“Kau tahu kan, dia dekat dengan Yoongi Sunbae?”
“Aku dengar dia hanya memanfaatkan Yoongi Sunbae agar tidak di bully lagi.”
“Yoongi mau banget dekat dengan gadis pembawa sial begitu.”
“Ibunya kan meninggal karena ngelahirin dia. Dasar pembawa sial.”
“Dia pake pelet kali. Makanya Yoongi mau sama dia.”
“Teman Yoongi hanya Seokjin. Dan sekarang, dia datang mendekati Yoongi. Dasar gadis pembawa sial.”
“Tidak punya malu.”
“Menjijikkan.”
.
.
.
.
.
Dari semenjak Hana menginjakkan kakinya di area sekolah, suara-suara dari hampir seluruh siswa menginterupsi pendengarannya. Beberapa kali bahkan ia harus menghentikan langkahnya demi mendengar jelas tentang mereka yang terus menggunjingnya.
Hana tidak tahu apa yang ia perbuat. Ia benar-benar tidak tahu letak kesalahannya, sampai semua orang menggunjingnya di pagi yang dingin seperti ini.
Mencoba mengabaikan pun percuma. Karena semakin ia melangkahkan kakinya masuk ke area sekolah, gunjingan itu semakin terdengar jelas.
“Pembawa sial.” Dua kata itu sering ia dengar. Bahkan sudah melekat menjadi nama panjangnya. Jung Hana si Pembawa Sial. Begitu mereka menyebutnya. Tapi ada satu kata yang sayup-sayup ia dengar. “Yoongi” beberapa orang banyak menyebutkan nama itu. Membuat degup jantung Hana semakin berpacu. Apa semua orang sudah tahu bahwa ia dan Yoongi berteman?
“Hana!”
Hana menoleh. Menatap ke seseorag yang berlari kecil ke arahnya. Orang yang akhir-akhir ini mengukir cerita indah di kehidupannya. Dan semoga, sampai seterusnya.
“Kau berangkat di antar Tuan Jung kan? Tadi aku tidak sempat menjemputmu. Ayahku rewel.” Kikikan dari seorang Min Yoongi mampu membuatnya sedikit lupa dari gunjingan yang sedari tadi mengganggunya.
Hana tersenyum. Kepalanya menggeleng kecil. “Ayah akan selalu mengantarku. Sunbae tidak perlu menjemput lagi.”
Yoongi kembali tersenyum. Semakin lebar sampai menunjukkan gummy smile nya yang membuatnya makin terlihat manis. “Yasudah, mari ku antar kau ke kelas.”
Hana sedkit ragu dengan tawaran Yoongi. Hati kecilnya memerintah untuk menolak. Namun tidak bisa disangkal bahwa ia akan selalu merasa aman jika berada di samping laki-laki bermarga Min ini.
Yoongi tak pernah berbuat suatu hal yang special. Hal manis pun tak pernah ia perbuat pada Hana. Status mereka hanya teman, tidak lebih juga tidak kurang. Meskipun ada gelenyar aneh pada diri Hana saat ia bersanding dengan Yoongi. Namun sekali lagi, ia menepis jauh-jauh rasa itu. Yoongi menerimanya menjadi teman saja Hana sudah sangat bersyukur.
Mereka berjalan di koridor sekolah. Hanya berdua. Siswa yang tadinya berjalan atau berdiri dan berkumpul di sekitar koridor memilih menepi. Seolah memberi Hana dan Yoongi tempat untuk berjalan berdua.
Yoongi acuh. Tentu saja. Laki-laki itu bahkan tak peduli. Ia akan menatap galak pada mereka yang berani menatap Hana. Ia hanya akan memberikan tatapan lembutnya kepada Hana.
Satu belokan lagi, maka mereka akan sampai di ruang kelas Hana. Sebelum langkah keduanya terhenti karena satu orang yang tanpa permisi menghadang jalan keduanya.
“Ikut aku.” Hanya dua kata terlontar. Setelahnya Seokjin meraih tangan Yoongi dan meninggalkan Hana yang berdiri mematung kebingungan.
Hana menatap kepergian kedua laki-laki itu. Memasukkan tangannya ke dalam saku mantel, lalu kembali berjalan ke arah kelas.
Bisa ia lihat pintu ruang kelas yang sudah tidak jauh dari pandangannya. Satu sosok berdiri di depan pintu. Menatap kearahnya dengan tatapan yang sulit di artikan. Hana sedikit ragu. Ingin berbalik pun percuma.
Dengan sisa keberanian, Hana kembali melangkahkan kakinya. Membungkuk sedikit pada ketua kelasnya. Bukannya membalas, Jimin malah menarik pergelangan tangan Hana.
“Kau mendengar gossip itu Han?” Tatapan khawatir jelas terlihat dari wajah tampan Jimin. Hana hanya diam. Dia bukan gadis tuli yang tidak mendengar gunjingan itu.
