Episode 4

“Aku menunggumu dari tadi.”

Hana terkejut kala Yoongi menghampirinya di depan gerbang sekolah. Ia mundur beberapa langkah. Tangannya mencengkeram kuat mantel tebalnya.

“Aku tidak akan mengganggumu. Aku yang akan menjagamu.”

Hana menatap Yoongi bingung.

“Ahh.. tidak perlu Sunbae. Kau akan mendapat masalah nanti. Aku tidak perlu dijaga. Jangan di dengarkan ucapan nenek.” Ucapnya sembari tersenyum canggung.

Mata sipit Yoongi menatap Hana. “Ini bukan keinginan nenek. Tapi keinginanku.” Hana melotot. “Sudah cepat masuk. Udara di luar sangat dingin.” Yoongi berjalan lebih dulu. Memasukkan tangannya pada saku mantelnya. Bibirnya menyunggingkan senyum yang sangat tipis, tapi masih bisa di kategorikan manis.

Hana berjalan ragu di belakang Yoongi. Jaraknya sangat jauh. Dengan begini siswa lain tidak akan tahu jika mereka sedang berjalan bersama.

‘Yoongi!!”

Suara dibelakang Hana membuat Hana berjengkit kaget. Pelan-pelan, Hana menetralkan nafasnya. Ia mudah sekali kaget. Apalagi, teriakan itu berasal dari lingkungan sekolah. Bagi Hana, masuk ke area sekolahan sama saja masuk ke rumah berhantu yang sudah kosong selama 100 tahun.

Yoongi menoleh ke belakang. Melirik Hana sekilas. Sebelum netranya menemukan Seokjin yang berlari ke arahnya.

“Udara di luar sangat dingin. Aku ingin membeli kopi. Kau mau tidak?” Yoongi mengernyitkan dahi.

“Sudah. Ayo! Kau ikut saja.” Seokjin menarik paksa lengan Yoongi. Membuatnya hampir terjungkal.

Yoongi menoleh ke belakang, menatap Hana yang juga menatapnya. Padahal, rencana di awal, Yoongi ingin mengantar Hana sampai ke kelas. Memastikan, agar tidak ada yang mengganggu Hana.

Bohong, jika Yoongi tidak tahu tentang Hana yang sering di bully. Satu sekolah jelas tahu. Mereka ingin menolong atau sekedar menemani Hana. Tapi, berhubung yang membully Hana adalah Joy, Sungjae dan kawan-kawannya. Mereka lebih memilih bungkam dan hanya memperhatikan Hana dari kejauhan. Tidak berani mendekat. Atau mereka juga akan dibully seperti Hana.

Joy dan Jisoo, serta Sungjae Cs yang beranggotakan Daniel dan Bambam merupakan siswa paling popular di sekolah. Mereka berasal dari keluarga kaya. Orang tuanya berdonasi banyak pada sekolahan. Meskipun Orang tua Yoongi mempunyai hak penuh bagi sekolahan.

Mereka bisa berbuat semau mereka. Bukan hanya membully, melawan guru pun termasuk kepala sekolah mereka tidak ada takutnya.

Kecuali satu guru yang tidak bisa mereka bantah. Kim Namjoon Ssaem. Guru bahasa inggris, lulusan Harvard University di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat.

Dulu, Sungjae dan kawan-kawannya pernah bermasalah dengan Namjoon Ssaem. Mereka membolos secara terang-terangan di saat Namjoon sedang mengajar. Mereka juga mengganggu Hana dengan memainkan helai rambut Hana sehingga menimbulkan kegaduhan dalam kelas.

Namjoon tentu menegurnya. Tapi bukan anak bandel namanya jika tidak membantah. Mereka membantah dan mengancam Namjoon akan membawa masalah ini ke pihak komite.

Untungnya Namjoon tak kalah pintar. Ia mempersilahkan dengan senang hati saat mendapat tantangan dari Sungjae. Sebenarnya, Namjoon sudah muak mengajar di sekolah itu. Banyak sekolahan international, bahkan Universitasnya sendiri menginginkan Namjoon mengajar disana. Tentu karena otak Namjoon yang sangat encer dan pintar.

