Episode 2

Di dalam mobil, tangan Hana tidak berhenti bergetar. Bahkan kedua telapak tangannya sudah berkeringat. Jika boleh Hana ingin putar balik pulang kerumah. Mengurung diri, lalu bolos sekolah.

Detak jantungnya pun berpacu tak kalah cepat. Udara di Seoul saat ini sedang memasuki musim dingin. Bahkan, pagi ini salju turun lebih banyak dari kemarin. Meskipun dingin, suhu badan Hana terasa sangat panas.

Bukan karena Hana masih sakit. Ia hanya gugup untuk bertemu dengan teman-temannya. Bukan teman sebenarnya, karena Hana tidak memiliki teman. Lebih tepatnya, siswa-siswi yang sering membully nya.

“Pak nanti jangan telat jemput saya ya,” pinta Hana pada supirnya.

“Baik nona Hana.”

Tak lama, mobil hitam sampai di depan gerbang sekolah. Hana keluar dari mobil dengan perasaan yang kacau. Menyiapkan mental, menghadapi semua tatapan ganas dan juga perlakuan semena-mena kepadanya.

Baru saja turun dari mobil, Hana sudah mendapatkan tatapan tajam dari beberapa siswa. Namun, ia lebih memilih bungkam. Menunduk, merapatkan mantelnya, dan berjalan memasuki area sekolah.

Di sepanjang perjalanan, banyak siswa berbisik ke arah Hana. Tak sedikit bahkan, yang menyenggolnya secara sengaja. Membuat Hana hampir saja terjatuh.

Ingin rasanya ia menangis. Berlari dan memeluk ayahnya. Ya… andai ayahnya ada di Seoul.

“Hana!”

Satu suara yang sangat familiar memanggil namanya. Hana berdiri kaku. Tidak berani menoleh. Sampai akhirnya, orang itu menghampiri dan menepuk pelan bahunya.

“Kau sudah sembuh? Aku baru saja ingin menjengukmu.”

Park Jimin. Laki-laki dengan senyum manis, mata sipit dan baik hati. Ketua kelas Hana. Jimin selalu perhatian, bukan hanya kepada Hana tetapi juga seluruh siswa. Sifatnya yang lembut dan baik, membuat banyak orang menyukainya.

“O-oh..” Hana gugup. “Aku sudah sembuh kok.”

Dahi Jimin mengernyit. “Tapi wajahmu masih pucat. Aku dengar kau tak sadar selama dua hari. Apa itu benar, Han?”

Hana memandang Jimin. Ketua kelasnya yang sangat baik hati. “I-iya. Tapi aku sudah baik-baik saja kok.”

Jimin mengamati wajah Hana. Memang masih pucat sekali, karna Hana baru sadar kemarin dan sudah memaksa masuk sekolah.

“A-aku permisi.” Dengan ragu, Hana pamit dan berjalan sedikit cepat. Sebelum akhirnya, lengannya ditarik kembali oleh Jimin.

“Kita sekelas. Jadi kita bisa ke kelas bersama-sama.”

Ingin rasanya Hana menolak. Tapi Jimin juga ada benarnya. Toh, mereka hanya bareng tanpa bergandengan tangan atau semacamnya.

Jimin melangkahkan kakinya terlebih dulu. Hana hanya mengekor di belakangnya. Sebenarnya, Jimin sudah menyuruh Hana berjalan disampingnya. Tapi Hana menolak. Katanya, begini lebih baik.

Ruang kelas sudah terlihat. Jantung Hana berpacu semakin cepat. Ia berharap kabar tentang dirinya masuk ke sekolah tidak tersebar luas, atau dia akan…

“Byurrrrrr…..”

Terkena bully lagi.

“Hahahaha!!!”

Tawa yang terdengar sangat nyaring. Musim salju yang dingin dengan siraman satu ember di pagi hari membuat tubuh Hana terasa sangat kaku.

