bagaimana di sekolah?” Tanya Umji membuat Hana semakin gugup.
“Emm tak ada yang berubah.” Hana berjalan meraih kursi yang ada di dekat meja. Menariknya lalu meletakkan di sisi kanan ranjang Umji. ia duduk dan menatap Umji yang sedikit pucat namun tetap terlihat cantik.
“Emm.. Umji, boleh aku bertanya?” Hana memainkan ujung mantelnya. Tangannya kembali bergetar. Kali ini lebih parah dari sebelumnya. Nafasnya pun juga terengah. Seolah ia baru saja berlari sepuluh putaran lapangan sepak bola.
Umji masih diam tak menjawab. Namun pandangannya masih setia jatuh pada Hana yang ada di sampingnya. “Apa kau ingat siapa-?” Hana menggantungkan kalimatnya. Ia semakin ketakutan. Membuatnya tak mampu melanjutkan perkatannya. Nafasnya bahkan semakin sesak.
Hoseok dari ambang pintu memperhatikan anaknya yang terlihat seperti akan pingsan. Kaki jenjangnya bahkan hampir melangkah, namun terhenti kala ia mendengar ucapan Umji.
“Bukan kau.”
Hana menatap Umji takut. Pandangan Umji masih mengarah pandang ke Hana. Hoseok sedikit bernafas lega. Ia sangat yakin bahwa itu bukan kesalahan anaknya.
“Aku minta maaf karena tak mengatakan siapa pelakunya pada Dokter Taehyung. Tapi aku mengatakannya pada ayah dan ibuku.” Kini Hana berani menatap Umji. “Aku menyuruh ayah dan ibu untuk tidak memberitahumu.” Nafas Hana sesak kembali. Sebegitu bencikah Umji pada Hana, sampai membiarkan fitnah dan gossip menunjuknya sebagai pelaku kejahatan?
“K-kenapa?”
“Aku ingin kau datang sendiri kesini dan bertanya padaku.” Mata Hana memerah. Ia tak mengerti dengan arah perkataan Umji. Maksud Umji apa? Saat semua orang berlomba-lomba untuk menjauhi Hana dan menginginkan Hana pergi, kenapa Umji menginginkan Hana datang?
“K-kalian membenciku.” Hana menunduk. Sekuat tenaga ia menahan air matanya agar tak terjun bebas di pipinya.
Terdengar helaan nafas pelan, Tangan Umji bergerak mengambil satu tangan Hana yang bergetar dan tersimpan di ujung mantelnya. Hana mendongak menatap tangannya dan Umji bergantian. Gadis itu bahkan tersenyum ke arah Hana.
“Sudah lama aku ingin berbicara denganmu.” Umji membalikkan telapak tangan Hana. Mengelap keringat yang menempel pada telapak tangan Hana, lalu menghapusnya dengan telapak tangannya sendiri.
“Aku tak pernah membencimu, Jung Hana.” Hana membelalakkan matanya. Apa yang baru saja ia dengar? Benarkah ada orang yang tak membencinya?
Hana terlalu terpaku pada gunjingan yang di berikan orang-orang padanya. Membuatnya menganggap semua orang membencinya. Terlalu banyak orang yang menggagunya di sekolah. Dan tak ada yang berani membela juga menemaninya sampai akhirnya Yoongi datang dan bersedia menjadi temannya.
Hana terlanjur menganggap dunia sama sekali tak berpihak padanya. Menganggap takdir tak pernah bersikap baik padanya. Bahkan menganggap sang pencipta tak pernah menyayanginya.
“Aku sama sekali tak membencimu. Dan ini semua terjadi bukan karena salahmu. Maaf membuatmu terlibat. Aku akan berbicara dengan pihak sekolah. Begitu pula orang tuaku. Kau, tak seharusnya menanggung perbuatan yang bahkan tak pernah kau lakukan.” Hana masih bungkam. Matanya semakin berkaca mendengar ucapan Umji. Tak disangka bahwa masih ada orang yang diam-diam peduli padanya.
“Aku akan membebaskanmu. Kita bisa berteman. Jangan pernah sendirian lagi. Kau tak pantas mendapatkan perlakuan ini semua. Aku justru berterima kasih kepadamu, karena kau datang waktu itu. Jika kau tak datang, mungkin hal lebih buruk sudah terjadi padaku sekarang.” Umji kembali tersenyum.
Hana berdiri dari tempat duduknya. Dengan spontan memeluk tubuh Umji. ia menangis di pelukan gadis itu. Sudah tak tahu lagi apa yang harus ia katakan. Di hatinya saat ini hanya ada perasaan lega. Lega karena masih ada orang yang peduli padanya.
“Han, jangan memelukku erat-erat. Badanku masih sakit.” Reflek Hana mundur dan meminta maaf. Membungkukkan badannya dalam-dalam membuat Umji terkekeh dan Hoseok tersenyum.
“Sudah sudah. Jangan menangis lagi. Kau harus lebih kuat biar mereka tak lagi menindasmu lagi.”
“Lalu,” Hana kembali duduk di kursi. Tangannya beralih mengenggam tangan Umji. “Boleh aku tahu siapa pelaku aslinya?”
Senyum yang sedari tadi tercetak di bibir Umji, luntur begitu saja. Pandangannya beralih pada lukisan sepasang kuda poni kembar yang berada di dinding belakang Hana.
Matanya menyiratkan rasa ketidaksukaan. Bahkan tangan yang sekarang berada di genggaman Hana mengerat. Seolah ia sangat membenci pelaku dari insiden jatuhnya ia dari lantai dua sekolah.
Hana menatap Umji bingung. Merasakan genggaman tangan Umji membuatnya takut. Takut jika ia salah bertanya. Namun, kembali pada tujuan Hana dan Hoseok datang menemui Umji. Adalah mencari tahu siapa pelaku sebenarnya.
Tangan Hana bergerak mengelus lembut. Memberikan efek ketenangan pada Umji. Mata Umji kembali menatap mata Hana. Bibir Umji bergerak. Membuat Hana semakin tegang saat tahu siapa pelakunya. Hoseok diam-diam mengepalkan tangannya. Bersiap untuk berlari dan mengobrak abrik orang yang sudah memfitnah anaknya.
“Pelakunya adalah, Bambam.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
dwiyani
temennya sungjae,
2020-07-31
1
el"
bambam siapa yaaa
2020-03-06
1
gonz
eh bambam tamvan
2019-10-24
1