Ia tetap mengajar di situ karena permintaan dari ibunya. Menyuruhnya kembali ke Seoul, dan tinggal di Seoul. Serta, Namjoon masih mempunyai hubungan keluarga antara keluarganya dengan pemilik sekolahan.

Hana bernafas lega, saat melihat tubuh Yoongi mulai menghilang. Sedari tadi, jantungnya tidak bisa di control sama sekali. Ia takut membawa Yoongi pada masalahnya. Cukup dia saja. Cukup Hana saja yang di bully di sekolahan terkutuk ini.

“Heh anak pembawa sial!”

Suara Sungjae menyadarkan Hana. “Ikut aku!” titahnya lalu berjalan mendahului hana. “Cepet! Lelet!” Bentaknya.

Dengan langkah berat, Hana mengikuti Sungjae. Rambut panjang coklatnya di terpa angin dingin. Membuat gadis itu bergidik sedikit. Sungjae membawa Hana ke arah lokernya.

Mata tajam Sungjae menatap Hana. Hana hanya bisa menunduk kala mata itu menginterupsinya.

“Buka.” Sungjae melemparkan kunci loker pada Hana. Dengan takut, Hana menatap wajah Sungjae.

“Cepet buka!” bentaknya.

Hana berjengkit Kaget. Sebelum akhirnya, tangannya terulur membuka loker. Saat pintu loker terbuka, banyak pakaian yang menyembul dan keluar dari loker.

Hana mundur beberapa langkah. Sungjae hanya tertawa kecil melihat bagaimana raut kaget di wajah Hana.

Sungjae memajukan badannya. Ia menunduk, menyetarakan tingginya dengan Hana. Lalu berbisik pelan tepat di telinga Hana. “Kemasi dan cuci.” Perintahnya, setelah itu pergi begitu saja.

Hana menatap tumpukan pakaian itu dengan tatapan tak percaya. Matanya sudah berkaca-kaca. Sungjae itu anak orang kaya. Dirumahnya pasti punya banyak maid. Tapi kenapa harus menyuruh dia?

Dengan tak rela, Hana memunguti pakaian-pakaian yang berserakan dilantai. Belum juga pakaian itu ia kemasi, satu tumpukan pakaian lagi di hamburkan ke arah Hana. Membuat helai rambut Hana turun dan berantakan.

Hana menengok ke atas. Menatap Sungjae yang baru saja meumpahkan tumpukan pakaian padanya.

“Aku mau besok semua sudah bersih. Nggak ada alasan, atau kau akan mendapatkan lebih dari ini.”

Mata Hana berkaca-kaca. Ini masih pagi. Bahkan tasnya masih menggantung di punggungnya. Belum juga ia sempat masuk ke dalam kelas. Tapi kesialan lebih dulu menghampirinya.

Hana menunduk. Menatap tumpukan pakaian yang berserakan di sekitarnya. Memunguti dengan cekatan dan memasukkannya pada kantong besar berwarna hitam. Kantong yang bahkan sudah di siapkan oleh Sungjae.

Sungjae masih menatap tajam ke arah Hana. Menatapnya remeh sebelum akhirnya meninggalkan Hana begitu saja.

Bel istirahat berbunyi. Siswa-siswa berhamburan keluar kelas. Menuju kantin untuk makan siang.

Hana menatap kaca di samping bangkunya. Kaca itu tembus ke arah lapangan basket. Ia menatap Yoongi. Yoongi sedang bermain basket dengan timnya.

Yoongi memang tergabung dalam club basket sekolahan. Hampir setiap olimpiade yang Yoongi dan timnya ikuti selalu meraih kemenangan. Yoongi memang bukan kapten tim basket. Tapi, ia menjadi salah satu pemain yang paling di andalkan di tim.

Hana menatap bagaimana lihainya seorang Min Yoongi mendribble dan menggiring bola lalu memasukkannya ke ring. Matanya masih sibuk mengamati Yoongi. Sampai tidak sadar ada satu orang yang juga menatapnya.

“Kau tidak istirahat?”

Hana mengerjap kaget dan langsung membalikkan tubuhnya. Menatap Jimin yang sudah duduk di bangku sampingnya.