“Kau baik-baik saja?” Bodoh jika ia menjawab baik-baik saja. Karena kenyataannya tidak sama sekali.
Hana tersenyum lembut. Menarik pergelangan tangan yang masih berada di genggaman Jimin. “Aku baik kok. Aku sudah biasa. Jadi jangan khawatir.” Tersenyum lagi. Membuat Jimin menghembusakan nafas, lega?
“Kau mau aku melabrak mereka semua? Katakana padaku apa yang kau rasakan. Jika kau merasa tak nyaman, aku akan melabrak mereka yang menggunjingmu dan akan mencari siapa penyebar gossip itu.”
Hana mengernyitkan dahinya. “Memangnya gossip apa Jim?”
Jimin membuang nafas kasar. Mengalihkan tatapannya ke sembarang arah sebelum kembali menatap mata Hana. “Gossip perihal kedekatanmu dengan Yoongi Sunbae.”
.
.
.
***
.
.
.
Jika boleh jujur, berat untuk Jimin mengatakan bahwa ia tidak suka Hana mempunyai teman lain. Sebenarnya Jimin ingin Hana mempunyai banyak teman. Tapi jika Yoongi, entah mengapa Jimin tidak menyukainya.
Dibilang cemburu pun Jimin tak punya hak. Ia hanya dekat saat disekolah. Itu pun tidak full seharian menemani Hana. Tugasnya sebagai ketua kelas membuatnya lebih banyak menghabiskan waktu dengan guru dan tugas yang dibebankan padanya. Hanya sesekali ia mendekat ke arah Hana. Dan kalau ada teman kelasnya yang mengganggu Hana, Jimin pasti akan membelanya. Tapi jika yang menganggu adalah kakak tingkatnya, ia hanya bisa diam.
Bukan takut. Jimin masih menghargai mereka sebagai kakak tingkat. Kalau sudah di luar batas, ia baru akan menegurnya satu persatu.
Jimin kira semuanya hanya gossip. Perihal kedekatan Hana dengan Yoongi. Tapi ternyata, Hana mengakuinya. Mengakui bahwa dirinya memang berteman dengan Yoongi.
Hana bilang, mereka tidak begitu dekat. Hanya berteman biasa. Tapi ada tatapan berbeda saat Hana menceritakan Yoongi pada Jimin. Dan itu membuat Jimin tak menyukainya.
“Sunbae.”
Yoongi menoleh menatap seorang laki-laki yang menganggu kegiatan musiknya denganSeokjin. Seorang laki-laki yang tak berbeda jauh tingginya dengan dirinya berdiri di hadapannya. Seokjin hanya menatap heran ke arah Jimin. Sementara Jimin mengabaikan adanya Seokjin di sana.
“Ya?” Yoongi tak berdiri. Masih duduk di kursi piano. Namun wajahnya menatap ke arah Jimin.
“Kau ada niat apa pada Hana?”
Mendengar nama Hana disebut. Yoongi bangun dari tempat duduknya. Memasukkan tangannya pada saku celana seragamnya. “Maksutmu?” tak ada ekspresi lain, selain ekspresi datar seperti biasa.
“Aku Jimin. Park Jimin. Ketua kelas 11X. Teman Hana.”
Mata Yoongi membulat. “Wow. Aku baru tahu Hana punya teman.”
“Sunbae maaf aku tidak bisa basa basi. Tujuanku kemari hanya ingin memperingati Sunbae. Jika Sunbae ingin berniat jahat pada Hana, sebaiknya Sunbae jauh-jauh dari Hana mulai sekarang. Jangan dekati dia lagi. Dia tak pantas di benci.” Mata sipit Jimin menajam. Menatap tak suka pada Yoongi.
“Aku tak punya niat jahat pada Hana.”
Jimin tersenyum remeh. “Ohh ya? Lalu apa tujuan seorang anak kepala sekolah mendekati gadis yang selalu di bully di sekolah selain ada maksud tertentu?” ucapannya terhenti. “Kau, merencanakan apa Sunbae?” lanjutnya dengan penuh penekanan di tiap katanya.
Yoongi membalas tatapan tajam Jimin. Kakinya melangkah mendekat. Jika bukan di area sekolah, ingin rasanya Yoongi meninju wajah imut Jimin. Berani menuduhnya seenaknya. Tanpa tahu apa kenyatannya.
“Aku.tidak.pernah.punya.niat.jahat.” Yoongi pun menekankan setiap uacapannya. Seolah memberi tahu Jimin bahwa ia tak main-main dengan Hana.
Jimin tersenyum miring. “Lalu kenapa kau mendekatinya, jika tak ada niat buruk padanya?”
“Hei nak. Sudahlah. Yoongi tidak pernah berbuat Jahat pada Hana. Yoongi tidak menyakiti Hana.” Seokjin ikut berdiri. Melerai dua orang yang lebih kecil darinya. Awalnya Seokjin mencoba untuk tidak ikut campur. Tetapi, jika tidak segera di tengahi dan di lerai, takutnya dua orang itu akan saling adu tinju.
