“Hai bunda. Apa kabar? Hana datang lagi. Kali ini bareng ayah. Bunda seneng nggak?” senyum bahagia tercetak jelas pada bilah bibir Hana.
Setelah Taehyung mengizinkannya keluar dari rumah sakit, Hana langsung memeluk tubuh kekar Taehyung. Rasa bahagia tak lagi bisa ia sembunyikan. Bagaimanapun, ia sudah sangat muak berada di rumah sakit terus-terusan.
Mengenakan mantel berwarna putih tebal, sepatu boots coklat, celana panjang hitam, baju panjang berwarna cream syal biru laut andalannya serta rambut yang dikuncir satu kebelakang. Gadis itu meluncur menemui ibunya. Duduk manis di depan nisan ibunya ditemani oleh sang ayah tercinta.
Tangan Hoseok mengelus lembut pada nisan yang ada di depannya. Menyingkirkan bunga-bunga layu yang menghalangi gundukan tanah di atasnya. Hatinya terasa nyeri. Ingatannya akan kisah masa lalu bersama sang istri masih jelas tergambar.
Sentuhan lembut yang selalu istrinya berikan. Juga senyum teduh yang selalu membuatnya tenang, masih nyata di dalam ingatannya. Bagaimana manisnya Eunbi waktu merajuk. Tegasnya Eunbi dalam memutuskan sesuatu. Dan pandainya Eunbi dalam segala bidang membuat Hoseok takluk dalam aura wanita bermarga asli Kwon itu.
Jika ditanya apa Hoseok sudah bisa merelakan Eunbi, tentu jawabannya belum. Tujuannya pergi dan mengurus perusahaan di Jepang adalah salah satu dalil agar ia tidak terus-terusan berada dalam bayang-bayang istrinya. Awalnya, ia fikir itu semua adalah rencana yang sempurna. Namun nyatanya salah. Ia bahkan melupakan, ada satu warisan berharga dari Eunbi yang harus ia jaga. Dengan segenap dan sepenuh hatinya.
Hana memandangi ayahnya. Sejak mereka sampai di pemakaman, Hoseok tak mengalihkan tatapannya dari nisan sang ibu. Tak ada pula kata yang terlontar. Hoseok masih setia diam. Diam memandangi nisan istri yang selalu ia rindukan. Rumah terakhir yang tak pernah ia bayangkan akan secepat itu di huni oleh istrinya.
“Ayah,” panggil Hana pelan. Hoseok menoleh menatap anaknya. Tersenyum lembut sebelum mengecup kening anaknya.
“Ayah disini nak. Jangan takut lagi. Ayah nggak akan ninggalin kamu. Ayah akan terus berada disini.” Setelahnya memeluk Hana.
Hana yakin, ayahnya sedang rindu dengan ibunya. Tidak perlu ditanya atau dijelaskan. Sorot mata sang ayah sangat kentara bahwa ia merindukan sang ibu. Sama seperti Hana, yang selalu merindukan ibunya.
“Bunda bahagia nggak yah disana?” Tanya Hana masih dalam pelukan sang ayah.
Hoseok menatap ke langit. Hari ini salju tidak banyak turun. Meskipun udara masih sama dinginnya, tapi setidaknya bias cahaya dari langit sedikit terlihat. “Bunda selalu bahagia.” Melonggarkan pelukannya, lalu menatap kedua mata Hana. “Asal Hana dan Ayah bahagia, Bunda pasti juga ikut bahagia.” Hoseok tersenyum.
Senyum yang selalu di sukai Hana. Senyum Hoseok yang sangat indah. Jika Paman Taehyung memiliki senyum kotak yang tampan, Ayahnya pun tak kalah tampan dengan senyum mirip bentuk love itu.
Hana kembali memeluk ayahnya. Menyembunyikan wajahnya pada dada bidang milik sang ayah. Hoseok mencium pucuk kepala anaknya. Rasa rindu dan sayang ia curahkan menjadi satu. Janji yang terucap tanpa perlu ada orang lain mendengar. Hoseok akan selalu menjadi ayah sekaligus ibu untuk Hana.
***
“Sudah. Jangan ganggu Hana lagi. Udah cukup kita ganggu dia.”
“Hhh.. apa kau bilang? Coba ulangi?”
“Ku bilang, berhenti mengganggu Hana.”
“Yak, Sungjae! Kau ini kenapa? Bukannya menganggu Hana sudah menjadi kesenangan kita dari dulu. Kenapa sekarang kau menyuruhku berhenti?”
Sungjae menatap lekat kedua mata Jisoo. “Tidak ada alasan untuk kita mengganggunya.”
JiIsoo mengangkat sebelah alisnya. Senyum miring tercetak di bibirnya. “Alasan?” gadis itu melangkah mendekat ke arah jendela. Menatap tumpukan salju yang berada di pinggir jalan depan rumahnya.