“Apa-apaan kalian?!” Jimin yang berjalan lebih dulu, menoleh kaget melihat Hana basah kuyup. Berkali-kali Jimin sering mengingatkan tindakan teman-temannya. Namun, berkali-kali juga temannya acuh dengan peringatan Jimin.

Jimin sama seperti siswa lain. Tidak mempunyai kewenangan lebih agar siswa lain mendengarkan perkataannya.

Pernah, Jimin mengadukan tindakan teman-temannya pada Kesiswaan dan Guru BK. Namun karena mereka memiliki banyak uang, mulut Guru pun bisa mereka beli.

“Hey, Jimin! Kau jangan dekat-dekat sama dia. Nanti kena sial.” Ucap Daniel yang langsung mendapat anggukan dan tawa dari teman-temannya yang lain.

“Masuk ke kelas! Ini masih pagi! Jangan bikin rusuh!”

“Kau ingin kita masuk? Baiklah, Jim. Aku turutin kemauanmu.” Sungjae tersenyum miring. melangkahkan kakinya mendekat ke arah Hana, lalu memberikannya tatapan yang sangat tajam.

Hana hanya diam. Ini bukan sekali ia mendapat guyuran air di pagi hari. Hampir tak terhitung.

Jimin menghela nafas kesal. “Kau bawa seragam ganti? Jika tidak, pakai baju olahragaku. Aku menyimpan baju olahraga di loker. Ambil, dan gantilah.”

Tangan Hana terkepal. “T-terimakasih.” kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Jimin.

“Aku akan mengizinkanmu kepada Namjoon Ssaem!” teriak Jimin, yang entah Hana masih bisa mendengarkannya atau tidak.

Sesampainya di kamar mandi, Hana menangis. Ia tak langsung mengambil seragam gantinya. Melainkan berbelok ke arah toilet wanita. Gadis itu masuk di salah satu bilik toilet. Menguncinya, dan menangis didalam.

“Bunda, Hana rindu Bunda. Bunda kenapa tidak mengajak Hana ikut Bunda?”

Isakan Hana semakin kencang. Bahunya naik turun seirama dengan tangisannya.

Ini bukan pertama kalinya Hana protes pada takdir. Protes pada Tuhan. Kenapa ia harus dilahirkan jika hanya di bully dan di maki seperti ini?

Ia ingin hidup normal layaknya gadis biasa. Mempunyai banyak teman, orang tua yang masih utuh, dan hidup dengan tawa bahagia. Tanpa ada rasa khawatir akan hari esok.

Khawatir apa yang akan terjadi padanya esok. Apakah bangkunya akan penuh dengan sampah? Pagi hari mendapat guyuran air seperti tadi? Atau akan ada kemungkinan terburuk lainnya?

Hana ingin hidupnya normal. Berjalan dengan biasa.

Terkadang, ia menanyakan pada dirinya sendiri. Dosa apa yang pernah dilakukannya di masa lalu, sampai membuat hidupnya sekarang hancur. Seingatnya, ia anak yang penurut. Tidak pernah membangkang pada ayahnya sekalipun.

Tapi kembali lagi. Takdir dan rencana Tuhan selalu berbeda dari perkiraan manusia.

Hana menghapus air matanya kasar. Mengikat tali sepatunya yang kendor, lalu menegakkan badannya. Menarik pelan gagang pintu toilet, lalu membukanya.

“Byurrrrr…”

Satu siraman lagi menyambut Hana untuk kedua kalinya di pagi yang sangat dingin ini.

“Lihatlah, anak ini sudah berani muncul kembali rupanya.”

Joy yang saat itu ada di toilet yang sama, memanfaatkan untuk menjahili Hana.

“Kalau aku tidak salah dengar, kau ingin ikut dengan Bunda mu kan?” Sudut bibir Joy tertarik. Menampilkan senyum smirk kejamnya. “Sini! Biar ku antar kau ikut Bunda sialanmu itu!”

Joy menjembak rambut Hana. Hana hanya bisa menangis dan memohon ampun. Memberontak meskipun percuma. Karena badannya masih sangat lemah.