“Kau, siapa tadi namamu? Ahh ya, Jimin. Kembali lah ke kelas. Kau bisa lihat Hana baik-baik saja. Gadis itu tidak terluka sama sekali. Yoongi tidak melukainya. Semua organ tubuhnya masih utuh. Kulitnya bahkan tidak tergores sedikitpun. Jadi, kembalilah.” Lanjut Seokjin dengan ucapan yang ia buat setenang mungkin.
Tatapan Jimin beralih pada Seokjin. Menatap kedua kaka tingkatnya itu bergantian, sebelum ia menggebrak tuuts piano. Membuat piano itu berbunyi nyaring. Seokjin sampai terlunjak karena kaget.
“Kau tidak bisa menilai luka hanya dari sebuah goresan atau pukulan. Kau tidak bisa menilai luka hanya dari sebuah lebam berwarna biru!” suara Jimin meninggi. Diam-diam Yoongi mengepalkan tangannya di dalam saku celananya.
“Apa Sunbae pernah melihat Hana menangis?” Yoongi pernah melihatnya. “Apa Sunbae pernah melihat Hana mengeluh?” sepertinya Yoongi belum pernah mendengar keluhan Hana. “Apa Sunbae pernah melihat Hana hancur dan terluka?!” Suara Jimin semakin meninggi. Dan yoongi terdiam. Begitu pula Seokjin.
“Aku teman sekelasnya. Aku yang berada satu kelas dengannya. Aku yang tahu bagaimana orang-orang memperlakukan Hana layaknya Hana adalah binatang!” mata Jimin memerah. “Aku tahu bagaimana Hana menangis dan hancur. Mendengar rintihan Hana saat Hana demam dan aku larikan ke UKS. Aku mendengar racauan “tolong” yang tak pernah Hana katakana selama ini!”
Mata Yoongi ikut memerah. Seokjin hanya diam mematung. Mendengar bentakan-bentakan Jimin yang terdengar menyakitkan.
“Selama aku sekelas dengan Hana. Aku tak pernah bisa membelanya. Mereka banyak. Terlalu banyak. Bukan karena aku pecundang. Bukan karena aku takut.” Suara Jimin memelan. Matanya semakin memerah. “Karena aku tahu. Saat aku membelanya, disitu mereka akan melakukan hal kejam dua kali lebih parah dari sebelumnya.” Itulah kenyataan yang tidak pernah di ketahui oleh orang lain.
“Aku hanya bisa menghiburnya, meskipun aku tahu ia tak pernah terhibur sama sekali. Aku yang selalu menanyakan kabar nya, dan dia yang selalu menjawab kabar itu dengan kata “baik” meskipun aku tahu bahwa dirinya tidak pernah baik-baik saja!!” Tangan Yoongi semakin mengepal mendengar setiap ucapan Jimin yang bahkan tak pernah terlintas pada fikirannya.
“Jika kau mendekatinya secara terang-terangan di hadapan mereka. Itu sama saja kau menyuruh mereka menyakiti Hana semakin jauh.” Jimin melangkah mundur. “Bantu Hana. Bantu Hana dengan semua kekuasaan yang kau punya. Buat mereka jera karena menyakiti malaikat seperti Hana selama ini.” Yoongi menatap mata JImin.
“K-Kau?”
“Ya. Aku menyukai Hana. Seperti Sunbae menyukainya.” Yoongi mematung. “Bantu aku menyembuhkan sakit di hati Hana dan juga mental Hana. Gadis berhati malaikat sepertinya tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti ini. Bantu aku, menyelamatkan Hana.” Kalimat terakhir sebelum Jimin pergi meninggalkan Yoongi dan Seokjin di ruang musik.
Jimin melangkahkan kakinya lebar. Sesekali menarik nafas dan membuangnya kasar. Amarah bukanlah sifat Jimin. Emosi bahkan tidak pernah Jimin tunjukan. Kecuali saat ini, saat ia bisa memaki dan mengeluarkan seluruh isi hatinya pada dua orang kakak tingkat yang ternyata berada di pihak Hana.
Sepeninggal Jimin, Yoongi dan Seokjin masih terdiam. Fikiran Yoongi berperang. Seokjin hanya menghembuskan nafas kasar sebelum ia mengelus pelan pundak sahabatnya. “Fikirkan apa yang tadi aku katakana padamu.” Setelahnya Seokjin melangkah keluar. Meninggalkan Yoongi yang masih mematung memandang ke arah pintu, tempat dimana Jimin menghilang dari pandangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Tinii Q WahyUtama
sampe disini aku mulai penasaran arti sunbae itu apa thor.. q bukan k.popers jdi ga tau 😂
2020-08-31
1
Lindawati Karliman
sedih bgt...
2020-07-28
1
Human
Sedih banget, jadi nggak tega sama Hana nya
2019-10-07
1