“Gadis pembawa sial. Membenci tidak butuh alasan.” Ucapnya sarkastik.
Sungjae menatap jengah pada Jisoo. Gadis itu, temannya dari kecil. Memang luar biasa keras kepalanya. Bagaimana bisa ia menyukai Min Yoongi jika ia tidak bisa menghilangkan keras kepalanya itu.
“Terserah. Tapi jika kau menyakiti Hana. Kali ini, aku tidak akan tinggal diam.” Ucapan Sungjae mampu membuat Jisoo membalikkan tubuhnya.
“Kau bilang apa? Hey, kita menganggu dia sudah dari dulu. Dan itu menyenangkan.” Jisoo berjalan mendekati Sungjae. Kedua tangannya ia lipat di depan dada. “Kau tidak menyukai gadis itu kan?”
Sungjae sedikit terkejut dengan ucapan Jisoo. Suka? Ia bahkan tidak tahu suka itu yang seperti apa. Hanya saja, semenjak Hana menolong dan mengelus lembut surai coklat nya waktu itu, membuat benci di hati Sungjae menghilang.
Apalagi waktu ia menemukan Hana menangis dan pingsan di sofa rumahnya. Entah perasaan macam apa, namun itu pertama kalinya ia merasa panik.
Kadang ia bingung, mengapa ia bisa membenci gadis itu. Tidak ada alasan pasti, memang. Ia bahkan lupa alasannya waktu ia membully Hana. Karena tidak punya ibu? Sungjae saja yang punya ibu berasa tidak memiliki ibu.
Sungjae sering melihat ibunya dipukul. Sering melihat orang tuanya bertengkar. Dan ia sama sekali tidak merasa panik atau semacamnya. Justru ia lebih merasa muak dengan pemandangan yang hampir setiap hari ia lihat itu.
Namun, saat melihat Hana pingsan dan sakit. Sungjae seperti bukan Sungjae biasanya. Ia panik. Bahkan ia berdoa agar Tuhan menyelamatkan Hana. Sesuatu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Jantungnya berdetak kencang, dan rasa tidak suka muncul tiba-tiba saat mendengar pengakuan bahwa Yoongi menyukai Hana.
“Aku tidak menyukainya.” Terangnya datar tanpa ekspresi.
“Kau yakin?” Jisoo menatap curiga ke arahnya. Membuat Sungjae bangkit dari duduknya . mengambil satu puntung rokok lalu ia nyalakan dengan sebuah penatik berwarna silver. “Untuk apa aku berbohong. Hana sama sekali bukan tipe ku.” Menyesap lama rokok yang sudah terbakar. Merasakan nikotin yang masuk pada paru-parunya. Sedikit menenangkan, sebelum kepulan asap ia hembuskan dengan satu tarikan nafas.
“Kau sendiri?” Sungjae menjeda kalimatnya. Mematikan rokok yang baru saja ia hisap. “Apa kau masih menyukai Yoongi?”
Jisoo kembali menatap ke arah jendela. “Menurutmu? Sampai kapanpun aku akan tetap menyukainya.”
“Sadarlah. Dia bahkan tidak menyukaimu.”
“Aku tahu. Aku juga tahu dia dekat dengan Hana. Itu sebabnya aku semakin membenci anak pembawa sial itu.” Sungjae kembali menatap tajam ke arah Jisoo.
“Ku bilang jangan ganggu Hana lagi!” Entah setan apa yang saat ini mendominasi tubuh Sungjae. Tapi baru saja, Sungjae meninggikan suaranya. Membuat Jisoo menoleh dan tersenyum miring ke arahnya.
Jisoo bukan orang yang bodoh yang bisa percaya begitu saja dengan omongan Sungjae. Sungjae bisa mengatakan tidak padanya. Tapi Jisoo tahu bahwa hati kecil Sungjae mengatakan iya.
Sungjae tidak pernah berpacaran. Jatuh cinta pun tidak pernah. Laki-laki itu bahkan tidak peduli jika kelakuan dan ucapannya menyakiti hati orang lain. Terlampau tidak peduli sama apa yang terjadi pada kehidupan di sekitarnya.
Melihat Sungjae yang seperti membela Hana, membuat Jisoo semakin membencinya. Dari kecil, Sungjae dan dirinya selalu membully Hana. Mengatainya, dan mengerjainya. Lalu sekarang, setelah keduanya remaja. Sungjae berbalik arah, menyuruhnya untuk meninggalkan kebahagiannya? Tentu Jisoo menolak.
Salah satu kebahagiaan dan kepuasan Jisoo adalah, menganggu orang-orang lemah seperti Jung Hana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Dewi Pratysta
visualnya kapan thor?
2020-09-30
1
Zemy Ray
aq lebih suka hana sn yoongi
2020-07-28
2
Dhevitta Aylla
seperti dugaan ku kalau sunjae akan menyukai hana. benar nggak sih
2020-04-18
1