Hana memang duduk sendiri. Seharusnya, satu bangku diisi oleh dua siswa. Tapi, tidak ada satupun siswa yang mau duduk dengan Hana. Meskipun sudah banyak guru yang menegur, tetap saja tidak membuat mereka berpindah tempat dan duduk di samping Hana.

“E-emmm tidak.” Dengan kikuk, Hana membuka bukunya. Menghilangkan rasa canggung.

“Memangnya tidak lapar? Mau ku temani?”

Hana menatap Jimin, lalu setelahnya menggeleng.

Dulu, Hana pernah ke kantin waktu istirahat. Dan tau apa yang terjadi? Makanan Hana di tumpahkan di atas meja. Lalu, siswa-siswa itu dengan jahatnya menyuruh Hana untuk memakan langsung dari atas meja. Memakannya menggunakan mulut tanpa sendok, atau sumpit.

Hana menangis. Ia ingin berlari pergi dari kantin. Tapi tidak bisa karena Jisoo langsung mengarahkan wajahnya ke atas meja yang berisikan makanan yang masih lumayan panas.

“Mau menonton basket?” Tawar Jimin.

Jimin itu orang baik. Selalu membujuk dan mengajak Hana berbicara. Bisa dibilang, hanya Jimin yang berani mengajak Hana berbicara. Terkadang, ia juga menemani Hana duduk di bangku bersama.

“Bolehkah?” Jimin mengangguk antusias. Berdiri, lalu mengulurkan tangannya.

Hana menggeleng. Tanda, bahwa ia bisa berjalan sendiri tanpa di gandeng. Dan Jimin paham itu. Mereka berjalan beriringan keluar kelas.

Saat keduanya keluar dari kelas, semua pasang mata menatap Jimin maupun Hana. Hana hanya bisa menunduk. Dan Jimin memberikan tatapan tajam untuk beberapa siswa yang menatap Hana. Seperti peringatan, agar mengalihkan tatapan menjijikkan itu pada Hana.

Jarak kelas dan lapangan basket tidak begitu jauh.

Jimin mengambil barisan ketiga dari depan. Mendudukkan dirinya dan menyuruh Hana duduk disampingnya. Selain mereka, banyak siswa lain yang juga menonton latihan basket. Sebagian besar dari mereka adalah kakak kelas.

“Kau mau minum?” Hana menggeleng.

“Hey, bicaralah. Aku tidak akan memperlakukanmu seperti Sungjae dan yang lainnya.”

Hana tersenyum tipis. “Maaf,”

Jimin menghela nafas pelan. “Lihat dia?” tangannya terulur menunjuk Yoongi. “Dia jago. Aku menyukainya.”

Mata Hana melotot. “Kau menyukainya?”

“Aishh maksutku, aku ngefans dengan dia. Dia itu jago banget main basketnya. Meskipun badannya paling kecil, tapi dia gesit banget. Makanya, aku ngefans.” Jelas Jimin panjang lebar.

Hana tertawa kecil sambil mengangguk. Jimin tertegun melihat tawa Hana. Tawa yang jarang ditunjukkan ke semua orang.

Bisa Jimin akui, Hana itu termasuk gadis yang sangat cantik. Lebih cantik dari Jisoo. Atau bahkan kakak tingkatnya Irene yang sangat popular itu.

Hana mempunyai rambut yang panjang dan sedikit ikal di bawahnya. Warna nya kecoklatan. Mata lebarnya sangat jernih. Hidung mancung yang mungil. Pipi yang sedikit kemerahan. Kulit putih dan bersih. Tingginya juga pas. Tidak gemuk. Intinya, Hana sangat cantik.

“Kenapa menatapku?”

Jimin mengerjapkan matanya. Mengalihkan pandangannya ke arah lapangan. “Tidak ada.” Jimin tersipu. Tiba-tiba pipinya terasa panas. Hanya karena tawa yang jarang dilihatnya, Jimin menjadi tidak karuan seperti ini. Bagaimana jika tawa itu di lihatnya setiap hari?

Terpopuler

Comments

Sept September

Sept September

jempol

2020-07-29

1

dwiyani

dwiyani

eaa jimin hihi kalau tiap hari lihat tawany hana bisa klepek klepek dirimu

2020-07-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!