Aku ingatkan lagi. Hana baru saja keluar dari rumah sakit. Badannya masih lemas. Tapi pagi ini sudah mendapat dua siraman air sekaligus.

“Sini kau!” Tanpa ampun, Joy menjambak dan menyeret rambut Hana. Tidak peduli jika nanti rambut Hana rontok.

Joy menyumbat lubang air pada wastafel. Mengisinya hingga penuh. Lalu, dengan kejam menyelamkan wajah Hana ke dalam air penuh pada wastafel.

Hana gelagapan. Ia sulit bernafas. Bibir nya sudah sangat biru, dan wajahnya jauh lebih pucat. Sementara Joy? Ia hanya tertawa dengan tindakannya.

Dirasa puas, Joy membenturkan wajah Hana pada kaca. Tidak keras memang, tapi cukup membuat Hana terhuyung.

“Menjijikkan!” Joy melangkahkan kakinya keluar dari toilet. Meninggalkan Hana yang menangis dengan kondisi tubuh yang bisa dibilang tidak baik-baik saja.

Gadis itu melirik tajam pada pantulan wajahnya di cermin. Meraba pelan wajah yang terlihat sangat pucat dan mengerikan itu. Badannya menggigil kedinginan. Ia hanya berharap, agar bisa bertahan dan tidak mati membeku dengan tubuh dan cuaca yang seperti ini.

Dengan langkah yang di seret, Hana keluar dari toilet. Menuju loker lalu membukanya. Mencari apakah ia masih menyimpan seragam kering atau tidak.

Kunci itu bergerak memutar. Hana menarik pintu loker sedikit ragu. Saat pintu itu terbuka, mata Hana disuguhkan oleh tiga foto yang membuat hatinya semakin hancur.

Foto pertama foto laki laki setengah baya yang menggendong anak kecil dengan tawa yang sangat bahagia. Ayah Hoseok dan Hana Kecil. Hana benar-benar ingin kembali ke masa itu. Masa dimana ia bisa bermanja dan bermanis-manis dengan ayahnya.

Foto kedua, foto dua pasangan yang terlihat sangat mesra. Wanita di foto itu memiliki perut buncit yang sangat besar. Foto Eunbi dan Hoseok, saat kehamilan Eunbi berumur 8 bulan. Hana rindu ibunya. Ibu yang sangat cantik dengan senyum yang sangat teduh.

Dan foto terakhir. Foto ketiga. Seorang laki-laki manis, tampan, dan sangat baik hati. Cinta pertama Hana. Jeon Jungkook. yang sekarang entah kemana perginya pria itu.

Satu bulir air mata kembali menetes. Orang-orang yang sangat dicintai Hana. Orang-orang yang sangat berharga untuk Hana. Namun sayangnya, mereka semua tidak ada satupun yang tinggal disisi Hana.

Hana terkejut dari lamunannya. Kala ada seseorang dengan sengaja menyampirkan handuk di pundaknya. Tanpa kata, bahkan orang itu langsung pergi begitu saja.

Hana terperanjat. Ia melihat loker disampingnya yang masih terbuka. Lalu, melihat satu laki-laki yang berjalan berbalik arah ke arahnya. Ia hanya diam, meski Hana menatapnya.

“Jangan melihatku. Keringkan badanmu. Kau terlihat seperti kucing yang terjebur air.”

Setelah berkata seperti itu, laki-laki itu pergi meninggalkan Hana.

Min Yoongi. Anak pemilik sekolahan dan sangat kaya. Namun, sangat cuek dan dingin.

Hana terbengong, lalu mengambil seragamnya dan menutup kembali lokernya. Melangkahkan kakinya kembali ke toilet. Dan mengganti seragamnya dengan seragam musim dingin yang kering dan lebih hangat.

Terpopuler

Comments

Meylin

Meylin

sadiss amattt dan hana lemahhh amatt 🥺

2021-08-21

0

Kiren

Kiren

visualnya thor

2020-09-29

1

Sept September

Sept September

jempollll

2020-07-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!